"Ta-tapi, tadi Tante Tessy, nelpon kita dek," ucap Kak Kevin, yang membuat jantung Amira berdetak kencang.
"Apa yang dikatakan tantenya itu?"
Amira menghela napas pelan. Berpikir keras, alasan apa yang bisa membuat kedua kakaknya tidak akan khawatir pada dirinya. Yah, walaupun mereka pun sudah mengetahui. Bagaimana hubungan antara dirinya dengan Tante Tessy?!
"Dek?"
"Ah iya, Kak."
Amira meneguk saliva. "Tante Tessy bilangnya gimana tadi, Kak?"
Kedua kakaknya tersenyum tulus, dari gerak gerik Amira sedari tadi mereka berdua sudah bisa menebak apa yang terjadi sebenarnya. Adik kecilnya itu tidak akan bisa berbohong. Seberapa keras ia mencoba untuk berbohong. Ia tidak akan bisa membohongi mata kedua kakaknya.
"Dia bilang kamu langsung pulang tadi, setelah ngobrol dengan Wak Elin dari Bali," jawab Kevin dengan mata yang terus memperhatikan. Begitu pula dengan Devan, matanya tidak lepas dari gerak-gerik adik bungsunya itu
Amira mengangguk mengerti. Ia terlalu khawatir tadi. Tidak mungkin Tante Tessy akan berkata yang tidak-tidak. Tante Tessy pasti tidak ingin nama baiknya tercemar. Terlebih pada kedua kakaknya. Ia pasti akan berbicara sangat manis.
"Oalah, iya. Tadi emang ngobrol tentang masalah bakso, dengan Wak Elin."
Mereka berdua terus tersenyum. "Bakso cabe rawit pasti," ujar Devan tepat, membuat Amira tersenyum semringah.
"Kak Devan tau aja."
Devan tersenyum tipis. "Terlalu mudah, lo kan emang suka makanan yang serba pedas kayak gitu, Dek."
Amira menggaruk tengkuk yang tak gatal. Kak Kevin dan Kak Devan, emang benar-benar mengetahui semua tentang dirinya.
***
Adzan subuh berkumandang, membangunkan umat islam untuk menyegerakan salat subuh.
Wanita yang memakai piyama tidur, berwarna pink itu. Sudah menggosok gigi dan membasuh muka, bergegas mengambil wudhu untuk menjalankan salah satu kewajiban dirinya sebagai umat islam.
Lantunan-lantunan do'a ia panjatkan pada sang maha kuasa yang telah memberikannya kenikmatan atas segala kehidupan yang ia jalani.
Orang tua yang masih lengkap dan selalu menyayangi dirinya, kedua kakak yang begitu mengerti, melindungi, dan begitu menyayangi dirinya. Bahkan, kedua kakaknya ini sangat posesif pada dirinya, yang tak pernah bisa diam di satu tempat.
Serta, keluarga besar yang lengkap dan begitu menyayangi dirinya. Yah, walaupun terkadang ada beberapa yang tidak menyukai dirinya. Tante Tessy misalnya.
Amira terus memanjatkan do'a semoga orang-orang yang ia sayangi diberikan kesehatan, dan segala hal yang mereka inginkan tercapai.
"Aamiin," ujar Amira dan mengusapkan tangannya ke wajah.
Setelah itu ia tangannya mengambil Al-Quran yang sudah berada di sebelah sajadahnya. Surah Ar-Rahman menjadi pilihannya. Lantunan-lantunan surah Ar-Rahman, terdengar merdu saat Amira melantunkannya.
Dulu ... Amira mempunyai cita-cita, jika suatu saat ada seorang lelaki yang ingin menikahi dirinya. Ia tidak terlalu menginginkan mahar yang mahal dan berlimpah. Tapi, ia ingin maharnya adalah Surah Ar-Rahman. Surah yang berisi ungkapan cinta dari Allah kepada umat-Nya.
Lagipula, bukankah dalam islam sebaik-baiknya wanita adalah yang tidak pernah memberatkan maharnya.
Amira pun begitu, ia tidak ingin memberatkan lelaki yang akan menikahi dirinya nanti dengan mahar yang sangat banyak dan mahal. Cukup Surah Ar-Rahman yang hapalkan dan lantunkan dengan fasih, sudah lebih dari cukup bagi Amira.
Amira menyudahi bacaan ayat suci Al-Quran, bergegas membereskan kamar dan rumah. Sebelum berangkat kuliah.
Langkap kakinya, melangkah keluar menuju dapur. Tidak ada siapa-siapa, sudah bisa Amira tebak. Kedua orang tuanya pasti sudah pergi malam tadi. Terbukti ada satu kertas kecil yang sudah menempel di kulkas.
'Ummi sama Abi, ada kerjaan bentar dek. Jadi, kemungkinan pulangnya nanti pagi. Kamu jangan lupa sarapan sebelum pergi kuliah, Ummi nggak sempet masak, kamu panasin aja makanan tadi malam, sebelum kita pergi ke rumah Tante Tessy.'
"Iya Ummi," jawab Amira pelan, menjawab isi dari pesan Umminya itu.
Sebenarnya tanpa membaca surat itupun. Amira sudah mengetahui bahwa Abinya pasti pergi tengah malam sekali untuk berangkat ke perusahaan. Makanya Amira langsung salat sendirian tanpa harus menunggu panggilan kedua orang tuanya.
Pertama, Amira sudah melihat raut wajah serius Abinya itu sejak malam sebelum mereka pergi ke acara Tante Tessy. Dirinya sudah bisa menebak pasti ada sesuatu yang tidak beres.
Kedua, Umminya pasti akan menggedor kamarnya untuk segera ke bawah, untuk menjalankan salat berjamaah di mushola kecil di rumah mereka. Tapi, hingga tadi saat ia langsung menunaikan salat tidak ada teriakan dari sang Ummi.
Kedua hal itu, sudah menjadi tolak ukur yang cukup untuk mengetahui bahwa Ummi dan Abi telah pergi malam hari untuk kerja.
Mata Amira sudah melihat ke dalam isi kulkas yang berisi banyak sekali makanan ringan, sayur-sayuran yang masih segar, dan makanan tadi malam yang masih tertutup rapat dalam tupperware. Perutnya pun sudah keroncongan sejak malam tadi. Karena, tidak sempat sarapan di rumah Tante Tessy.
Padahal, ia benar-benar tidak makan sama sekali, agar sewaktu di rumah tantenya itu, ia benar-benar bisa menikmati makanan. Nyatanya tidak, ia hanya menyakiti dirinya sendiri.
Amira menarik dan menghembuskan napas pelan. "Maafkan diriku, perut," ujar Amira dan mengelus perutnya yang terus berbunyi.
Tangan Amira mengambil tupperware yang berisi makanan itu, untuk segera diangetkan serta beberapa makanan ringan, untuk mengganjal perutnya sebentar.
Semerbak ayam rendang kesukaan dirinya, benar-benar menggoda Amira saat di buka. Membuat perutnya semakin keroncongan.
Amira meneguk ludah. Saat memanaskan ayam rendang itu. Sejujurnya ia pun tidak harus sarapan nasi. Roti dan susu biasanya menjadi sarapan ia setiap pagi.
Tapi nyatanya sang Ummi lebih mengerti, bahwa anak bungsunya ini sudah kelaparan sejak tadi malam. Hanya saja, terus menahan diri agar terlihat tidak apa-apa dan tidak lapar. Sejak tadi malam setelah berbincang dengan kakaknya itu, ia langsung tertidur saja.
Tanpa memberikan makanan pada perutnya yang sudah keroncongan. Hanya, meminum segelas air putih dan makanan ringan, yang memang selalu ada di kamarnya.
"Alhamdulillah," ujar Amira mengelus perutnya yang terus berteriak kelaparan. Saat mata Amira melihat ayam rendang yang merahnya saja sangat menggoda.
Jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi, masih sangat pagi untuk makan rendang yang pasti sangat pedas itu, dan lebih pastinya lagi akan membuat perutnya sakit.
Tapi, dia adalah Amira, ia merasa selalu tidak apa-apa jika sudah dikaitkan dengan makanan pedas mau pagi, malam ataupun siang. Baginya tidak apa-apa saat makan pedas. Perutnya telah bersahabat dengan makanan pedas. Yah, walaupun sekali-kali perutnya akan sakit nantinya.
Dering ponsel Amira berdering, terbaca jelas disana pesan dari sang Ummi.
"Rendangnya jangan dimakan, makan sayur yang lainnya aja dek. Inget, nanti kamu maaf loh, dek."
Amira tersenyum tipis. "Ummi, maaf udah terlambat, Amira udah dipanasin, sayang. Di urungkan entar mubazir."
Makanan rendang itu terus Amira makan dengan lahap. Hingga, ponselnya kembali berdering dan kali ini Umminya itu menelpon Amira dengan video call.
"Gimana dong rendangnya udah hampir habis lagi?" Amira panik, pasti nanti Umminya meminta untuk memperlihatkan sayur rendang.
Amira menggeser tombol hijau, dan akan mengucapkan beribu kata maaf. Namun, saat ia akan membuka mata. Pintu rumahnya terbuka. Membuat kedua bola Amira membulat dengan sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istikharah Cinta
SpiritualitéJangan lupa follow ig: @Imajinasi_Ar, ya😁 Blurb Menjadi anak perempuan satu-satunya, tidak semenyenangkan yang ada dipikiran orang-orang. Terlalu dimanja. Hingga tidak bisa mandiri. Hal itu yang dialami oleh Amira. Membuat ia melarikan diri dari ru...