EPILOG: HIGHSCHOOL UNCUT

212 27 11
                                    

— BANYU OKTA GIANDRA —

Kulihat Nilam berlalu masuk ke mobil temannya, cewek itu melambaikan tangan, dengan senyum yang sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kulihat Nilam berlalu masuk ke mobil temannya, cewek itu melambaikan tangan, dengan senyum yang sama. Selalu sama.

Aku pasti bakal kangen dia, renungku.

Kuhabiskan puntung rokok terakhir sebelum kemudian cabut dari warung ini. Aku sudah menaiki motorku, bersiap mengenakan helm, ketika tiba-tiba aku melihat wajah yang begitu kukenal sedang berjalan menuju warung, mengenakan jaket longgar, dan sandal.

Aku merasa harus turun lagi untuk menyapanya.

"Mala," panggilku padanya.

Perempuan itu lantas mendongak dan tersenyum tipis. "Hai, Nyu. Lagi ngapain di sini?" tanyanya dingin.

"Beli rokok, tadi," jawabku singkat. Mataku nggak bisa lepas dari wajah masam dan kantung mata perempuan ini yang tampak jelas. "Apa kabar, Mal?"

Mala sejenak berinteraksi dengan bapak warung, sebelum kemudian ia berbalik dan merapatkan jaketnya. "Ya gini, deh. Nggak jelas. Eh, gimana, udah pengumuman, ya?"

Ada getir yang merambat di hatiku saat mendengar jawaban dingin Mala barusan. Tapi aku berusaha tetap tersenyum.

"Iya. Biasa lah, lulus semua. Tapi ya, you know," jawabku sepenuhnya enggan.

Mala mengambil barang belanjaannya kemudian melipir pergi dari warung itu, "Ya syukur, deh. Walaupun sebenarnya, kalau mau marah, bisa aja sih, urang buka semuanya. Ada apa di balik akreditasi sekolah incaran banyak orang itu," ujarnya satir.

Hening sesaat. Aku nggak tahu harus bagaimana.

"Terus, sekarang gimana, Mal? Ikut paket C?" tanyaku lagi.

"Nggak tahu lah, Nyu. Mungkin iya, mungkin nggak," jawab Mala malas, "Ya udah lah, urang cabut ya. Selamat buat kelulusannya," pamitnya kemudian pergi begitu saja.

Saat Mala berlalu, aku masih tertegun di sana. Lama. Sangat lama.

Banyak hal yang lalu berkelebat di kepalaku.

Kenapa aku nggak bisa berbuat banyak untuk mencegah Mala dikeluarkan dari sekolah, kenapa seolah aku cuma jadi pecundang yang terjebak di ekosistem toksik ini semua, dan jutaan kenapa lainnya yang terus mengikutiku sepanjang aku mengemudikan motorku kembali ke rumah.

Rumahku, yang tak lagi terasa seperti rumahku. Saat melihat Tanya terlelap di sofa, banyak sekali pertanyaan.

Satu yang paling besar, kenapa aku harus tetap bertahan?

Satu yang paling besar, kenapa aku harus tetap bertahan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌩️

Hai, Nilam Anjani.

Aku nggak tahu apa semua yang aku tulis ini bakal sampai ke kamu atau nggak. Mungkin iya, mungkin nggak. Saat kamu baca ini, aku tahu, kemungkinan besar, kamu jadi salah satu yang paling kaget.

Tapi satu hal yang harus kamu tahu, ini sepenuhnya keputusan aku dan nggak ada hubungannya sama sekali dengan kamu.

Jadi, aku mohon, jangan salahkan dirimu, atau siapapun.

Detik ini, ada banyak hal melintas di pikiran aku. Terlalu banyak sampai aku nggak tahu harus mulai dari mana. Beberapa mungkin udah pernah aku sampaikan ke kamu. Beberapa aku simpan sendiri.

Sampai aku di titik aku merasa nggak sanggup lagi untuk terus menyimpan semuanya. Untuk cuma bisa diam melihat kerusakan sekelilingku. Dan kenyataan bahwa aku nggak bisa ngapa-ngapain, aku nggak bisa.

Aku ngerasa banyak hal yang salah di hidupku.
Banyak hal yang salah di lingkunganku.

Saat aku kenal sama kamu, aku sempat mikir, kamu bisa jadi satu-satunya hal yang paling benar di antara sekelilingku yang salah. Tapi akhirnya kejadian di lab fisika itu mematahkan dugaanku.

Bahkan untuk menjaga kamu jadi satu-satunya yang paling benar di hidupku aja, aku gagal. Karen, lagi, saat itu, aku nggak bisa apa-apa.

Jadi, aku harap, kamu nggak akan salahkan diri kamu. Karena keputusanku ini sudah bulat, bahkan meski kamu minta aku untuk nggak melakukannya.

Dan—
Banyak hal, Nilam. Terlalu banyak hal, dan terlalu sedikit waktu.

Tapi satu yang aku ingin sampaikan ke kamu, saat kamu tanya soal cinta pertama.

It’s you.

Andai semudah ini menyampaikannya ke kamu langsung.

Terakhir, please, take care, Nilam.

Terimakasih sudah masuk ke kehidupanku. Nice to know you, always. Bahagia selalu, Nilam. Bahagia selalu.

Be well.
B.

🥀

High School Uncut (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang