16 - Damian & Anastasia (II)

3 2 0
                                    

Terpaksa harus merawat Anastasia yang sakit mendadak, Damian menetap di kamarnya dari pagi hingga sekarang. Panas tubuh Anastasia bemlum menurun dan justru semakin parah. Damian yang tidak pernah sakit kebingungan harus melakukan apa. Bisa saja, demam Anastasia bukan sekadar penyakit umum yang dialami manusia. Dia homunculus, kemungkinan ada penyebab lainnya.

Di kamar Damian, terdapat dinding kosong jika kau menekan di sembarang tempat, terbukalah gerbang menuju perpustakaan besar milik Damian. Dia menyimpan semua pengetahuan yang didapatnya di sana. Buku tentang homunculus memang mustahil tersimpan di sana, namun Damian pantang menyerah untuk menyelamatkan Anastasia. Meski tak punya harapan lagi ke Irene, dia masih punya Anastasia yang merupakan saudara Arnaud Leger. Asalkan membujuknya berjalan lancar, tujuan akhirnya terselesaikan dengan cepat.

Selagi mencari-cari informasi yang berhubungan dengan homunculus, tiba-tiba terdengar suara Anastasia yang lirih. Ayah... kenapa ayah mati? Aku ingin kita bertiga berkumpul lagi...

Wajah Anastasia tampak menderita. Kehilangan keluarganya sangat berdampak pada kehidupannya. Damian sangat paham perasaan itu. Sejak lahir, dia tidak pernah bertemu orangtuanya dan banyak yang beranggapan dia dibuang. Namun, dengan adanya Patricia yang bernasib sama dengannya, Damian tak pernah merasa takut dalam menjalani hidupnya. Menurutnya, Patricia sangat mirip dengan Anastasia. Ingin dicintai namun ditinggalkan. Bedanya, Patricia tetap tersenyum meski sudah tahu rencana Damian yang sebenarnya. Itu hal yang sangat menyakitkan jika dibanding apapun bagi Damian.

Aku kesepian di dunia yang luas ini, Anastasia pernah mengatakannya kepada Damian. Mengingat kalimat itu, Damian jadi tidak tega meninggalkannya sendirian. Tak apa Anastasia tidak sembuh-sembuh asalkan dia tidak sendirian lagi. Damian pun duduk di kursi kayu yang terletak tepat di sebelah ranjang dan meraih tangan kiri Anastasia. Tangan kecilnya berkeringat. Perlahan, suara Anastasia tidak terdengar lagi, begitu pun air muka wajahnya. Dia sudah kembali tenang dan tidur nyenyak. Ternyata, masalahnya memang perasaan kesepiannya.

Tak salah lagi, Anastasia menjadi harapan baru untuk Damian. Damian bisa melupakan Irene yang dingin terhadapnya, namun tidak bisa. Sekarang Irene dalam situasi hidup atau mati selama insiden Death Territory belum terselesaikan. Arnaud Leger mengincar jantungnya. Tampaknya, selama ini Ezekiel memanipulasinya seolah Irene merupakan salah satu pion dalam insiden tersebut.

Damian meremas tangan kiri Anastasia erat-erat tanpa disadari. Siapa pun itu, dia tidak ingin ada seseorang yang mati karenanya. Untuk sementara, melindungi Anastasia dari saudaranya yang telah gila lebih diprioritaskan. Melindungi kebahagiaannya yang tak pernah terkabulkan.

*****

Ayah tak pernah menyayangiku. Begitulah kenyataan yang amat pahit bagi Anastasia. Di mata Raja Penyihir, homunculus hanyalah sebuah alat, tak lebih dari itu. Arnaud juga menyadari perlakuan dari Raja Penyihir. Meski begitu, dia tetap mengikuti jejak Raja Penyihir, tak seperti Anastasia yang selalu ingin dicintai. Namun, keinginannya untuk dicintai tidak mendapatkan perizinan dari sang penciptanya dan malah dihina.

"Takkan pernah ada yang mencintai homunculus sepertimu, Anna. Manusia tidak pernah menginginkan makhluk yang ingin disamakan mereka. Ini sudah takdirmu sebagai homunculus, maka itu terima saja."

Benarkah takdirnya hanya penuh penderitaan? Apakah takdir bisa berubah jika keinginannya sangat kuat? Padahal keinginan Anastasia hanya ingin dicintai. Keinginannya bukanlah suatu dosa.

Anastasia juga ingin mencintai seseorang yang bisa memenuhi keinginannya.

*****

Mimpi yang panjang. Anastasia merasa sedang bernostalgia mengingat mimpinya barusan. Keinginannya yang terkubur selama bertahun-tahun. Sang ayah selalu bermain dengannya dan Arnaud. Satu lagi... Arnaud punya kebencian yang amat besar terhadap Raja Penyihir.

Anastasia hendak membangunkan Damian yang sedang tertidur di sebelahnya, namun dia terkesiap melihat tangan kirinya diselimuti tangan besar milik Damian. Terasa hangat. Raja Penyihir tidak pernah melakukan itu untuknya. Kehangatannya seolah hal yang sangat spesial baginya.

"Ngg... apa kamu sudah bangun, Anastasia?"

Damian terbangun karena gerakan kecil dari tangan kiri Anastasia. Dia mengucek mata, memastikan apa yang sedang dilihatnya. "Wajahmu masih merah. Apa kamu masih merasa sakit?"

Anastasia memiringkan kepala, tak sadar wajahnya yang memanas, padahal dia sudah yakin panasnya menurun. Benarkah? Kurasa ada penyebab la—

Wajah Anastasia semakin memanas bahkan bisa meledak saat Damian menempelkan dahi ke dahinya. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Aneh, pikir Anastasia. Perasaan apa ini?

"Hmm... aneh. Kamu terlihat baik-baik saja, tapi suhu tubuhmu terasa panas. Apa kamu yakin sudah merasa membaik?" tanya Damian khawatir.

Anastasia mengangguk cepat tanpa menatap Damian langsung. Begitu Damian percaya dan kembali duduk, dia menghela napas lega. Damian tidak baik untuk jantungnya.

"Hei." Damian yang sedang menuangkan teh hangat ke cangkir memanggil Anastasia. "Namamu terlalu panjang jika kupanggil. Bagaimana kalau aku memanggilmu Anna?"

Anna. Ayahnya selalu menggunakan nama panggilan tersebut untuknya. Anastasia tak pernah menemukan seseorang seperti Damian. Dia terlalu baik untuknya, padahal dia sudah membunuh banyak rekan-rekan Damian di Death Territory. Maka itu, Anastasia merasa tidak pantas mendapat perlakuan nyaman darinya dan mengutarakan perasaan yang sesungguhnya.

Aku tidak keberatan dipanggil Anna. Tapi, apa kau yakin? Aku sudah membunuh banyak immortal, tidak seharusnya kamu berbicara santai seperti ini denganku.

Damian terdiam sejenak. "Begitu ya. Kau mirip denganku." Anastasia mengernyit, tak paham mengapa raut wajah Damian berubah menjadi penuh penyesalan. Setelah meletakkan teko, Damian melanjutkan, "Aku sendiri pernah membunuh rekanku."

Tentu saja, Anastasia tidak percaya. Baginya, Damian adalah orang baik yang tidak pernah berbuat jahat saat sekilas melihatnya pertama kali. Namun, Damian menyangkalnya dan mengulang ucapan sebelumnya.

"Itu benar, Anna. Mewujudkan kesempurnaan dengan mengorbankan nyawa teman-temannya adalah perbuatan jahat. Orang jahat pantas dihukum mati. Namun, aku masih belum mau mati. Ada satu hal terakhir yang ingin kulakukan."

Apa itu?

Damian tersenyum bangga meski tahu itu mustahil terwujud. "Menghancurkan menara Estacia. Yah, kau tahu, aku hanya bermulut besar." Dia tertawa hambar, berusaha mencerahkan suasana.

Mata Anastasia terbelalak. Baru pertama kali dia mendengar seseorang seberani ini berkata ingin menghancurkan menara Estacia. Selama ini, kehidupan di Kekaisaran dipenuhi ketakutan terhadap menara Estacia. Menghancurkan menara Estacia merupakan pilihan yang tepat jika ingin Kekaisaran cepat pulih. Namun, Damian itu immortal, termasuk kutukan menara Estacia. Jika menara Estacia hancur, semua kutukan akan terhapus dari seluruh dunia. Dengan kata lain...

Pantas saja kamu menyebut hal terakhir yang ingin kau lakukan. Begitu menara Estacia hancur, kau juga ikut hancur kan?

Damian hanya mengangkat bahu, memberikan kesan antara iya atau tidak. "Tenang saja, aku tidak melakukannya sendirian." Tangannya terulur di depan Anastasia. "Anna, apa kamu bersedia membantuku?"

Anastasia terkesiap. Dia tak menduga Damian akan mengandalkannya, padahal baru pertama kali bertemu. Lagi pula masih ada orang lain yang pantas membantunya. Namun, jika dipikir baik-baik, bukankah iu kesempatan emas untuk mengenal Damian lebih dalam? Dia juga tidak ingin menyakiti Damian yang sudah membantunya selama dia sakit.

Aku mau, Damian.

Entah sadar atau tidak, itu pertama kalinya Anastasia memanggilnya dengan nama. Mendengar suara lembut perempuan di dalam kepalanya, Damian tersipu dan menyunggingkan senyuman canggung.

Akankah keinginan Anastasia untuk dicintai terkabulkan dengan kehadiran Damian dalam kehidupannya?

Death Voice [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang