"kamu beli dua kamera ini guna nya buat apa sih yang?" tanya saya kepada Arsya yang sekarang tengkurap di atas kasur sibuk mengambar di ipad miliknya.
"buat ngevlog, kan aku tadi udah bilang" jawabnya.
"kamu beliin aku ini nyuruh aku ngevlog juga?" tanya saya sedikit terkejut, mengambil kamera di dalam kotak berwarna hitam yang di berikan Arsya ke saya tadi.
Dia berbalik badan menghadap saya yang sekarang sibuk mengotak-atik kamera pemberiannya, menyandarkan kepala nya pada bahu kiri saya dan memeluk saya dari belakang, "kamu bisa rekam semua kegiatan kamu, bicara semua hal mengenai hari-hari kamu, apapun, rekam semuanya disini, dan aku juga akan lakuin hal yang sama" jelasnya.
Saya menoleh mengerjapkan mata beberapa kali mencoba memahami maksud perkataannya, "kamu bisa ungkapin semua hal disini, semua yang ngga bisa kamu bilang ke aku ga" saya masih menatap dua matanya, Arsya tersenyum tipis kemudian mengecup singkat pipi kiri saya dan kembali berbaring di atas tempat tidur.
Saya ikut tersenyum setelah paham dengan apa yang dia maksud, menaruh kamera di atas meja, dan ikut berbaring di sampingnya.
"ga, mmm kalo misalnya aku yang lebih dulu pergi, kamu bakalan cari pacar baru apa enggak?" tanyanya yang membuat saya menatapnya dengan pandangan datar, "ngomong apa?" saya tanya dengan nada dingin.
"kematian tuh bisa kapan aja tau! kamu emang sakit tapi kalo tuhan mau ambil nyawa aku lebih dulu biar kamu patah hati dulu sebelum mati, gimm-" saya marah dengan ucapannya, dan langsung mencium bibir nya secara kasar, belakangan ini saya sangat menghindari berbicara kasar kepada Arsya, berusaha berhenti menbentak Arsya saat dia berbuat hal yang tidak saya suka, berhenti membanting barang ketika saya marah, dan mengganti semua kebiasaan itu dengan mencium bibirnya.
"aku marah, kamu tau kan?" tanya saya sambil mengusap pelan bibirnya dengan ibu jari saya, dia menatap saya dengan sedikit ketakutan yang terpancar disana, "obrolin hal yang lain ya? aku ngga suka kalo kamu ngebahas soal kematian kayak tadi sya"
"maaf, tapi aku serius bilang yang tadi ta-"
"Arsya" tegas saya memanggil namanya, "iya nggakkkk, kamu tuh ngga asik banget emang, aku mau obrolin apa ya? cium lagi aja boleh ngga?" candanya, saya sedikit tertawa dan mengecup bibirnya sekali lagi dengan lembut, "kemarin lusa Jeno jadi nginep dirumah?" tanya saya memulai obrolan, agar Arsya tak lagi berbicara hal-hal aneh seperti tadi.
"oh iya aku lupa cerita, kemarin malem Jeno nginep dirumah kan ya, terus ngajak nonton film ga jelas tau bii, masa cuman gara-gara anjing nya meninggal mereka ke tengah hutan terus kata kakak nya mereka mau jalan ke neraka gitu, judulnya apa ya itu? Antrum deh kalo ngga salah, terus pas baru mulai kayak di kasih peringatan mau lanjutin nonton filmnya atau ngga, dikasih waktu 30 detik buat mikir gitu" ceritanya sambil memeluk saya dari samping, menaruh kepala nya di atas dada saya dan jarinya bergerak membuat pola pola abstrak di atas dada saya.
"aku ngga tau sih itu film seremnya dimana, kayak yang APAANSIHH?? gitu",
"itu juga kalo kakak nya ngga nipu adek nya kan ngga akan jadi begitu""ya kalo ngga begitu ngga akan ada dong filmnya!" tegas saya sambil memainkan rambutnya, dan mencium aroma harum darinya.
Setelah meminta Andy mengambil satu buah suntikan yang saya bawa atas permintaan Mbak Dara dan tante Eugene kemarin, Arsya teriak dengan keras tanpa kendali, membenturkan kepala ke dinding dibelakangnya membuat kulit kepala nya robek dan mengeluarkan banyak darah, susah payah saya mengangkat tubuhnya yang masih memberontak, meminta bang Haechan untuk cepat menyuntik Arsya agar dia tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Day After Day|Sungchan END
Fanfic[Day After Day] 'About us, and 1001 feelings' ⚠️ Family issues, Mental issues, Self harm. PG-15 Start: 2 Februari 2021 End: 18 November 2021