Chapter 14: Go Public?

121 8 0
                                    


"Win, makan siang bareng yuk!" ajak Doyoung mengintip dari pintu ruangan Winwin yang terbuka.

"Hai, Kak! Ayo aja, tapi nanti aku bareng Yuta." Winwin sempat melirik sebentar sekretarisnya itu lalu kembali menekuni laptop.

"Ya ampun, Win. Aku tuh ngajak kamu bukan Yuta." Doyoung berteriak frustasi.

"Maklumin aja kali. Namanya juga orang bucin," goda Xiaojun yang tiba-tiba muncul dari belakang Doyoung.

"Aku bilang juga Winwin ngga bakal mau. Coba aja ajak dia pergi pulang kerja, pasti nanti bawa Yuta juga. Ckckck," cela Ten yang ikut mengintip dari sisi pintu sebelahnya.

Winwin memandang bingung pemandangan di depannya. Mereka ini ngomongin apa sih.

"Hah? Kalian kenapa deh? Perasaan aku udah jawab ayo. Tapi sepuluh menit lagi, ini belum jam makan siang." Winwin melirik jam di ruangannya.

"Luar biasa sekali. Dong Winwin memang tidak peka. Kita ini ngomongin kamu yang bucin! Makan berdua, pulang berdua. Huh." Doyoung masih bersungut-sungut.

"Bucin? Sama siapa?" Winwin akhirnya memilih mengabaikan kerjaan di meja memusatkan perhatian ke tiga orang yang berdiri menutup akses ke ruangannya.

"Yuta!" Kini giliran Xiaojun teriak.

"Jadi gini lho, Winwin sayang," ucap Ten penuh penekanan. "Kita bertiga ini ngajak kamu makan siang bareng. Kamu doang, bukan kamu dan Yuta. Kamu udah jarang sih main sama kita lagi. Tapi kenapa kamu 'mengikutkan' Yuta juga ke lunch kita? Kenapa? Why?"

Ah, Winwin paham sekarang. Dia sedikit terkekeh, membalas "Oke oke. Aku paham. Makan siang tanpa Yuta. Nah, karena sebentar lagi jam istirahat, mending kita sambil turun." Dengan cepat, Winwin membereskan barang di atas meja dan mendorong teman-temannya keluar dari ruangan.

"Kak Win, tapi aku penasaran. Kenapa kakak sama Yuta pasti berangkat-pulang kerja bareng?" Xiaojun bertanya tanpa dosa.

"Eh??" Winwin melirik bingung ke Ten, sedangkan sahabatnya itu hanya mengendikkan bahu.

"Bukannya mereka tinggal bareng ya?" Balasan Kun yang tiba-tiba muncul dari mejanya menimbulkan reaksi berbeda bagi keempat orang tadi. Doyoung melotot ngeri, Xiaojun menutup mulut, Ten terlihat acuh tapi tak ayal menahan tawa, sedangkan Winwin berubah kaku.

"Kun! Spill the tea. Ayo kita makan siang." Doyoung memegang erat kedua bahu Kun, membuat si kepala HRD kebingungan.

"Maaf nggak bisa. Aku harus ketemu..."

"Yuta!"

Bagus, sekarang Xiaojun meneriaki Yuta yang muncul dari balik lift. Wajah kebingungan laki-laki itu membuat Winwin tambah mengumpat dalam hati.

"Oke kalau gitu. Ayo cepat ke kantin. Ada banyak hal yang harus dibicarakan." Doyoung melepas cengkramannya dan berjalan duluan ke lift. Sebelum masuk, dia menyempatkan diri berhenti di samping Yuta. "Dan kamu, Yuta! Makan siang sendiri sana!"

Yuta memandang bingung saat Xiaojun mendorong Winwin ke arah lift sambil meringis serta Ten yang menepuk pundaknya berusaha menyemangati. Ketika lift berlalu turun, giliran dia menatap Kun meminta penjelasan.

"Apa aku membuat kesalahan?"

Sambil terkekeh, Kun membalas, "Bukan masalah besar, jangan khawatir. Ayo ke ruanganku dulu."

Masih dengan raut kebingungan, Yuta berjalan mengikuti Kun.

***

Jujur, Winwin tidak berniat menceritakan hubungannya dan Yuta kepada orang lain. Cukup ayahnya dan Ten yang tahu. Terlepas karena status mereka hanya pura-pura pacaran, Winwin tidak ingin memperrumit keadaan. Yuta adalah bawahannya di kantor, dia tidak mau merubah profesionalitas dan pandangan orang-orang kantor.

Sayangnya, siang ini dia ditodong dua arah sekaligus. Doyoung dan Xiaojun tidak akan melepaskannya begitu saja, Ten mana mau membantu. Jadilah dia mengaku berpacaran dengan Yuta.

Iya, pacaran sungguhan. Winwin menahan fakta kalau hubungan itu hanya berdasarkan kontrak.

Apa yang terjadi berikutnya agak mengejutkan. Xiaojun hanya mengangguk paham sambil sesekali menggoda atau bertanya hal-hal privat soal hubungan mereka. Doyoung masih tidak terima karena Winwin tidak langsung bercerita padanya, "Kukira aku adalah sekretaris yang paling kamu percaya, Win!". Tapi selain itu, mereka tidak bersikap berlebihan. Mereka paham sifat tertutup Winwin, mana mau bos mereka itu mengumbar kehidupan pribadi di kantor.

Setelah masalah tadi reda, mau-tidak mau Winwin jadi merenung. Dia dan Yuta memang sering makan siang bersama. Pulang juga berdua karena Yuta yang menyetir, kecuali kalau jadwal kerja mereka berbeda. Winwin tidak pernah berpikir orang akan mengira macam-macam melihat mereka. Toh dia nyaman berada di dekat laki-laki itu, buat apa memikirkan hal lain.

Namun, fakta terakhir dan reaksi percaya dua sekretaris itu membuatnya kepikiran. Sejak kapan Winwin gampang nyaman dengan orang baru? Di kantor saja, selain sang sahabat dan dua sekretaris mereka, hanya Kun, Jungwoo, dan Lucas yang dekat secara pribadi dengannya. Kun-Jungwoo karena mereka senior-juniornya di kampus dan Lucas karena rasa percaya pada si kepala bagian keamanan. Selain itu, hubungannya dengan pegawai lain sebatas rekan kantor walau dia tetap mengkondisikan suasana akrab antara mereka.

Yuta beda. Winwin bahkan tidak lagi ingat bagaimana mereka menjadi sedekat sekarang. Laki-laki itu tidak pernah memperlakukannya palsu ataupun sengaja akting seperti pasangan. Daripada pacar, Yuta jauh terasa lebih dekat. Mirip Ten, orang-orang yang ia percaya dan ingin terus berada didekatnya.

Kenapa Winwin menganggap Yuta berbeda, bahkan lebih baik dari rekan sekantor lain yang ia kenal bertahun-tahun? Apa karena sikap Yuta padanya? Atau karena Yuta telah banyak membantunya? Atau karena...

"Win, makan yang bener!" Hardikan Doyoung menyadarkannya pada rice bowl miliknya yang dibiarkan teraduk berantakan.

"Pasti kepikiran Yuta. Sorry ya Win, kamu harus makan bareng kita hari ini," saut Ten dengan nada sok sedih. Ckck, kadang sahabatnya ini memang minta disumpahi.

"Aduh kasian." Xiaojun ikut berakting sedih. "Itu lho, si abang pacar udah dateng. Yuta!" panggilnya ke arah Yuta yang baru berjalan masuk kantin bersama Kun. Teriakan tidak tahu malu Xiaojun sukses menarik perhatian seisi kantin.

Ah, Winwin sungguh ingin menenggelamkan diri ke inti Bumi.

***

"HUAHAHA." Yuta tertawa keras setelah Winwin menceritakan kejadian tadi siang. Tentu saja minus memberi tahu isi pikirannya soal Yuta.

"Hei! Ini nggak lucu, tau. Aku hampir mati malu." Winwin menyilangkan tangan di dada ngambek. Dia menolak melihat Yuta yang menyetir di sampingnya.

"Oke oke aku berhenti ketawa. Jangan marah ya." Yuta mengelus pelan kepala Winwin dengan satu tangan. Winwin makin mengalihkan wajah ke jendela. Pipinya terasa hangat.

"Ah! Tapi kamu beneran nggak papa aku cerita ke mereka?" Winwin balik menatap Yuta begitu tangannya kembali memegang setir. "Aku bilang kita beneran pacaran," tambahnya pelan.

"Nggak masalah. Kamu percaya mereka kan, kalau gitu aku juga." Yuta balas memandang Winwin begitu mobil berhenti di lampu merah. Senyum manis tersungging di bibir tipisnya.

"Aku percaya mereka seperti aku percaya Ten ngga bakal bilang siapa-siapa kalau kita pacaran bohongan."

Uhuk, ucapan Winwin agak menusuk hati Yuta. Dia kembali ditampar kenyataan bahwa, sedekat apapun mereka, hubungan ini hanya ada sesuai kontrak. Winwin tidak memperhatikan tapi Yuta tersenyum getir.

"Nah, cukup overthinking-nya malem ini. Mending kita cari makan sebelum pulang, gimana? Aku tahu warung street food Jepang yang enak di jalan ini." Yuta menghentikan Fiat Winwin di pinggir jalan dan menghadap ke gadis di sampingnya yang menunduk lesu.

"Bersediakah pacarku yang cantik ini pergi 'street food light dinner' bersamaku?" tanya Yuta mengulurkan tangan ke arah Winwin. Sebagai catatan, 'street food light dinner' yang dimaksud itu plesetan dari 'candle light dinner'. Salut pada Yuta dan otak ajaibnya.

Pelan-pelan Winwin membalas uluran tangan Yuta yang langsung laki-laki itu genggam erat. Senyum lebar laki-laki itu membuatnya ikut tersenyum.

"Aku bersedia." Mendengar jawaban Winwin, keduanya tertawa keras. Barusan benar-benar terasa seperti adegan lamaran drama di televisi.

****

Make Your Day || YuwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang