Perburuan immortal masih berlanjut. Irene selalu bangun pagi-pagi dan menajamkan pendengarannya. Hari ini belum ada suara yang memanggilnya, kecuali satu. Ezekiel.
Selamat pagi, sayangku. Apa kau tidur nyenyak tadi malam?
"Nggak. Kamu terlalu berisik tadi malam, Ezekiel. Apa yang kau lakukan?" tanya Irene sambil mempersiapkan sarapan. Sarapan hari ini adalah roti tawar dengan telur ceplok. Tak lupa susu cokelat, minuman kesukaan Allen. Irene sudah tidak merasa kesal lagi padanya.
Suasana hening. Ezekiel tampak terbungkam. Setelah menutup pintu kulkas, Irene membuang napas panjang. Dia bisa menebak hanya dari terdiamnya Ezekiel. Orang-orang yang dibunuh olehnya mendatanginya untuk membalas dendam. Meski mereka sudah mati, Ezekiel bisa melenyapkan jejak mereka di dunia ini. Karena itu, jangan pernah ngajak berantem dengannya.
Irene selesai menyiapkan sarapan tepat jam tujuh, waktu untuk membangunkan Allen. Mereka memang tidak akur, namun Irene tidak ingin dianggap tidak berterima kasih karena telah membiarkannya tinggal bersama mereka.
Kamar Allen berada di sebelah kamar Irene. Saat hendak membuka pintu, dari dalam seseorang membukanya. Dia bukan Allen, melainkan temannya, Damian Hawley. Damian menguap sangat lebar sehingga mengeluarkan air mata. Dia baru tersadar ada Irene di depannya setelah mengucek matanya.
"O… oh, selamat pagi, adik Allen. Apa kau ke sini untuk membangunkannya?" Damian bergeser dari posisinya, memberi jalan untuk Irene.
Irene mengangguk kecil. "Dia susah sekali kalau bangun di pagi hari. Dari dulu dia nggak pernah berubah."
Bukannya segera masuk, Irene terdiam di depan pintu seraya memandang Damian dengan lama. Damian merasa risih dan bertanya, "Apa ada yang aneh di wajahku?" Wajar jika dia bertanya begitu karena habis bangun tidur.
"Nggak ada. Hanya saja, tadi aku nggak membuatkan sarapan untukmu karena kukira kamu sudah pulang kemarin malam," jawab Irene yang masih belum mengalihkan pandangan dari Damian.
Damian segera mengibaskan tangan berkali. "Nggak apa-apa kok. Habis ini aku juga mau pulang, siap-siap berangkat sekolah." Dia terdengar canggung. Apa karena tindakan Irene yang menakutkan saat pertama kali bertemu?
Tak mau lama-lama di sana, Damian bertanya kamar mandi di mana dan segera menuju ke sana. Irene hanya memandangnya jauh sampai punggung Damian tidak terlihat lagi. Padahal, kalau Damian tidak cepat-cepat mengundurkan diri, Irene ingin meminta maaf soal kemarin meski enggan. Jika tidak begitu, pasti Allen akan memarahinya.
Kemudian, Irene masuk ke kamar Allen dan membangunkannya yang tertidur di atas meja belajar. Semalaman, pasti dia begadang untuk belajar, terka Irene. Allen bersungguh-sungguh dalam belajarnya karena dia juga ingin seperti kakaknya yang diterima di masyarakat.
Sirius Shelton, orang yang paling dikagumi Irene. Immortal yang bertahan lama dari beberapa dekade yang lalu sekaligus penyelamat hidup Irene. Seandainya saja jika tidak ada Sirius, Irene sudah lama mati di reruntuhan Kerajaan. Akhir-akhir dia jarang pulang dikarenakan terdapat masalah di perbatasan Republik dan Kekaisaran.
Death Territory, sebuah sebutan di perbatasan sana. Para immortal yang gagal dikirim ke sana sekaligus menjalani hidup terpencil dari masyarakat. Pemerintahan takut efek samping dari immortal gagal. Memang masih belum diketahui, namun para ilmuwan meyakini bahwa itu sangat berbahaya. Irene yang ingin pergi ke sana dilarang oleh Sirius.
Begitulah yang terpampang di sebuah buku di bawah kepala Allen. Sehalaman itu penuh dengan perincian Death Territory. Lalu, Irene baru teringat Allen harus berangkat awal untuk mempersiapkan festival di sekolahnya dan kemudian, membangunkan Allen dengan menjatuhkannya dari atas meja.
Kebiasaan Allen saat sarapan, menggerutu kesal seraya mengumpat. Siapa juga yang tidak kesal dibangunkan dengan cara seperti itu? Irene sudah lelah mendengarnya dan hanya terdiam saja.
"Hari ini kamu mau ngapain, Irene?" tanya Allen setelah selesai meminum susu cokelat favoritnya dan dilanjutkan bersiap-siap berangkat sekolah.
"Yah, mungkin di rumah saja. Ada film bagus hari ini," jawab Irene seolah-olah tak sabar menonton film tersebut, padahal dia punya rencana lain di luar rumah.
Allen langsung menyentil dahi Irene. Seorang kakak tak mungkin tidak tahu kapan adiknya berbohong. "Kalau mau berbohong ke orang lain saja. Awas saja kau ke sekolahku lagi."
Irene tidak bisa marah tentang itu. Allen seperti itu karena sebenarnya dia mengkhawatirkan dirinya. Sebelum hari kemarin pun mereka masih berbicara baik-baik. Namun, karena Irene yang sangat bersikeras untuk pergi ke Death Territory, suasana hati Allen menjadi buruk seharian.
"Sudah ya, aku mau menjemput Damian. Jaga rumah dengan baik ya," ingat Allen sambil memakai sepatu dan kemudian, membuka pintu dengan hanya menunjukkan setengah wajahnya.
Irene mengangguk kecil. Dia juga baru tersadar bahwa Damian sudah pulang. Padahal, jika Damian tinggal sebentar untuk sarapan, ada hal yang ingin ditanyakan kepadanya. Mungkin bisa lain kali kalau Allen membawanya ke rumah.
Allen sudah berangkat sekolah, waktunya Irene kembali beraksi dalam perburuan immortalnya. Sebelum meninggalkan rumah, dia membersihkan rumah terlebih dahulu agar kelihatan seharian di rumah. Dari menyapu, mengepel, mencuci baju dan masih banyak lagi. Hebatnya, dia melakukan itu semua hanya dalam sejam.
Apa kau mau menikahiku, Irene?
Lamaran mendadak dari Ezekiel membuat Irene menyeringai lebar. "Tentu saja nggak, bodoh. Bagaimana caranya?" canda Irene sambil mengumpulkan semua baju kotor milik Allen di kamarnya. Kemudian, dia mengalihkan topik pembicaraan dengan bertanya, "Hari ini jadi ke sana kan?"
Oh, ke Kota Wiaz ya? Tempat itu sangat cocok untuk menyimpan informasi. Kau bakal dapat apa yang kau inginkan dengan sedikit paksaan.
Irene mendengus tertawa. "Sedikit paksaan ya…" Baginya, sedikit tidaklah cukup untuk orang-orang Republik yang keras kepala.
*****
Kota Wiaz, hampir sama seperti Kota Hielm. Bedanya, Kota Wiaz lebih banyak penjahat dari dunia bawah. Mafia, mata-mata, informan ilegal, semuanya tersedia di sana. Kali ini, orang yang ingin ditemui Irene adalah seorang informan ilegal yang bekerja di bawah kelompok mafia terkenal, Geissler.
Meiz, sang informan itu memiliki informasi yang berhubungan dengan Death Territory. Rumornya, dia juga seorang immortal. Jika ada kesempatan nanti, Irene juga akan melenyapkannya.
Namun, saat Irene hendak memasuki gerbang kediaman Geissler, para anggota mafia mengepungnya seolah tidak membiarkannya masuk. Salah satu dari mereka menarik tangan Irene sehingga tangannya terkunci ke belakang. Kekuatan mafia luar biasa sampai membuat Irene meringis kesakitan. Irene tahu Ezekiel tak bisa diam lagi jika dia dalam bahaya.
"Ezekiel, jangan."
Percuma saja, Irene terlambat untuk memperingatkannya. Gerbang dipenuhi bayangan hitam sehingga para mafia itu tidak bisa melihat sekitarnya. Mereka tidak bisa apa-apa jika sudah merasakan kemurkaan Ezekiel. Semuanya akan ditelan bayangannya tanpa terkecuali. Tak ada yang ke mana mereka akan terjatuh. Apakah sebuah kegelapan pekat yang tak berujung?
Kalian brengsek. Berani-beraninya menyentuh Irene tanpa izin dariku.
"Cukup, Ezekiel. Mereka sudah tidak ada." Irene meninggikan suara. Terkadang, dia kesal dengan sikap seenaknya Ezekiel. Para mafia itu tidak ada yang immortal dan Irene sangat membenci membunuh manusia.
Dalam sekejap, bayangan mengelilingi Irene tertelan udara dan langit kembali cerah. Ezekiel sudah di luar batas kemampuannya. Apa yang terjadi jika Irene semakin membunuh banyak manusia yang tak bersalah? Dosa itu bukan milik Ezekiel, karena dia memang iblis.
Irene menanggung semua dosa kematian itu sendirian tanpa seseorang mengetahuinya. Dalam hatinya terdalam, dia ingin ada seseorang yang bisa memahami dirinya. Sayangnya, hal itu sangat mustahil. Mereka semua mati terbunuh oleh Ezekiel, sang iblis posesif.
KAMU SEDANG MEMBACA
Death Voice [END]
HorrorIrene Shelton bisa mendengar suara orang mati yang sangat mencintai dirinya. Suara-suara tersebut dari orang-orang yang mati di masa perang, yang menyuruh Irene untuk menghancurkan Republik Strorhiel karena tidak membantu mereka. Damian Hawley adala...