Twelve

210 60 110
                                    

"Aku yang selalu berusaha ada, aku yang slalu setia. Tapi mengapa dia yang kau pilih sebagai pelabuhan cinta?"
— Gadis misterius.
•••••

Dermaga derita, si lelaki yang bercerita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dermaga derita, si lelaki yang bercerita.
•••

"kenapa Nga? kenapa aku jatuh cinta pada lelaki yang tak mencintaiku?" lirih seorang gadis di pojok kamar.

"Aku yang selalu berusaha ada, aku yang selalu setia, tapi mengapa dia yang kau pilih sebagai pelabuhan cinta?" tanya gadis itu entah kepada siapa.

"Benar ya, percuma berusaha jika pada akhirnya bukan aku tujuannya, haha!" tawa hambar gadis itu keluar begitu saja.

Ia lantas menulis disebuah kertas.

"Orang bilang titik tertinggi dari mencintai adalah mengikhlaskan, lantas mengapa rasanya begitu menyakitkan?" — dariku, perempuan biasa.

#8/7

Benar, dia adalah sesosok misterius itu. Ia melangkah bangkit, lalu menelfon seseorang.

"Kirim ke yang biasa," ujarnya kepada seorang lelaki di sebrang sana.

"Oke," jawab lelaki itu.

Sambungan terputus, gadis itu menghela nafas sejenak, rasanya sakit.

"Waktuku semakin menipis, Nga" gumam gadis itu.

•••

Disisi lain, Anggara kembali dibuat heran, bagaimana bisa gadis ini tau dimana lokasinya saat ini? seolah gadis misterius ini selalu tau ia dimana.

"Sebenernya, siapa kamu?" batin Anggara bertanya-tanya.

Telfon dari handphone Anggara mengalihkan pikirannya, ia lantas mengangkat telfon tersebut. Selepas itu, ia bergegas pergi dari pemakaman.

Sesampainya ia dirumah, ia sudah dikejutkan dengan vas bunga yang dipecahkan oleh papahnya.

"Sudah berapa kali papah bilang berhenti ke makam itu!" geram papahnya sambil menarik kerah Anggara.

Anggara sudah siap dengan semua ini, ia sudah siap dengan konsekuensi pergi ke makam seseorang itu.

"Ikut saya sekarang!" tegas papahnya menyeret Anggara ke sebuah gudang.

Ia hanya tersenyum, ia sudah tau apa yang akan terjadi dan benar, papahnya membawa kayu dan menghantam tubuhnya.

Andai ia bisa berbicara, pasti ini akan lebih bahagia, berteriak dengan lega. Namun, ia hanya memendam, rasa sakit yang tertahan, itu membuatnya tak bisa lagi untuk menyuarakan.

"BERHENTI KE MAKAM ITU!" teriak papahnya dengan terus memukul Anggara.

Rasanya sakit, sangat sakit, mengapa hanya ke makam bisa membuat rasa sakit sebesar ini, salahkah bila ia ingin mengunjungi makam itu?

King of sadness (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang