Two

581 87 111
                                    

"Mengapa manusia jaman sekarang beranggapan bahwa disakiti berkali-kali akan membuat seseorang kebal? tapi nyatanya, mereka bukan kebal mereka hanya menyembunyikan. Menyembunyikan pedih yang tak terlihat dan derita yang menyayat."
•••

Dermaga luka si lelaki yang bercerita•••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dermaga luka si lelaki yang bercerita
•••••

Aku melangkah pelan menuju kamar, tempat ku beristirahat dan memikirkan segala hal. Sesampainya aku di dalam kamar. Aku meletakan tas dan juga alat tulis lalu, mulai mengambil gitar. Aku memetik sinar gitar itu dengan tatapan yang berubah, mata ku tak lagi sekuat tadi. Mataku berubah sayu, wajahku menyimpan pedih.

Aku menikmati setiap hembusan angin yang menerpa wajahnya, aku menatap ke atas langit sejenak sebelum akhirnya air mata itu luruh seketika.

Apakah lelaki tak boleh menangis? apa lelaki tak boleh lelah dengan apa yang ia derita?

Aku menghapus air mata yang membasahi pipiku, meski ia menerima ratusan bullying bukan berarti ia kebal akan hal itu. Nyatanya semua masih sama, sama-sama menyakitkan.

Aku menghentikan kegiatan bermain gitar, lalu mulai melangkah menuju meja tempatku belajar. Aku membuka salah satu buku tulis lalu mulai menulis.

"Mengapa manusia jaman sekarang beranggapan bahwa disakiti berkali-kali akan membuat seseorang kebal? tapi nyatanya, mereka bukan kebal mereka hanya menyembunyikan, menyembunyikan pedih yang tak terlihat dan derita yang menyayat."

—Dariku, lelaki yang sedang mencoba menguatkan.

Setiap hari, aku selalu menulis satu kalimat untuk apa yang aku alami, aku menutup buku itu lantas berdiri.

Aku mulai melangkah menuju meja makan. Dimana ada Papah, Mamah dan serta kakak perempuan.

"Anggara, sini Nak," pinta Mamahnya membuat Anggara lantas menganggukan kepala.

Melly, mamah Anggara slalu menyayangi anaknya yang satu ini lebih, bukan tanpa sebab ia melakukan ini, tapi ia melihat derita anaknya yang tak pernah mereka lihat.

"Ih! Ngapain sih Mah ajak dia makan disini? Lara gak mau semeja sama orang bisu!"

Lara berkata dengan nada kesal yang membuat hati Anggara sakit, kakaknya bahkan tak mau menerimanya. Namun, ia menyembunyikan hal itu, ia lebih memilih tersenyum dengan setulus yang ia bisa.

"Lara jaga ucapan kamu!" tegur Melly membuat Lara menyumpah serapahi adeknya dalam hati.

"Ayo Nak, makan. Kamu belum makan dari sekolah kan?" tanya Melly membuat Anggara tersenyum lantas duduk dikursi dekat dengan Melly.

Namun, tragis. Saat ia mulai mendudukan diri, papahnya lantas berdiri dan meninggalkan meja makan, lalu diikuti oleh Lara.

Melly mengelus pundak Anggara dengan lembut, air matanya menetes menyaksikan anaknya diperlakukan seperti itu.

King of sadness (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang