Maklumi aku, ya, jika menyebalkan. Tegur aku jika aku sudah kelewatan. Bilang kalau kamu tak nyaman. Asal jangan pergi begitu saja.
°°°
"Ayo sarapan, Jendra."
Kedua tangan Ayra berkacak menatap lelaki yang semakin bergelung di atas kasur dengan tubuh yang tertutup oleh selimut. Entah sudah berapa kali, bahkan rasanya Ayra bosan mengucapkan kata-kata yang sama berulang-ulang sejak tadi.
"Jendra, ayo, dong." Ayra masih berusaha mengajak suaminya agar turun ke bawah untuk sarapan bersama. Ia tak enak hati kalau seandainya orang di bawah menunggunya dan Jendra.
"Nggak mau, Ay. Bau ayam goreng." Jendra menyembulkan wajahnya di balik selimut.
Embusan napas keluar dari mulut Ayra. Perempuan itu kemudian menghampiri Jendra dan duduk di sisi ranjang. Tangannya terulur untuk menyingkirkan rambut yang menutupi kening dan mata suaminya.
"Bukannya kamu suka ayam goreng, ya?" tanya Ayra. "Apalagi kalau ada sambal tumis, terus kerupuk udang," tambahnya kemudian.
Bibir Jendra mencebik. "Tapi mual sama baunya, Ay," rengeknya. Lelaki itu kemudian menaruh kepalanya di atas pangkuan Ayra sebelum akhirnya menyembunyikan wajahnya pada perut rata istrinya.
"Jen, geli tahu!" Ayra memegang kepala Jendra agar lelaki itu berhenti menggerakan kepalanya.
Alih-alih menurut, Jendra malah terkekeh. Seolah tak peduli, lelaki itu malah menaikan gaun terusan yang dipakai Ayra membuat perempuan itu memekik kaget.
"Jendra, ih!"
Dengan segera Ayra membetulkan gaunnya yang sudah tersingkat sampai pinggang.
"Padahal aku mau cium baby," rajuk Jendra.
Ayra mendengkus kecil. Perempuan itu menyentil kening Jendra membuat sang empunya meringis.
"Kamu nggak lihat pintu kamarnya kebuka?" Ayra menatap sinis ke arah Jendra yang masih merebah menggunakan pahanya sebagai bantalan. Suaminya itu menatap ke arah pintu kamar yang memang terbuka sepenuhnya. "Kalau ada yang ke sini gimana?" tanyanya.
"Biarin, mereka pasti ngerti," balas Jendra dengan begitu santai mengundang decakan keras dari Ayra. Ingin sekali rasanya ia menampar mulut Jendra yang semakin berani ceplas-ceplos, namun ia hanya harus merasa puas dengan menyentil bibir suaminya itu untuk sekarang.
"Kalau yang ke sini Yoga, gimana?"
Sepersekian detik setelahnya, Jendra bangun. Lelaki itu dengan segera turun dari ranjang dan berjalan ke arah pintu. Belum sempat ia menutupnya, Mami sudah terlebih dahulu sampai di hadapannya.
"Sarapan udah siap, loh."
Mendengar itu Ayra meringis. Perempuan itu dengan segera menghampiri Mami mertua dan suaminya di dekat pintu.
"Ini baru aja kita mau ke bawah." Ayra berseru. Perempuan itu mendorong tubuh Jendra agar segera keluar kamar.
"Nggak mau, Ay. Aku nggak mau." Jendra membalikan tubuhnya, menatap Ayra yang berada di belakangnya karena mendoromg punggungnya. "Bau ayam goreng," lanjutnya.
Mengembuskan napasnya, Ayra kemudian menatap Mami dengan penuh rasa bersalah.
"Yaudah deh, Mi. Aku sama Jendra nanti aja sarapannya. Sekarang Mami sama yang lain aja dulu sarapannya," ucap Ayra dengan begitu sopan. "Maaf, ya, tadi udah bikin nunggu lama," lanjutnya.
"Ay, kamu ikut sarapan aja nggak apa-apa, sama Mami, sama yang lain juga." Jendra bersuara. Lelaki itu mengusap pucuk kepalanya istrinya. "Kalau bareng aku nanti, babynya kelaparan nanti, kasihan."
KAMU SEDANG MEMBACA
LITHE [END]
RomanceApa semuanya akan berjalan dengan baik? Pertanyaan itu yang selalu memenuhi isi kepala seorang Ayra. Setiap hari, setiap ia mengingat kenyataan yang sedang dijalaninya, pertanyaan itu semakin menggila menghantam pikirannya. "Ay, kita harus--" "Aku m...