My Love || 05

236 47 12
                                    

Beberapa hari kemudian, Serim menjalankan aktivitasnya kembali. Tubuhnya sudah mendingan dari sebelumnya. Selama ia sakit, Allen selalu menjaganya walau terpaksa. Serim turun ke bawah untuk sarapan. Di bawah sudah ada Allen yang sedang menyiapkan sarapan. Serim menarik kursi di meja makan.

"Terima kasih sudah merawatku dengan baik."

"Ya, ingat aku melakukannya karena terpaksa. Jangan harap setelah ini aku mengakuimu sebagai suamiku. Aku tidak sudi memiliki suami sepertimu, mending sama kekasihku sendiri."

Deg—Hati Serim sakit mendengar perkataan istrinya. Ia selalu dibanding-bandingkan dengan kekasihnya itu. Serim berusaha sabar sampai waktunya ia menyerah. Sejak awal, Serim sudah menyukai Allen walau sikapnya seperti itu.

"Aku berangkat kerja dulu, ya. Sampai jumpa di rumah."

"Eh, tunggu dulu."

Allen berjinjit untuk merapikan dasi Serim. Tanpa sadar, Serim menahan pinggang Allen agar tidak jatuh. Allen selesai membenarkan dasi suaminya.

"Terima kasih, Allen."

"Hm."

Serim masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan perkarangan rumahnya. Setelah kepergian suaminya, Allen merasa bosan. Ia pergi ke kamarnya namun, langkahnya terhenti di depan kamar Serim yang berantakan. Allen masuk ke dalam kamarnya, ia menatap foto pernikahannya dengan Serim.

"Kenapa hidupku tidak pernah bahagia? Menikah dengan orang yang tidak aku cintai. Aku ingin bahagia, tapi tidak bersamanya."

Seusai membereskan kamar suaminya, Allen memutuskan pergi jalan-jalan. Allen benar-benar bosan di rumah. Ia mengambil kunci mobil miliknya di atas kulkas. Mobil itu adalah pemberian dari Serim. Kebetulan juga, bahan makanan di rumah sudah habis.

30 menit kemudian, Allen tiba di supermarket. Ia segera mengambil bahan makanan dan juga beberapa camilan. Serim memberikan black card nya kepada Allen. Atensinya tertuju kepada dua orang yang sangat ia kenal.

"Ah, kayaknya itu bukan mereka, deh," gumam Allen, lalu melanjutkan mengambil kebutuhan rumah.

Allen sudah selesai membayar tapi, pandangannya tertuju kepada dua orang. Ia yakin siapa dua orang lain. Dengan langkah tergesa-gesa, ia berjalan ke arah dua orang itu.

Plak!

Allen menampar pipi salah satu dari mereka. Ia benar-benar marah saat mengetahui apa yang dilihatnya.

"Oh, jadi ini alasan kau memutuskan aku, Minhee! Aku tidak menyangka kau memilih adik tiriku daripada aku!"

"Kak Minhee, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Jungmo.

Minhee mengenggam tangan Jungmo. "Maafkan aku, Jungmo. Aku dan Allen pernah menjalin hubungan bahkan Allen sudah menikah. Tapi, aku memilih putus darinya."

"Minhee," lirih Jungmo.

Allen hendak menampar Jungmo namun, Minhee menghadangnya. Dia tidak suka ada yang menyakiti Jungmo.

"Jangan pernah kau menyentuhnya, aku tidak akan tinggal diam! Asal kau tau, aku sudah tidak mencintaimu."

Minhee menarik tangan Jungmo keluar dari supermarket. Ia membawa Jungmo ke taman yang tidak jauh dari cafe.

"Kenapa kamu tega melakukan itu? Kakakku orang baik hiks hiks."

Minhee membawa Jungmo ke dalam dekapannya. "Maaf, Jungmo. Aku tidak bermaksud seperti itu."

***

Malam harinya, Serim tiba di rumahnya. Ia memarkirkan mobilnya di garasi, suasana di rumahnya sangat sepi. Serim melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Hal yang pertama ia lihat adalah kehadiran Jungmo di rumahnya.

"Jungmo, tumben kamu ke sini? Ada apa?"

"Kak Serim."

Jungmo beranjak dari sofa, ia berlari ke arah kakaknya dan memeluknya. Serim bingung ada apa dengan adiknya ini.

"Kenapa kakak tidak menceritakan apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kakak diam saja melihat kak Allen bermain di belakang kakak? Kenapa aku harus tau dari orang lain?"

Serim menghapus air mata adiknya. "Gak papa, sayang. Suatu saat dia pasti berubah, jangan khawatir, Jungmo. Kakak rela menunggunya."

Jungmo memukul lengan Serim. " Hati kakak terbuat apa, sih? Seharusnya kakak mendapatkan yang lebih baik dari dia."

"Tidak masalah, sayang. Oh ya, kak Allen kemana?"

"Gak tau, aku ke sini rumah kakak sepi."

***

Jam satu dini hari, Allen belum pulang ke rumah. Serim masih betah menunggu Allen sampai ia pulang. Serim khawatir dengan keadaan Allen di luar sana.

Tak lama terdengar suara pintu rumahnya terbuka. Serim menuruni anak tangga, dia lega karena Allen sudah pulang. Serim khawatir dengan istrinya itu.

"Kamu darimana saja?" tanyanya khawatir.

"Bukan urusanmu. Minggir, aku mau lewat."

Serim mencekal lengan istrinya, ia mencium bau alkohol di tubuh Allen. "Kamu habis minum?" tanyanya lembut.

"INI BUKAN URUSANMU, SERIM!"

"Jelas ini urusanku, kamu adalah tanggung jawabku, Allen."

Allen mengepalkan kedua tangannya, ia mendorong kasar suaminya sampai tangannya terkena pecahan vas. Darah merembes keluar dari lengannya.

"Kak Allen!" teriak Jungmo sambil menuruni anak tangga.

Plak!

Satu tamparan mendarat di pipi Allen. Jungmo sudah tidak bisa menahan emosinya, apalagi ini menyangkut Serim.

"Kenapa, kak?! Kenapa kak Allen tega berbuat seperti itu?! Dia suamimu, kak!"

"Karena dia benalu di hidupku. Aku tidak sudi hidup bersamanya!"

Jungmo ingin menampar Allen namun, Serim berhasil mencegahnya. Ia menarik tangan Jungmo ke kamarnya. Sedangkan Allen, ia menatap tidak suka ke dua orang itu.

"Sialan!"

Setibanya di kamar, Jungmo mengambil kotak obat. Ia mengobati lengan kakaknya, Jungmo tidak tega dengan penderitaan kakaknya.

"Kak, jangan diam saja. Lawan kak Allen."

"Tidak bisa, dia tetap istri kakak. Kamu tau sendiri, kakak tidak tegaan dengan orang. Kakak gak papa kok."

"Kakak emang baik," lirih Jungmo. Serim tersenyum tipis, ia mengusak rambut adiknya.

"CK, dasar lebay!" ucap batin Allen di luar kamar.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Love || Sellen + Minimo✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang