23 - Irene & Karma

2 1 0
                                    

Irene sungguh tak percaya sedang berada di makam Raja Penyihir. Apa Meiz ingin memajukan kebangkitannya? Terlalu gila. Melihat Raja Penyihir dalam keadaan tertidur saja sudah membuat Irene tak bisa bergerak sedikit pun, mengingat kemasyhurannya yang luar biasa.

Irene mendapatkan Meiz berdiri di depan tabung Raja Penyihir sambil menyentuh kaca yang sebagai pembatas. Meiz tampak berseri-seri dalam lamunannya. Lebih tepatnya, seringainya sangat menakutkan. Tak tahu apa yang sedang dipikirkannya.

"Meiz, aku sudah membawa Irene," panggil Arnaud sambil mendatangi Meiz.

"Oh, makasih, Arnaud." Meiz membalikkan badan, lalu bersandar di kaca tabung dan menyilangkan layaknya bos. "Halo, Irene. Apa kabar? Bagaimana kesanmu setelah melihat keagungan Raja Penyihir?"

Irene mengabaikan pertanyaannya dan memberinya pertanyaan baru. "Kenapa kau membuatku mati di depan Damian dan Anastasia, Meiz? Aku nggak ingin—"

"Membuat keluargaku bersedih atas kematianku atau Damian Hawley merasakan bebannya bertambah lagi karena membiarkanmu mati?" Tebakan Meiz tidak salah, bahkan membuat Irene terbungkam seketika. Meiz pun menertawakannya, namun mendadak berhenti sambil berkata, "Mempunyai keluarga baik ternyata seindah itu ya."

Irene marah karena harapannya sejak kecil diinjak-injak dengan hinaan yang menyakitkan. Tak hanya itu, jika dia mati, Damian takkan lama lagi bertahan hidup hanya dengan sebuah tujuan yang mustahil tercapaikan bagi seluruh makhluk hidup. Irene tidak ingin Damian mati secepat itu sebelum... memastikan Patricia masih hidup atau tidak.

"Apa gunanya marah, Irene? Kehidupanmu selama ini terbuang sia-sia hanya karena penderitaan yang tak penting. Kenapa kau tidak bisa melupakannya? Dengan begitu, kau takkan berakhir di sini dan..." Meiz semakin menyeringai lebar sambil berputar-putar di depan tabung. Sorotannya menajam saat berhenti berputar dan melanjutkan, "mungkin juga kau tidak pernah menyadari betapa besarnya penderitaan immortal."

Penderitaan immortal, sebesar apa itu? Irene teringat apa yang dilihatnya di markas Lunacrest. Tak ada satu pun yang murung maupun bersedih. Saling bersenda gurau meringankan perasaan Irene selama ini yang terkurung. Namun, dia tahu betul di balik senyuman mereka pasti terdapat penderitaan tak berujung. Tak ada yang pernah tahu kapan immortal terbebaskan dari kegelapan dunia.

"Aku..." Irene menegaskan perasaan sesungguhnya kali ini. Dia sudah membuka mata melihat kenyataan dunia saat ini. "suatu hari, pasti aku akan menyelamatkan immortal. Lihat saja nanti, Meiz."

Tekad Irene bisa terlihat dari keseriusannya. Arnaud sempat tercengang, memandang Irene dari samping. Dalam hatinya, itu takkan pernah terjadi. Immortal akan selalu terbelenggu dengan namanya penderitaan selamanya, sama seperti dirinya.

Meiz membersut, tidak senang dengan cara pandang Irene terhadap immortal yang sekarang. "Hoo... kau yakin? Lalu bagaimana kalu akan mewujudkannya? Tak mungkin kau melakukannya sendirian kan?"

Irene hanya mengangkat bahu. Dia baru memutuskannya hari ini dan dia ingin membicarakan hal ini baik-baik dengan Sirius dan Allen. Jika memungkinkan, Damian juga.

"Apa kau ingin memberiku bantuan?" tanya Irene sarkasme.

Meiz menjentikkan jari diikuti suara tawa membahana. "Tentu saja. Berarti, ini kau menyetujui bantuan dariku kan? Ahahaha... tak peduli kau setuju atau tidak," Tiba-tiba saja Meiz sudah berdiri tepat di depan Irene, bahkan tak ada satu meter jaraknya. "Ini karma untukmu, Irene."

Kedua tangan Meiz menutupi telinga Irene. Irene masih tidak paham hukuman karma seperti apa yang akan didapatkannya. Beberapa saat kemudian, Irene tidak bisa mendengar suara apa pun. Apa yang sedang terjadi? Seolah dia telah memasuki dunia terlarang, yaitu kematian.

"Kau tahu, selama ini immortal bukanlah kutukan menara Estacia. Raja Penyihir lah yang menciptakan mereka. Syukurlah jika kau paham maksudku. Sampai bertemu lagi nanti, Irene."

*****

Mencari suara Raja Penyihir di dunia kematian. Itu baru pertama kalinya Irene mengunjungi dunia kematian. Terlalu gelap, salah langkah saja mungkin Irene sudah tertelan oleh kegelapan. Soal warna hitam, Irene teringat kekuatan Ezekiel. Kepekatan warnanya hampir sama seperti bayangan Ezekiel. Apakah Ezekiel mendapatkan kekuatan bayangan dari sini?

Irene menampar pipi miliknya, menyemangati untuk diri sendiri agar jangan takut berada di dunia kematian. Menurut instingnya, tempat ia berdiri kebanyakan immortal yang kini mengerumuninya. Raja Penyihir itu manusia, dia harus segera pergi dari situ atau akan terjebak di antara para immortal selamanya.

Oh, Irene sayangku. Akhirnya kau kembali kepada kami.

Mata Irene melebar. Apa dia salah dengar? Kemudian dia berpaling ke belakang. Terdapat sepasang mata merah yang mengawasinya. Tak mungkin Irene tidak mengetahui warna mata ibunya yang selalu ditindas karena hal tersebut.

Ibu Irene, Arianne Lestchve dikenal iblis bahkan sebelum melahirkan Irene. Saat dia berjuang demi negaranya, tak ada satu pun yang menyadari betapa deritanya dia berada di Kerajaan Zashos. Karenanya, keluarga Lestchve menjadi berantakan. Sang suami kabur dalam keadaan meninggalkan semua utang miliknya, anak laki-laki pertamanya merundung adik perempuannya sendiri. Pernah beberapa hari Arianne menghilang sebelum perang pecah. Di situ, dia menemui sang suami di kota sebelah untuk memohon kembali ke rumah. Ternyata sang suami masih mencintai Arianne. Dia meninggalkan rumah demi melindungi keluarganya.

Namun, sebelum mengetahui kenyataan yang sesungguhnya, Irene kecil sangat membenci ayahnya yang membuat dirinya menderita sendirian. Kebenciannya lah yang mengundang Ezekiel sehingga tertarik padanya. Ezekiel membantai keluarga kandung Irene hanya karena sebuah kesalahpahaman dari kebencian.

Akankah Irene memenuhi panggilan ibunya? Jika dia melakukannya, selamanya jiwanya akan terjebak di dunia kematian. Meiz sedang mengujinya di sini. Lebih pentingnya lagi, suara Raja Penyihir. Sejak awal, itulah tujuannya.

Irene segera mengabaikan suara sang ibu sebelum suara-suara orang mati tergila-gila padanya. Begitulah yang sering terjadi bila Irene menanggapi suara mereka. Namun, dia ragu. Tempat dia berdiri terasa tidak normal. Suara-suara yang tak berkasat mata terdengar terbata-bata, bahkan hampir tercekik. Suasananya mulai mencekam. Irene mengamati di sekitarnya, berwaspada apa yang akan terjadi selanjutnya.

Raja Penyihir telah datang untukmu, Irene anakku.

Irene terheran. Mungkinkah Arianne Lestchve sudah mengenal Raja Penyihir sejak lama? Masih banyak teka-teki tentang ibunya yang belum diketahui Irene. Ini bisa menjadi pertanda buruk. Dia menebak Meiz sudah mengetahui masa lalunya dan memanfaatkan semua ini.

Namun, semua itu terlambat. Suara Raja Penyihir, Alceste Rousselot telah memenuhi seisi kepala Irene bahkan bisa-bisa pecah. Raja Penyihir terlalu diagungkan. Seluruh umat manusia sangat menunduk kepadanya, jika tidak, karma akan jatuh dari langit.

Irene sempat melarikan diri dari Raja Penyihir dan seperti yang dikatakan Meiz, ini karma untuknya.

*****

Sementara di makan Raja Penyihir, tiba-tiba tanah bergetar. Arnaud yang terjaga sepanjang Irene tak sadarkan diri segera membangunkan Meiz yang tidur sambil duduk bersandar dan menyilangkan tangan.

"Meiz, coba lihat ke tabung."

Dengan mata masih terpejam, seringainya melebar. "Aku tahu, Arnaud. Tampaknya, kebangkitannya berhasil."

Mereka berdua sama-sama memandang ke tabung. Alceste Rousselot dikelilingi aura-aura berwarna hitam. Air di sekitarnya terkontaminasi. Tabung mulai meretak. Tak sampai semenit, Alceste Rousselot akan bangkit sepenuhnya.

Di sebelah Meiz terdapat Irene dalam keadaan tidak sadar diri bersandar di pundaknya. Kini, mata Irene terbuka dan tatapannya kosong. Meiz mengelus-elus kepala Irene seraya membisikkan, "Kau sudah berjuang keras, Irene. Aku memang tak pernah salah memilihmu sebagai partnerku."


Death Voice [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang