Lithe | Prolog; Satu Hari Ketika SMA

1.6K 99 11
                                    

Sebab ada beberapa hal yang tak harus diungkapkan. Seperti sebuah perasaan suka, misalnya.

°°°

"Pokoknya gue enggak terima!"

Kalimat itu entah sudah berapa kali diucapkan oleh Ayra sejak tiga jam yang lalu. Gadis itu masih menangis padahal matanya sudah bengkak, hidungnya juga sudah memerah seperti badut. Dan suara kriuk-kriuk yang sengaja Jendra ciptakan saat memakan keripik singkong membuat Ayra mendelik dengan mata sembabnya.

"Bisa enggak, sih, lo enggak usah berisik?"

"Bisa enggak, sih, lo enggak usah komentar?" balas Jendra tak mau kalah. "Udah gue temenin juga," cibirnya kemudian.

Di tempatnya, Ayra melempar kemasan susu kotak ke arah Jendra namun lelaki itu dengan cepat berkelit seraya menjulurkan lidahnya tanda mengejek.

"Bisa diem enggak lo?" murka Ayra, muak sekali melihat wajah sahabat dari jaman popoknya.

"Enggak. Emang gue patung manekin di mall?"

Ayra tergelak. Jendra memang orang ter-random yang pernah ia temui, namun ia tak pernah mengira jawaban semacam itu akan meluncur dengan bebas di mulut nyinyir lelaki itu. Untuk beberapa saat Ayra dibuat terkekeh sebelum akhirnya kembali cemberut mengingat kisah cintanya yang kandas begitu saja.

"Eit, eit, jangan nangis lagi dong," cegah Jendra heboh, dengan segera lelaki itu beranjak menghampiri Ayra yang duduk di atas sofa. "Sumpah, Ay, lo udah mau ngalahin setan seramnya." Jendra terkekeh, tergelak dengan ucapannya sendiri dan tak perlu menunggu semenit, kepalanya sudah digeplak oleh Ayra.

Ayra kembali menangis kencang membuat Jendra mengembuskan napasnya keras-keras. Lelaki itu mendengkus. Kelingkingnya mengorek-ngorek telinganya dengan mata memicing pertanda ia terganggu dengan tangis sahabatnya.

"Jendra, lo enggak ngerasa sakit hati apa?" tanya Ayra di sela tangisnya.

Jendra menaikkan sebelah alisnya kemudian menggelengkan kepalanya. "Enggak. Kenapa harus?"

"Lo, 'kan, suka sama Sania." Ayra menyusut air matanya, "dan sekarang Sania jadian sama Wisnu, cowok yang gue suka," sambungnya sebelum akhirnya menarik sesuatu dari hidungnya.

Jendra mengedikkan bahunya. Ia sedikit tak tega sebenarnya melihat sahabatnya yang sedang patah hati, bahkan sebelum memulai hubungan. Diam-diam, Jendra mengumpati Wisnu di dalam hatinya. Berani sekali lelaki brengsek itu menebar janji-janji manis, ngegombal ngalor-ngidul, memberi harapan, tapi akhirnya meninggalkan. Akhirnya malah jadian dengan perempuan yang lain.

"Pokoknya gue mau rebut Wisnu!"

Ayra bersuara dengan nada tegas. Jendra mengerjapkan matanya, menaikkan sebelah alisnya sebelum menggelengkan kepalanya.

"Jangan, Ay," kata lelaki itu kemudian.

"Kenapa? Lo gamau Sania sakit hati karena gue?" Ayra melotot galak.

"Bukan," sangkal Jendra langsung. Menghela napas, lelaki itu melanjutkan, "lo jadian sama gue aja, Ay."

°°°

LITHE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang