Bukan keahlianku untuk menyakitimu. Sungguh. Aku hanya mau kita yang selalu baik-baik saja.
°°°
Ketika untuk pertama kalinya ia dinyatakan mendapat peringkat satu saat kelas delapan SMP, Jendra menahan tangisnya. Ketika itu, ia masuk kelas unggulan dan ia benar-benar tak menyangka bahwa ia bisa menduduki peringkat satu. Nilainya paling tinggi ketika hendak naik ke kelas sembilan di antara teman-teman satu angkatannya.
Jendra juga pernah menahan tangisnya karena terlalu bahagia ketika ia dinyatakan lulus SNMPTN di universitas dan program studi yang ia pilih.
Dan banyak lagi momen-momen di mana ia harus menahan tangisnya karena terlalu bahagia, karena berkali-kali mendengar Mami mengatakan, "Kami—Mami, Papi, sama kakak bangga sama kamu." Karena menurutnya, apa yang ia capai tidak sepadan dengan apa yang sudah keluarganya beri untuknya.
Lalu tentang Ayra, Jendra juga tak jarang menjelma menjadi lelaki yang cengeng. Segala tentang Ayra yang selalu bisa membuat ia bahagia dengan caranya sendiri, membuat Jendra merasa begitu menjadi lelaki paling beruntung.
Kali ini, Ayra sukses membuatnya bahagia sampai berhasil menitikan air matanya. Air mata haru, air mata bahagia setelah mendengar dua kalimat yang diucapkan Ayra setelah acara penuh air mata tadi.
"Aku hamil."
Kedua matanya yang basah menyipit membentuk sebuah sabit ketika ia menarik kedua bibirnya membentuk sebuah senyum lebar. Tangan besar lelaki itu menangkup pipi istrinya, menatap presensi di hadapannya lamat-lamat seolah meminta penjelasan dan ketika Ayra mengangguk dengan air mata yang kembali mengalir, Jendra dengan segera merengkuh tubuh itu ke dalam dekapannya.
Berkali-kali Jendra mengucapkan terima kasih seraya mengecup pucuk kepala perempuannya. Rasanya beda. Berbeda ketika ia menahan tangis seperti yang sudah-sudah. Dadanya berdetak tak keruan namun Jendra menikmatinya, karena ini jenis debar yang benar-benar membahagiakan. Karena ini jenis bahagia yang tidak dapat dijabarkan oleh kata-kata.
"Terima kasih. Terima kasih, Ay."
Juga syukur. Rapalan syukur juga tak hentinya Jendra luncurkan dari kedua belah bibirnya. Ia tak pernah menyangka akan secepat ini pernikahannya dipercaya oleh Sang Kuasa untuk diberikan momongan.
"Terima kasih kembali, Jendra."
Ayra menjauhkan kepalanya dari dada bidang sang suami. Perempuan itu lantas mengusap wajahnya yang basah kemudian tersenyum. Sama seperti Jendra, ia juga bahagia. Sangat bahagia.
"Tumbuh dan berkembang dengan sehat, anugerah terindahnya Papa dan Mama."
Sementara Jendra sedikit bergetar ketika mengatakan itu seraya sedikit merunduk memegang dan mencium perut rata Ayra di balik piyama yang dikenakan perempuan itu, perempuan itu malah kembali menitikan air mata harunya namun dengan cepat ia seka sebelum akhirnya ia juga ikut menumpukan tangannya di atas tangan besar Jendra.
"Jendra, dia adalah bukti, bahwa sepenuhnya, aku milik kamu. Aku telah memilih kamu, sejak awal kamu mengucapkan janji suci di depan Ayah. Aku akan tetap bersama kamu, seumur hidupku."
Jendra pernah membaca syair-syair cinta penuh kasih sayang yang begitu indah, ia juga pernah mendengar alunan musik yang amat sangat menenangkan. Lalu kali ini, syair-syair indah juga alunan musik menenangkan itu menjelma dalam wujud suara Ayra dan apa yang diucapkannya. Bahkan lebih dari indah.
"Ay, aku cinta kamu."
Detik berikutnya, Jendra membawa tubuh Ayra ke dalap dekapannya, lagi. Ia tersenyum dengan kedua mata yang kembali merebak hangat. Ini adalah kebahagiaan paling membahagiakan yang pernah ia rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LITHE [END]
RomanceApa semuanya akan berjalan dengan baik? Pertanyaan itu yang selalu memenuhi isi kepala seorang Ayra. Setiap hari, setiap ia mengingat kenyataan yang sedang dijalaninya, pertanyaan itu semakin menggila menghantam pikirannya. "Ay, kita harus--" "Aku m...