15. Another Project

58 15 30
                                        

Granger memegang setangkai mawar merah yang dibelinya tadi pagi. Dorongan angin dan rasa iba pada si penjual mawar yang berkeliling selama lampu lalu lintas berwarna merah. Granger membelinya setangkai dan entah untuk apa. Buktinya, ketika ia sampai di ruang kerjanya, mawar itu hanya ditatapnya.

Kring...

Suara telepon mengempas lamunan Granger. Ia lekas mengangkatnya.

"Permisi, Pak. Ada perwakilan Paxley Group ingin bertemu Anda," suara sekretarisnya di seberang telepon sana.

"Persilakan masuk, Lylia." Granger segera mengakhiri panggilan itu sebelum pintu ruangannya terbuka dari luar beberapa detik kemudian.

"Aamon," Granger segera bangkit untuk menyambut kawan lamanya. Mereka melakukan tos lalu duduk bersama di sofa ruangan mewah itu.

"Gimana Brazil? Udah ketemu sama pemain bola idol lo?" canda Granger.

Aamon hanya tertawa tipis mendengar lelucon garing sahabat lamanya itu. "Sialan. Dikiranya gue ke Brazil buat nonton bola?"

"Well, gue ambil hidangan buat lo." Granger kembali berdiri untuk menuju telepon di mejanya. "Lylia, hidangkan dua cangkir coffee latte, segera." Setelah mendengar persetujuan dari sekretarisnya, Granger kembali duduk di sofa.

"Mumpung lo di sini, gue mau nanya satu hal. Lo jarang masukin onderdil motor lagi ke bengkel gue. Why?" tanya Granger.

"Some problem, Gran," jawab Aamon lemas. "Manager finnance gue nggak bener. Hal itu berpengaruh besar ke ongkos produksi and pendapatan kantor."

"Oh God," respon Granger miris. "Lo udah coba selidikin?" tanya Granger.

"Gue udah yakin dia pelakunya. Cuma masalahnya, gue juga curiga sama beberapa staff di sana. It's a fucking chaos in my office!" Aamon terlihat begitu stress. "Gusion bener-bener nggak bisa mimpin perusahaan gue." Dia menyebutkan nama salah satu adiknya yang tidak cukup pintar menangani masalah-masalah kantor.

"Adik lo masih labil. Apalagi dia baru lulus kuliah, kan? So, lo harus segera selametin perusahaan lo," usul Granger.

"That's why I meet you here! I need your help," harap Aamon dengan suara rendah.

"What can I do?"

"Bantu gue selidikin kasus-kasus di kantor gue."

Granger berpikir sejenak. Ia sadar kalau dirinya tidak punya kemampuan menyelidiki sesuatu, kecuali stalking sosial media seseorang.

"Gue nggak berani sewa penyelidik terkenal karena gue takut reputasi Paxley Grup yang udah gue dan bokap gue bangun, hancur gitu aja," tutur Aamon. "Yang penting mereka bisa diandelin dan bersedia menutup rapat project ini dari pihak manapun."

Granger memutar arah duduknya untuk berhadapan dengan Aamon. "Begini, beberapa waktu lalu gue pake jasa penyelidik yang belum begitu populer di sini. Namanya Club Rider Angel. Gue punya kontaknya dan siapa tau bisa bantu nyelesaiin masalah lo. Gimana?"

"Gue harus tau dulu, mereka bener-bener kerjanya atau.."

"Testimoninya gue sendiri," potong Granger dengan suara yang meyakinkan. "Gue nggak akan bohong sama lo."

Aamon mengangguk-angguk. Tidak ada salahnya untuk mengikuti saran sahabat lamanya itu. Dan sekarang mereka masih menunggu coffee latte yang belum juga disuguhkan oleh seseorang dari luar sana.

---

"Kayaknya bener ini deh, Nat!" sahut Silvanna lalu turun dari motor Nathan. "Paxley Group." Silvanna mencocokkan nama tempat yang ia dapatkan melalui calon klien barunya beberapa jam yang lalu.

Rider AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang