Nineteen

176 35 4
                                    

"Jika kau bisa tidak tertawa mendengar lelucon yang sama berulangkali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jika kau bisa tidak tertawa mendengar lelucon yang sama berulangkali. Tapi kenapa kau menangis dengan rasa sakit yang sama berulangkali?"
•••


Dermaga derita, lelaki yang bercerita.

•••••

Hari-hari Anggara lewati dengan sesak kenangan Meisha yang selalu membayangi. Mengapa semesta seolah membuat ia selalu merasakan bahagia yang sesaat? Bolehkah ia minta pada Tuhan untuk memberikan kebahagiaan yang tidak sesaat?

Anggara sedang terduduk di meja, sambil mendengarkan podcast dari salah satu idola yang ia suka yaitu Kak Queen. Ia selalu merasakan bagaimana kata-kata Queen selalu berhasil membuatnya menangis tapi juga merasa lebih baik.

"Kenapa bahagia di dunia ini hanya sesaat? Kenapa tidak ada yang awet?"

Dan Kak Queen selalu berhasil menebak keadaan, seolah apa yang ia rasakan slalu disampaikan oleh Kak Queen.

"Tentu kebahagiaan di dunia ini hanya sesaat, karena kebahagiaan sejati kita atau kekekalan kebahagiaan hanyalah disana, di atas sana."

"Hidup terus berjalan, kita tak hanya sendirian. Ada milyaran manusia di muka bumi, dan mereka semua dibagi kebahagiaan yang begitu kecil ini,"

"Dan bagaimana cara seseorang bisa selalu mendapat kebahagiaan?"

"Dengan keadilan yang Tuhan berikan."

"Tuhan itu memberi kita keadilan, bukan karena kebahagiaan hanya sebentar, tapi karena membuat kita sadar bahwa hidup di dunia ini sebenernya bukan karena bahagia."

"Tapi karena tabungan menuju kehidupan yang sebenarnya."

Angga merasa perkataan Kak Queen benar-benar menamparnya. Ia berusaha menahan air mata.

"Jika sesuatu kebahagiaan datang kepadamu, lantas berapa waktu Tuhan mengambil kebahagiaan mu. Maka janganlah bersedih akan hal itu, karena hidup terus berjalan dan kebahagiaan akan selalu menantimu."

Angga benar-benar di tampar dengan semua perkataan Kak Queen. Ia merasa bahwa ia sedang stuck disini, di keadaan yang tak bisa membuatnya berlari, ia terus berdiam diri, entah sampai kapan ini semua terjadi.

Beberapa menit berlalu, air mata Anggara tumpah begitu saja tanpa ia sadari. Ia merasakan kelegaan setelah menangis tanpa henti.

Ia ingat sekali bagaimana ia selalu mengingat perkataan Kak Queen bahwa menjadi bisu lebih baik dari pada menjadi seseorang yang bisa berbicara namun bicaranya tak ada manfaatnya sama sekali.

Dulu ia merasa menjadi seseorang yang paling tak berguna, ia merasa hidup di dunia hanya nestapa. Tapi sejak ia belajar dari semua, ia belajar bahwa pasti ada alasan kenapa manusia terlahir di dunia, entah memberi makna, atau diajarkan bahwa banyak  rasa.

Anggara bersyukur meski ia seseorang yang tuna rungu dan tuna wicara, ia masih bisa makan dan minum tanpa harus bersusah payah bekerja. Di luar sana ia melihat banyak sekali seseorang yang bahkan tak bisa makan karena kesusahan mencari kerja.

"Terima kasih," ucap Anggara dalam hati sesaat melihat podcast Kak Queen selesai.

Anggara selalu ingin menjadi seseorang motivator hebat dan ternama, tapi ia sadar sepenuhnya bahwa itu hanya lelucon yang tak akan nyata. Bagaimana mungkin ia bisa menjadi motivator sedang ia saja bukan apa-apa? Sedang ia saja tak bisa berbicara?

Keluarganya saja selalu menganggap remeh apa yang ia bisa, apalagi dunia?

Ia membuka bukunya, lalu mulai menulis sepercik kata disana.

Angan Anggara

Aku ingin berbicara di layar kaca
Aku ingin memberi semangat kepada mereka
Aku ingin mengatakan bahwa di kerasnya hidup di dunia, masih slalu ada tangan yang merela
Merela memberi kita cinta
Meski kita bukanlah manusia yang sempurna

Aku ingin memberitahu pada mereka yang mungkin hidupnya sama
Bahwa masih ada aku yang sama dengan mereka
Tak apa dipandang hina, tak apa dipandang sebelah mata
Bisa melangkah dan terus menapaki hidup bagiku jadi satu hal yang luar biasa

Orang belum tentu akan sekuat diriku
Bukankah jalan cerita setiap orang selalu berbeda-beda?
Aku hanya ingin mengatakan bahwa mereka tetap harus melangkah meski dunia terus membuat mereka patah
Yakinlah di depan sana garis finish kita sedang menunggu ia bernama kematian.

Anggara, yang bukan siapa-siapa.

Anggara lantas menutup bukunya, dan mulai untuk pergi ke luar membeli sesuatu keperluannya.

Anggara merasa kaku saat ia membuka knop pintu, bagaimana Papanya menatap dingin dirinya. Membuat ia merasa ingin sekali mengurungkan niat untuk membeli sesuatu, dengan terpaksa Anggara akhirnya mendekati Papanya untuk mengatakan bahwa ia ingin pergi.

Ia mulai mendekat dan bermaksud memegang tangan Papanya, namun Papanya dengan tega menepis tangannya. Ia hanya tersenyum tipis, ia harus ikhlas bukan? Ia harus tegar dengan semuanya. Anggara lantas membungkuk dan mengatakan maaf kepada Papanya. Ia berlalu pergi meski rasanya masih sama, nyatanya meski di sakit dengan rasa sakit yang sama hasilnya selalu menyesakkan dada.

Ia berjalan kaki untuk menuju indomaret, namun ia melihat sesuatu yang membuatnya teriris. Bagaimana seorang gadis kecil tengah memulung, dan tangan satunya sedang memegangi perutnya yang seolah kesakitan. Anggara mendekat, dan ia menulis sesuatu dan menyerahkan itu kepada gadis kecil di hadapannya. Namun gadis kecil ini seolah tak bisa membaca kalimatnya, terlihat jelas dari kebingungan di wajahnya.

Anggara akhirnya menjelaskan dengan gerakan, membuat gadis kecil ini berusaha mencerna gerakan Anggara.

"Ke indomaret?" tanya gadis kecil itu membuat Anggara mengangguk.

"Ayo aku antar kak," ajak gadis itu membuat Anggara tersenyum dan lagi-lagi mengangguk.

Mereka akhirnya sama-sama pergi ke indomaret, Anggara mengajak gadis itu masuk, Anggara membeli keperluannya tak lupa membeli beberapa makanan dan minuman untuk gadis kecil ini. Sesampainya ia di kasir ia memberi tahu pegawai kasir untuk memisah barang belanjaanya dengan barang untuk gadis kecil.

Anggara mengangguk setelah menyerahkan uang, ia lantas memberikan sekantong makanan dan minuman kepada gadis kecil itu. Gadis kecil itu kebingungan namun tetap mengambil kantong itu.

Mereka akhirnya keluar dari Indomaret, Anggara menatap gadis kecil itu dan berusaha menjelaskan bahwa makanan itu untuknya. Gadis itu yang merasa paham lantas menangis dengan terharu.

"Banyak orang kaya lewat tanpa menatap kasihan atau memberiku sedikit bantuan, mereka yang terlihat sempurna dan mampu justru hanya mementingkan diri mereka sendiri."

"Tapi Kaka yang memiliki kekurangan, justru yang malah membantu banyak orang dengan ketulusan hati."

"Orang yang sederhana, justru yang paling memiliki hati nurani dan memanusiakan manusia."

Kalimat yang diucapkan gadis kecil di sebelahnya ini membuat Anggara tak bisa berkata-kata, bagaimana perempuan sekecil ini bisa berpikir sedewasa itu? Itu amat luar biasa.

Anggara menepuk pundak gadis kecil itu, lalu tersenyum dan melangkah pergi. Dari kejauhan ia melihat gadis itu melambaikan tangan padanya dan berteriak mengucapkan kata terima kasih. Di sepanjang jalan Anggara tersenyum dengan mengingat senyum tulus di wajah gadis itu.

••••
Terima kasih telah membaca hingga akhir kisah lelaki tunarungu dan tunawicara.

Setiap part di tulis langsung, mohon maaf bila ada kalimat yang kurang berkenan dan typo yang bertebaran.

See u next part!

King of sadness (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang