Bab 10

25 28 12
                                    

"Kak Azka!"

Azka tersenyum lembut, saat Amira memanggil namanya. Ia sangat merindukan perempuan ini.

Sepersekian detik mereka saling bertatapan, tatapan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, hanya mereka yang tahu.

Gara menggepalkan kedua tangan, gigi bergemelatuk, ia benar-benar tidak suka melihat pemandangan yang berada di hadapannya ini, yang sangat menjijikkan menurutnya.

"Haha!" Ia tertawa terbahak-bahak, hingga membuat Azka dan Amira memutuskan kontak mata mereka. Beralih menatap dirinya.

"Ada apa ini, apa seorang Azka bisa mencintai?" tanya Gara, ia berdiri sembari tangannya menepuk pelan celana jeans yang ia kenakan.

"Kalau iya, memang kenapa?" Azka menatap datar musuh bebuyutannya itu, seolah tidak menganggap lelaki di hadapannya ini seorang manusia. Ia benar-benar tidak suka, apa yang sudah ia sukai diganggu kenyamanannya.

"Ternyata anak hasil broken home, bisa jatuh cinta juga." Lelaki itu tertawa dengan kerasnya, tanpa memedulikan perutnya yang nyeri akibat tendangan kuat dari Azka.

Tatapan Azka menajam, tangannya terkepal kuat hingga membuat buku jarinya memutih.

"Diam! Atau—"

"Atau?" tanya Gara menantang.

Azka maju berdiri tepat di hadapan Gara. Kemudian, ia berbisik pelan, "Lo enggak akan bisa lihat matahari keesokkan harinya." Lalu Azka berbalik dan melirik Amira menggunakan ekor matanya agar berjalan lebih dulu.

Tubuh Gara gemetar, kata-kata itu begitu dingin dan menusuk. Membuat ia takut, tetapi cintanya pada Amira benar-benar membuat ia gila.

Gara berdiri, mendekati Azka dan akan menonjok wajah lelaki itu. Namun, ia terlalu gegabah hingga membuat dirinya yang malah tertonjok hingga hidungnya mengeluarkan bunyi gemertak dan berdarah.

Wajah Gara pucat pasi. Azka mendekat, mencengkram erat dagu lelaki yang sudah tidak berdaya dihadapannya.

"Jangan bermain-main sama gue. Karena kalau udah dalam lingkup permainan, lo tau sendiri'kan, apa akibatnya?!"

"Lepasin gue, brengs*k."

Azka tersenyum sinis dan melepaskan cengkeramannya lalu pergi diikuti Amira.

***

Azka dan Amira berjalan beriringan, suasana di antara mereka berdua, sangat canggung, tidak ada yang mau membuka pembicaraan, sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

"Kok, kak Azka, bisa ada di sini?" tanya Amira, mencoba memecahkan keheningan di antara mereka.

"Hanya jalan-jalan."

"Sampai ke kampus ini?"

Azka tertawa. "Iya."

Amira tersenyum tipis dan mengangguk. "Makasih, Kak," ujarnya dengan nada gemetar.

Nada gemetar itu terdengar oleh Azka, membuat Lelaki dengan manik mata hitam itu menghentikan langkah sejenak dan menatap Amira. "Lo takut sama gue?"

"Eng-nggak."

Azka menghela napas pelan. "Gue ngelakuin itu, biar dia enggak berani macem-macem lagi sama lo."

Amira mengangguk.

"Kalau dia masih gangguin lo, bilang sama gue. Biar gue patahin tangannya juga!"

Amira yang mendengar perkataan kakak kelas di hadapannya ini, seketika menggeleng dengan cepat. "Ja-jangan, kayak gitu juga."

Istikharah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang