Twenty Two

196 37 16
                                    

Selamat membaca, kisah Anggara dan deritanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat membaca, kisah Anggara dan deritanya.
••••
"Untuk apa mulut tercipta? Jika yang terlontarkan hanya kalimat yang sia-sia. Untuk apa bisa berbicara? Jika hanya di buat untuk saling menghina."

•••••

Aku hanya lelah dengan semuanya, Aku lelah jika harus diam saja. Meski aku tau bahwa tanpa orang tua, aku tidak akan pernah ada. Namun aku hanya sesosok manusia biasa, aku juga akan lelah pada masanya, saat aku tak pernah dianggap berharga di mata siapa-siapa.

Memangnya siapa yang meminta terlahir sepertiku? Bukankah semua manusia ingin sempurna? Akupun juga ingin terlahir sempurna, aku ingin terlahir seperti mereka. Tapi aku bisa apa? Menentang takdir-Nya? Memangnya siapa aku? Berani-beraninya menentang takdir dari sutradara terbaik.

Aku menatap mata Mamah, tatapan sedih ia tampakkan. Namun aku hanya lelah, bolehkan sekali saja aku ingin berkata menyerah? Ini benar-benar tidak mudah.

Besok adalah hari Ibu, namun hari ini aku justru membuat Mamah terluka dan bersedih. Bukankah aku bukan hanya gagal menjadi seorang lelaki? Aku juga gagal menjadi seorang anak.

"Mah, maafkan anakmu ini yang tak pernah berguna." batinku sambil menatap manik mata dalam mamahnya.

Mamah akhirnya pergi dari sana, entah kemana. Menyisakan aku dan Akila. Aku keluar dari sana, membayar biasa administrasinya. Aku keluar dari rumah sakit bersama Akila.

Namun di pertengahan jalan selepas keluar dari rumah sakit, tak sengaja aku bertemu dengan Rommy. Dia masih sama, masih sama seperti sebelumnya, menatap rendah diriku yang tak sempurna.

Namun kali ini aku hanya ingin mengatakan bahwa aku lelah, dan aku ingin menyerah. Kalau hari ini aku gagal menjadi manusia baik, aku cuma mau minta maaf ke Mamah. Aku mau minta maaf karena udah gagal segalanya.

Rommy menghalangi jalanku, menatapku dan Akila dengan tatapan yang sulit untukku mengerti.

"Ini adik lu?" tanya Rommy sambil menatapku dan Aqila dalam-dalam.

Aku tak menjawab, begitupun Aqila yang hanya diam saja dalam pelukanku.

"Gembel!"

"Hahahaha!"

Tawa menggelegar di tengah sepi, membuat Akila merasa sakit hati. Ia mungkin tidak terlahir dari keluarga kaya, namun bukan berarti orang berhak merendahkannya.

"Akak jahat!" teriak Aqila dalam dekapanku.

Aku terhenyak saat Aqila berteriak dengan air mata yang berlinang.

"Hanya karena Akak terlahir dari keluarga kaya, bukan berarti Akak bebas merendahkan mereka yang di bawah Akak!"

"Menjadi orang tidak punya lebih baik adanya, dari pada jadi orang kaya yang lupa adab tata krama!"

King of sadness (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang