15 Tahun Lalu
Seperti kebanyakan kisah masa sekolah, begitupun kisahku dimulai dengan kehadiran seseorang.
Gak lengkap rasanya kalau masa sekolahmu gak diwarnai dengan fantasi cinta-cintaan. Begitu pun aku. Hanya saja, aku gak pernah menyangka kalau fantasi itu pelan-pelan mendekat dan mewujud ke kehidupan nyataku. Orang yang selama ini ku taksir dari jauh, pelan-pelan mendekat, membuatku merasa niscaya menjangkaunya.
Seperti apa yang terjadi siang itu, di lapangan voli. Awal dari segalanya. Di lapangan yang paling sering dijadikan titik kumpul macam-macam organisasi, kami berinteraksi.
"Datang juga, akhirnya."
Kalimat pendek yang menyambutku saat akhirnya aku setuju masuk kepanitiaan. Saat dia mengatakan itu, rasanya seperti sebuah pertanyaan besar buatku. Salah gak, ya ikutan?
Di antara 3 sahabatku yang lain, saat itu, memang cuma Kanya yang bersikeras mengajakku gabung. Kimmy yang memang sejak awal sudah kepincut sama anak kelas sebelah lebih memilih memakai waktu luangnya buat pacaran.
Sedangkan Tasha yang paling ambisius di antara kami semua, langsung menolak mengorbankan waktu buat kegiatan yang gak penting menurutnya. Apalagi saat itu kami ada di penghujung kelas sepuluh. Tasha ngincer masuk IPA supaya bisa ikut Olimpiade Fisika. Ada banget ya orang suka Fisika?
Tapi, ya, intinya di antara pertemanan empat anak ini, cuma aku yang sering merasa gak tahu arah. Termasuk saat aku diajak gabung kepanitiaan acara ini.
"Iya, Kang. Itung-itung isi waktu luang, sih" jawabku sambil tersenyum.
Belum banyak orang yang datang saat itu. Baru beberapa anak kelasku, senior kelas sebelas, dan senior kelas dua belas. Yang tentunya duduknya terpisah berjauh-jauhan seolah sudah ada kavling masing-masing.
"Gimana, kemarin jadi beli senarnya? Ketemu, gak?" tanya dia lagi.
Dia yang awalnya nongkrong di tepian panggung itu sudah beranjak berdiri menghampiriku, dalam radius lebih dekat.
"Oh, ng—belum sempat cari sih, kemarin. Keburu ada urusan lain, Kang," sahutku lagi dengan begitu serius berusaha menyembunyikan detak jantungku yang gak karuan.
Namanya Banyu, yang sejak tadi ngajak aku ngobrol dan bikin Kanya melirik jahil. Senior dari kelas dua belas IPA 2, ketua MPK yang sekarang juga kayaknya ya, menjabat sebagai salah satu ketua divisi di kepanitiaan acara ini.
Selain bertemu di sini, aku dan Banyu juga sering bertemu di ekskul musik.
Awalnya aku heran, sih. Gak ngerti bagaimana ada orang yang seolah bisa mengoptimalkan waktu 24 jamnya untuk berkegiatan penuh di sekolah, padahal dia masih muda. Kenapa dia gak pakai buat hura-hura?
Rasanya, gak akan ada orang di sekolah ini yang gak kenal Banyu. Dari tukang sapu sampai kepala sekolah, semua tahu Banyu. Karena dia memang seaktif itu di sekolah ini. Yang lebih heran lagi, mau sesibuk apapun dia berorganisasi, nilai akademiknya bisa tetap stabil.
KAMU SEDANG MEMBACA
High School Uncut (Completed)
Romance15 tahun berlalu setelah masa SMA-nya, Nilam Anjani berpikir mungkin memang semua ini cukup dikubur, nggak perlu ada yang tahu. Sampai satu hari novel lawas yang ia buat karena kejadian besar di masa sekolahnya itu naik ke layar lebar, menariknya k...