PROLOG: THE THROWBACK

242 21 0
                                    

Malam ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam ini

Sebagai orang yang gak pernah suka jadi pusat perhatian, aku sendiri gak paham kenapa justru belakangan ini aku harus ada di panggung, ngomong di depan banyak mata, seperti malam ini.

Bahkan dalam sepanjang karirku saja, gak pernah satu pun aku suka posisi pekerjaan yang mengharuskanku secara langsung ngomong di depan banyak orang.

"Last question, deh. Sebelum kita tutup sesi tanya jawab malam ini," kata pembawa acara yang berdiri sisi paling kiri kami semua, di sudut ujung layar lebar bioskop ini. "Ya, silakan, yang di ujung atas sana. Row B, ya, Kak. Aduh, aku sampai hapal banget saking doyannya ke bioskop," canda pembawa acara ini seraya mengulur waktu runner mengoper mic.

Semua mata kami yang duduk di atas stool, di depan sini sontak langsung mengarah pada orang yang barusan mengacungkan tangan. Seorang perempuan yang tampaknya jauh lebih muda dariku berdiri menyunggingkan senyuman saat menerima mic itu.

"Iya, silakan langsung saja pertanyaannya," kata pembawa acara tanpa banyak basa-basi.

Sejenak penanya ini seperti mengambil jeda untuk menarik napas dalam-dalam. Kuduga dia punya kegugupan yang sama dengan aku kalau harus ngomong di depan banyak orang. Sekali lagi ia menarik napas, kemudian mulai bersuara.

"Aku mau tanya, kayaknya lebih buat pemilik cerita awal, deh. Aku penasaran aja, sih. Kejadian nyata apa di kehidupan Teh Nilam yang membuat Teteh tergerak untuk bikin novel sedalam ini?"

Kasak-kusuk undangan screening di studio ini seketika senyap.

Tubuhku yang awalnya terbungkuk santai, langsung menegak mendengar pertanyaan ini. Kupicingkan mataku berusaha melihat wajah penanya dengan lebih detil. Tapi sia-sia, rabun jauhku membuat segalanya terlihat lebih blur.

"Maksudku, aku tahu, well, aku baca, katanya novel ini Teteh buat saat usia Teteh masih 17-an. Menurutku, untuk anak seumur segitu, it's way too dark," lanjut penanya ini dengan intonasi yang berkali lipat lebih serius dari sebelumnya. "Boleh tahu kisah pribadi apa yang bikin Teteh menuliskan ini?"

Seketika dari sudut mataku, kurasakan Galen selaku sutradara sekaligus orang yang pertama kali menangkap novel jadulku menoleh padaku, begitu pun orang lain di jajaran ini.

Jauh sebelum penanya ini melemparkan pertanyaan tadi, sebetulnya aku sudah memprediksi. Pertanyaan ini bakal muncul. Hanya saja, aku gak pernah tahu efeknya ketika itu benar-benar dilemparkan padaku.

"Oke, terima kasih pertanyaannya. Duh, sampai lupa, dengan Kak siapa?" sela pembawa acara memecah lamunanku sejenak.

"Tanya, Tanya Giandra."

High School Uncut (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang