19 - Irene & Arnaud's Jealousy

4 1 0
                                    

Irene mengusap tangan yang penuh keringat ke rok panjangnya. Dia dikelilingi beberapa immortal yang merupakan petinggi dari Lunacrest, sebuah organisasi ilegal yang menegakkan hak keadilan untuk immortal. Wanita dewasa bernama Luna menjadi pusat perhatian selain Irene. Tampaknya dia pemegang kuasa tertinggi di Lunacrest.

Damian duduk di sebelah Irene. Dia tampak terlalu tenang jika dibandingkan dengan Irene. Sebelum diinterogasi immortal sebanyak ini, Damian berkata begini kepada Irene. "Tenang saja, Irene. Interogasinya tidak perlu membuka mulut. Yang kau lakukan hanyalah menatap wanita bernama Luna atau kau akan menjadi gila."

Apa yang dimaksudnya Irene akan menjadi gila? Siapakah wanita bernama Luna itu? Kemungkinan besarnya, dia punya kutukan amat besar. Irene tak bisa membayangkan bakal sebesar apa kutukannya.

"Irene Shelton, perhatikan aku!" tegur Luna yang meninggikan suara.

Irene pun duduk tegak dan pandangan hanya tertuju ke depan. Kharisma wanita di depannya tidak main. Mendengar suara cekikikan di sebelahnya, Irene merasa jengkel.

"Pasang kacamata hitam kalian semua!" seru seorang pemuda bernada ceria.

Semua immortal yang berada dalam satu ruangan memakai kacamata hitam serempak. Irene kebingungan sendiri di tengah-tengah ruangan, hanya dia sendiri yang tidak punya kacamata hitam. Damian mengikuti immortal lainnya sambil meninggalkan kalimat, "Selamat bersenang-senang" kepada Irene.

Irene pun pasrah mengikuti instruksi dari Damian, yaitu menatap mata Luna. Sebelumnya, Luna memejamkan mata cukup lama. Irene tidak terlalu berwaspada sebelum diperlihatkan bola mata Luna yang tampak mengerikan. Warna mata dari coklat menjadi merah, sisanya bukan lagi putih melainkan hitam. Seperti sepasang mata iblis.

Luna memelototi Irene tanpa ampun. Irene sangat tahu betul kutukan milik Luna. Termasuk salah satu kutukan langka, mata yang bisa melihat segala kebenaran yang sulit diungkap oleh targetnya. Mata tersebut akan menciptakan kegelapan amat pekat yang sangat ditakuti manusia. Ada teori bahwa manusia akan mengaku apa pun kala menghadapi kegelapan.

Sayangnya, kutukan Luna tidak mempan bagi Irene. Kematian jauh lebih menakutkan daripada kegelapan. Irene sudah menghadapi kematian berkali-kali berkat suara kematian. Kegelapan takkan membuatnya gentar meski isi kepalanya terasa tercabik-cabik. Luna tidak bisa diremehkan.

Rupanya, Irene berada di kegelapan hanya sebentar dan tempat kembali semula. Yang dia rasakan hanya ketegangan saat melihat kutukan Luna sesungguhnya. Tak lama, sebuah tangan menepuk pundak Irene. Dia adalah Damian.

"Aku tahu kau bisa, Irene." Damian tersenyum bangga, kemudian berbisik, "Coba lihat ke sekitarmu."

Irene langsung mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Semua mata tertuju padanya dengan mulut menganga. Apa Irene telah berbuat salah? Kemudian, seisi ruangan diramaikan dengan tepukan tangan. Irene semakin bingung, terutama saat Luna mendatanginya.

Luna mengulurkan tangan untuk Irene. "Kau terlalu hebat sebagai pemilik suara kematian, Irene Shelton. Semoga perasaanmu tersampaikan padanya." Wajah yang amat kaku itu melambat seketika. Dia cantik saat tersenyum.

Irene menjabat uluran tangan Luna dengan senyuman pahit. Dia tahu sosok yang dimaksud Luna. Luna telah melihat beberapa kebenaran dari ingatan Irene dan tak mungkin dia tidak mengetahui sosok yang dicintai Irene. Apakah dia baik-baik saja sekarang?

Tak lama, Luna kembali menguasai perhatian di ruangan tersebut hanya dengan sekali jentikan. Dalam sekejap, ruangan kembali hening dan mulai memasang wajah serius.

"Pengumuman darurat akan dilakukan jam 12 malam. Sekarang kalian boleh bersenang-senang lagi." Begitu pengumuman singkat itu selesai, Luna memanggil Damian untuk mendekat, lalu membisikkan sesuatu.

Irene menunggu Damian di pojokan. Tak ada yang dia kenal di situ. Namun, mengamati wajah immortal satu-persatu sudah kebih dari cukup. Pernah sewaktu kecil, saat pertemuan pertama dengan Ezekiel, mayat immortal yang tak terhitung tergeletak di atas tanah dalam keadaan tubuh tidak berbentuk lagi. Namun, yang menarik perhatian Irene kecil adalah seorang pemuda berlumuran darah dan tudungnya menyingkapkan rambut putih.

Tunggu. Kenapa Irene baru ingat masa itu? Irene ingat Ezekiel membunuh immortal di Kerajaan Zashos termasuk orangtuanya yang bukan immortal. Tapi, apakah lelaki berambut putih—

Ngg... halo, Irene Shelton.

Irene langsung berpaling ke sumber suara. Meski suaranya terdengar di dalam kepala, dia sudah hafal lokasi suara tersebut, sudah kebiasaan sejak mempunyai kekuatan suara kematian. Suara lemah lembut itu berasal dari perempuan yang telah berdiri di sebelahnya. Irene merasa tak asing dengan wajah perempuan itu.

"Anastasia?" tebak Irene sambil tunjuk-tunjukan.

Anastasia mengangguk berkali-kali, kemudian tiba-tiba memeluk Irene sangat erat. Irene mulai panik ada gerangan apa. Seluruh tubuh Anastasia bergemetaran hebat. Ketakutannya luar biasa. Apa karena si Meiz palsu?

Bolehkah aku bertanya banyak hal?

"Tentu saja. Aku juga punya banyak pertanyaan untukmu." Irene teringat sesuatu. "Oh ya, aku takkan pernah bermaksud membawamu ke Meiz."

Anastasia mengangkat kepala, matanya melebar. Jadi, kau sudah bertemu Meiz palsu? Apa kau tahu identitas yang sebenarnya?

Irene menggeleng. Dia sendiri juga ingin tahu. "Maaf, aku tidak bisa memberitahumu lebih lanjut. Aku..." Dia menelan ludah. "diancam olehnya. Aku ingin melindungi keluarga sebisaku."

Lupakan soal Meiz palsu. Bagaimana dengan Arnaud? Aku takut dia akan menghinaku lagi. Arnaud, dia...

Tubuh Anastasia terlalu bergemetaran hebat sehingga tak ada kekuatan lagi untuk berdiri. Irene menahan tubuhnya, membalas pelukannya agar cepat tenang. Dia tidak begitu paham ucapan Anastasia sebelumnya. Apa yang sebenarnya ingin disampaikan Anastasia?

Damian telah kembali setelah bercakap-cakap panjang dengan Luna. Dia tampak tidak terlalu terkejut melihat kehisterisan Anastasia.

"Oh, Anna seperti itu karena dia mengkhawatirkanmu," jelas Damian sambil mengelus-elus punggung Anastasia.

"Aku?" Irene terheran seraya menunjuk diri sendiri.

Arnaud adalah saudara Anastasia karena mereka diciptakan orang yang sama, Raja Penyihir, jelas Damian lagi. Irene terkejut mengetahui fakta tersebut. Pantas saja, Meiz palsu panik saat tahu Anastasia kabur. Mungkin Anastasia akan dibutuhkan dalam kebangkitan Raja Penyihir. Masih ada lanjutannya.

"Kecemburuan. Arnaud Leger sangatlah pencemburu. Kau juga salah satu targetnya." Damian memasang wajah serius dan membuat Irene sulit menelan ludah.

Anastasia memang tidak pernah dicintai siapa pun kecuali Raja Penyihir yang sangat menyayanginya. Suara kematian milik Arnaud tidak sesempurna punya Irene. Semua kebahagiaan yang diinginkan Arnaud sudah dicuri saudaranya dan seorang manusia.

Arnaud mengincar jantungmu, Irene. Sekarang masih sempat jika kau ingin meninggalkan Republik sebelum mereka menyadarinya.

Terlalu banyak informasi baru yang masuk ke kepala Irene sehingga tidak bisa mencerna semuanya. Berarti, sejak awal kalau Meiz tidak pernah menghentikan Arnaud saat itu, mungkin Irene sudah mati kemarin.

Entah kenapa, Irene merasakan jantung Anastasia berdetak sangat cepat. Keringat dingin membasahi pelipisnya. Ketakutannya sedang tidak main.

Datang... Meiz dan Arnaud sudah ada di sini...

Damian juga mendengar suara lirih Anastasia. Pada saat itu juga, dia memberi peringatan untuk seluruh penghuni di markas tersebut.

"Cepat tinggalkan ruangan ini!"

Sayangnya, semua sudah terlambat. Para immortal terpotong-potong hingga kecil, tak ada pengecualian. Darah menghujani satu ruangan dan Irene hanya terdiam syok dalam keadaan berlumuran darah. Hanya tersisa Irene dan Anastasia yang masih dalam keadaan utuh.

"Berkhianat dibayar dengan kematian. Kematian siapa pun akan kuterima. Apa kau sudah siap, Irene?"


Death Voice [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang