Bab 5

46 43 34
                                    

Amira sekali-kali melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam sudah menunjukkan pukul 9 lewat 15 menit. Dia sudah terlambat 15 menit. Jika, dia masuk sekarang. Pasti akan ditanyai banyak hal. Namun, bila ia tidak masuk, nanti rugi di dirinya. Tolonglah. Bu Hasna dosen yang sering mengadakan kuis atau ujian secara dadakan, yang akan berimbas pada IPK-nya.

Amira menaruh jari telunjuknya di atas dagu. Berpikir tentang apa yang harus ia lakukan sekarang? Masuk atau tidak. Tapi, sudah 15 menit ia terlambat. Sedangkan dispensasi jika ingin masuk adalah 10 menit.

Tring!

Sebuah pesan masuk, dari ponsel yang berlogo gambar apple di belakangnya itu. Pesan dari salah satu teman kelasnya, yang duduk bersebelahan dengan dirinya. Maklum, selama 6 semester berkuliah di kampus ini. Amira tidak pernah terlalu dekat dengan seseorang. Apalagi, menjadikannya sahabat.

Trauma yang membekas di hati Amira belum bisa pulih. Persahabatan yang terjalin pernah ia jalani, pertemanan dekat yang sangat dekat. Tidak pernah bertahan lama. Setiap orang yang berteman dengan Amira, hanya ingin memanfaatkan dirinya. Bahkan, sering membicarakan dirinya dari belakang.

Hingga sekarang membuat Amira sangat sulit, untuk membuka ruang di hatinya, membiarkan orang-orang kembali mendekat pada dirinya.

[Mir? Buruan masuk gih. Bu Hasna, ngadain ujian dadakan nih!]

Amira menghela napas pelan. Ketika membaca salah satu notifikasi dari teman kelasnya itu. Bagaimana ini? Amira bergelut dengan pikirannya sendiri.

Amira memejamkan mata. "Lebih baik, gue masuk aja. Daripada nggak dapet nilai nanti."

Amira mengembuskan napas, tangannya mulai membuka knop pintu.

"Assalamualaikum," ucap Amira menatap wanita paruh baya, berperawakan tambun, dengan kaca mata yang bertengger di hidungnya yang mancung. Mata belo itu menatap Amira dengan tatapan marah. Seolah dengan tatapannya dapat menghunus Amira dengan sekali tatapan.

"Walaikumussalam. Kenapa bisa terlambat. Amira?!"

Wanita paruh baya, yang bernama Bu Hasna itu melangkah mendekat ke arah Amira, dengan tatapan tajam yang terus ia berikan pada anak didiknya itu. Membuat Amira meneguk salivanya susah payah.

"Ma–maaf, Bu."

Bu Hasna berdiri tepat di hadapan Amira sekarang. "Kamu tau'kan, hukuman yang biasanya saya berikan, pada mahasiswa yang terlambat pada jam mata kuliah saya."

Amira mengangguk. "Iya Bu. Hukumannya, jika terlambat lebih dari 10 menit, tidak boleh mengikuti jam mata kuliah Bu Hasna dan menunggu di luar."

"Benar!" Bu Hasna terus menatap Amira. "Sekarang lihat jam yang berada di pergelangan tanganmu."

Amira menangkat tangannya, dan melihat jam yang berada di pergelangan tangannya, yang sudah menunjukkan pukul 9 lewat 19 menit.

"Jam berapa, Amira? satu menit lagi, bukan menunjukkan pukul 9 lewat 20 menit, dan kamu masih berani masuk jam mata kuliah saya!"

Amira meneguk ludah, tak sengaja matanya melihat ke arah wanita yang memberikan pesan kepada dirinya, yang sekarang menahan tawa. Menatap dirinya dengan tatapan mengejek. Teman yang pernah menjadi sahabatnya itu memang tidak pernah berubah dari dulu.

"Maaf Bu. Akan tetapi, kata Dini sedang ujian. Makanya saya memberanikan diri untuk masuk."

Amira menegakkan kepala. Ia benar kenapa ia harus takut! Ia menatap Bu Hasna, yang tersenyum tipis melihatnya itu. "Memang benar, terus jika ujian. Apakah kamu berhak untuk datang terlambat dan tetap mengikuti ujian pada maya kuliah saya?!"

Istikharah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang