"Aaaaaa!"
Dengan sigap, Alucard datang dari belakang lalu menarik Silvanna agar tidak ikut menabrak pagar pembatas seperti motor hitam yang dikendarai gadis itu. Silvanna terjungkal ke belakang dan berguling di rerumputan dekat pagar pembatas. Insiden itu membuat para penonton ricuh di tempatnya karena lokasi kecelakaan itu benar-benar di dekat garis finish. Secara otomatis, dua pembalap yang memimpin balapan itu harus rela kehilangan gelar malam itu.
🔶🔶🔶
Insiden kecelakaan itu membuat Selena dan Ling mengkhawatirkan Silvanna yang kini tengah ditangani dokter di UGD.
Selena berusaha terlihat tenang meski rasa khawatir menggerogoti hatinya. Sementara Ling yang terlihat frustasi di kursi tunggu.
Untuk ke sekian kalinya, Ling mengecek ke kaca kecil di pintu UGD untuk memantau keadaan di dalam. Namun, suster yang mendampingi dokter di ruangan itu menutup kacanya dari dalam. Mungkin agar kedua tenaga kesehatan itu lebih fokus menangani pasiennya.
"Gue bilang juga apa, dia tuh susah dibilangin!" kata Ling sambil menendang asal. Sikunya digunakan sebagai penopang yang disandarkan di tembok rumah sakit.
"Lo kayak yang nggak tau Silvanna aja. Kalo urusan balapan, pasti dia nggak mau dicegah," kata Selena yang duduk di ruang tunggu UGD.
Ling mengacak rambutnya frustasi.
"Awas aja, nggak akan ada lagi balap motor buat dia mulai besok!" tekadnya.
"Kalo lo bisa," celetuk Selena seperti mendengar perkataan pelan dari Ling barusan. "Silvanna ngambek dikit aja, langsung lo turutin. Disenyumin dikit, langsung lemes kan lutut lo?!" duga Selena yang memang sudah bisa menduga kelakuan Ling kalau di depan Silvanna.
"Berisik!"
Selena tersenyum miring. Ia bangkit dan menyandarkan lengannya di tembok menyamping. "Boy, udah nggak ada halangan lagi buat lo bareng sama Silvanna. Sebelum ada cowok lain yang bisa bikin dia move on dari Alpha."
"Kalo pun waktunya ngedukung, udah gue manfaatin dari dulu, Le!" sahut Ling nggak terima.
"Jangan nyalahin waktu. Lo nya aja yang nggak niat!" sahut Selena gregetan. "Kalo aja ada alat parut di sini, gue udah parut pala lo kek kelapa!" Selena kembali duduk dengan dongkol setelah menghentakkan satu kakinya ke lantai. Gadis seksi ini memang terkenal kejam.
Ling hanya mencibir. Perkataan Selena barusan berhasil membuat mentalnya acak-acakan. Tapi apa yang dikatakan gadis itu ada benarnya juga. Waktu tidak akan menunggu, ia terus berjalan maju. Tepat atau tidak tepatnya suatu momen, hanya perasaan semata. Sempat tidak sempat tergantung niat pemiliknya. Waktu hanya menyediakan ruang enam puluh menit untuk satu jam dan dua puluh empat jam untuk sehari. Tinggal manusianya saja yang harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin.
Seorang dokter melangkah keluar disusul asistennya di belakang tengah menutup pintu. Ling dan Selena sontak bangkit dan berdiri sejajar untuk mendengar penjelasan lebih detail dari sang dokter.
"Teman kalian tidak apa-apa. Hanya shock dan tubuhnya banyak memar akibat gesekan aspal. Tidak ada luka dalam atau patah tulang. Tolong cegah dia untuk melakukan hal-hal ekstrim dulu." Pesan sang dokter yang langsung didengar oleh Selena dan Ling.
Selena mengangguk mengerti. "Apa sekarang kami boleh melihatnya, Dok?" tanya Selena.
"Ya, kalian boleh masuk. Tapi jangan sampai menganggu istirahat pasien." Dokter itu tersenyum singkat sebelum berpamitan.
Bergegas Ling meraih gagang pintu dan membukanya. Ruang IGD yang tampak sepi, hanya diisi oleh Silvanna seorang diri yang sudah terduduk di brangkar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rider Angel
FanfictionUntuk menutupi kabar pacarnya yang sudah meninggal akibat kecelakaan motor di track road race, Silvanna rela memegang peran ganda. Gadis ini harus mengimbangi 'suka dan tidak suka' untuk menjalani kenyataan hidupnya. Jalanan bukan kehidupannya, sert...