23. Pergi dari rumah

55 8 0
                                    

⚠️ Masalah mental, Masalah keluarga, Self harm.

Btw mohon bgt ini mahh dikomen atau kasih masukan, soalnya aku mau tau kalian sebenernya suka dan nyambung ngga sih sama masalah yang ada di cerita ini:((((, kalo gamau komen DM aku di wattpad juga it's okay thats love:((((((, terimakasih<3.













"aa minta maaf ma, demi tuhan aa ngga sadar ngomong gitu ke Arsya" isak tangis yang aku dengar dari a Dery di jam 2 pagi saat aku terbangun dan sadar bahwa sudah berada di kamar bang Tian saat ini.

Pintu kamar bang Tian terbuka sedikit sehingga aku dapat mendengar beberapa percakapan di luar kamar, "mama harus bilang apa ke Arsya der?" kemudian suara pilu dari bibir mama seakan menusuk gendang telinga, aku menutup dua mata dan telingaku rapat-rapat, lalu menangis tanpa suara.

Seseorang menarikku dalam dekapan kuat, menuntun kepala ku agar bersandar pada bahu nya, aku menghirup aroma tubuh yang selalu mampu membuatku aman, "Arga disini" katanya.

Aku membuka mata perlahan dan mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar bang Tian, mungkin hampir 7 tahun aku ngga pernah mau ke kamar ini setelah kejadian itu.

"papa kalo ternyata ada perampok sembunyi disini gimana?"

"asya jangan lepasin tangan papa oke?"

"oke" jawabku dengan suara yang sudah bergetar karena mau nangis aja, umurku mungkin sekitar 12-13 tahun saat itu, rumah gelap karena mati lampu, dan hanya ada aku dan papa dirumah.

Lalu entah dari mana asalnya ada seorang pria yang membekapku membuat genggaman tangan antara aku dan papa terlepas, aku teriak namun teredam karena bekapan yang dia berikan ngga main-main, bahkan mungkin tulang wajahku hampir remuk.

"ARSYAAAA!"

Aku menangis mendengar suara papa, dan mengigit tangan busuk penjahat yang membekapku ngga ngotak, bekapannya terlepas namun sedetik kemudian dia menarik rambut ku, aku teriak.

"brengsek!" kata papa waktu itu dan melempar bingkai foto bang Tian dan pacarnya ke arah si penjahat tadi.

"wow, tuan wataya" katanya, aku masih ingat jelas suara nya sampai detik ini.

Sorot samar lampu cahaya dari ponsel papa yang terbanting entah kemana sedikit memberikan penerangan pada ruangan ini, aku bisa melihat wajah papa menegang setelah menyadari suara milik siapa tadi.

Aku hanya bisa menangis dan memejamkan mata karena orang ini masih menarik rambut ku dengan kuat, "jangan Arsya, saya mohon" lirih papa.

Satu benda keras menekan pelipis bagian kanan ku membuat papa kembali teriak histeris, "tanda tangan kontrak nya sekarang atau dia mati" ucap laki laki ini.

"orang gila!"

"tuan wataya, tanda tangan" dia mengulurkan satu map berwarna merah kehadapan papa, papa diam tak bergeming sedikitpun.

Aku ngga terlalu ingat dengan apa yang terjadi selanjutnya setelah itu, namun,

Kulit kepala ku mungkin hampir lepas jika saja papa ngga langsung menarik aku kuat malam itu.

"WATAYA!"

"bunuh saya" kata papa, lalu suara ledakan terdengar membuat kedua mataku refleks terpejam.

Lampu menyala dan aku terjatuh dalam pelukan papa yang sudah berlumur darah.

"PAPAAAAAAAAA"





[2] Day After Day|Sungchan ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang