Sesederhana embun mencintai daun, sesederhana itu pula kebahagiaan seseorang; Berbagi tawa dengan orang yang dikasihi.
°°°
Suara deringan ponsel membuat Ayra terganggu. Mata perempuan itu menyipit untuk menyesuaikan cahaya. Dan setelah nyawanya terkumpul sepenuhnya, dirinya baru sadar bahwa masih berada di ruang baca dan ketiduran. Ah, buku tentang kesehatan bisa jadi obat paling mujarab untuk cepat tidur.
"Maaf karena suara hapeku kamu jadi bangun."
"Astagfirullah." Ayra terperanjat sambil menatap ke sampingnya. Tangannya memegang dadanya yang berdetak cepat karena kaget.
Sejak kapan Jendra berada di sini? Kenapa dirinya baru sadar? Dan, ah ya, Ayra baru ingat bahwa ponselnya ditinggal di kamar. Jadi suara dering tadi berasal dari ponsel suaminya.
"Kamu udah pulang?" tanya Ayra mencoba untuk berbasa-basi.
Jendra terkekeh, mengundang kerutan di kening Ayra yang kebingungan. Hey, dirinya sedang bertanya. Dan apakah pertanyaannya terdengar lucu?
"Buktinya aku di sini."
Ayra meringis. Itu yang membuat Jendra terkekeh, pikirnya. "Maksudku, sejak kapan?"
"Sejak ... kamu mendengkur?"
Ayra melotot, tangannya refleks meninju lengan kekar Jendra. "Enak aja. Aku enggak pernah mendengkur, ya!"
"Mau aku kasih tau videonya?"
"Mana? Eh?"
Ayra terdiam beberapa saat. Videonya, katanya? Matanya kembali melotot, kali ini dirinya mencubiti lengan Jendra berkali-kali sampai-sampai lelaki itu meringis.
"Jangan dibiasain enggak sopan sama orang, ya. Orang lagi tidur malah divideoin. Mana hape kamu? Siniin enggak?!" amuk Ayra langsung, tak peduli pada Jendra yang masih meringis kesakitan namun tak ayal terkekeh karena merasa lucu.
"Aw, aw. Iya lepasin dulu, Ay. Sakit tau," keluh Jendra seraya menghentikan aksi tangan kepiting itu. Kulit lengannya terasa panas karena lengan kemeja panjang yang dikenakannya sudah ia lipat sebatas siku. Cubitan Ayra memang tak pernah berubah sedari dulu. Dan Jendra tak pernah merasa kapok dengan itu.
"Siniin dulu hapenya!" Ayra masih berusaha mencubit lengan Jendra.
"Aw. Aduuuh. Becanda aja kali, Ay. Enggak serius aku videoin kamu lagi tidur," terang Jendra yang kemudian membuat Ayra menghentikan aksinya.
Mata Ayra menyipit tak percaya. Jendra yang ditatap seperti itu langsung menganggukkan kepalanya mantap. "Serius, aku enggak bohong. Buat apa videoin kalo bisa mandangin kamu tidur tiap malem nantinya."
Kemudian, keduanya saling menatap lamat.
°°°
Langkah kaki jenjang itu bergerak menaiki satu per satu anak tangga menuju kamarnya dengan begitu pelan. Tinggal lima anak tangga lagi, Ayra memutar tubuhnya hendak turun kembali namun langkahnya terhenti.
Hey, apa yang salah dari gombalan seorang suami kepada istrinya? Ayra merasakan hawa panas menjalari pipinya.
Sial! Hanya dengan kata-kata Jendra mampu membuatnya tersipu. Ayra adalah perempuan normal yang akan merasa malu-malu mau jika digoda oleh lelaki waras, apalagi lelaki itu Jendra yang bisa dikatakan idaman.
Jendra tampan dengan pipi yang tidak terlalu chubby juga tidak terlalu tirus, rahangnya kokoh, alis yang indah, juga hidung yang mancung. Jendra memiliki sorot mata yang begitu lembut nan menenangkan namun bisa berubah menyeramkan di saat-saat tertentu. Kalau senyum, matanya akan melengkung membentuk bulan sabit dengan begitu sempurna. Jendra juga memiliki tubuh yang proporsional, tinggi tegap dengan otot-otot yang pas di bagian tertentu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LITHE [END]
RomanceApa semuanya akan berjalan dengan baik? Pertanyaan itu yang selalu memenuhi isi kepala seorang Ayra. Setiap hari, setiap ia mengingat kenyataan yang sedang dijalaninya, pertanyaan itu semakin menggila menghantam pikirannya. "Ay, kita harus--" "Aku m...