Chapter 2: Terpuruk

438 34 0
                                    


"Ini Jung Jaehyun calon suamimu."

"Shit!" Winwin sontak berdiri, membuat kursi yang ia duduki terjatuh keras. "Aku baru 26 tahun! Aku nggak kenal dia siapa!" Winwin marah. Ia sangat marah.

"Jaehyun itu pegawai terbaik ayah. Dia rajin dan sopan, pantas jadi suami puteriku."

Puteri? Apa aku benar puterimu? Siapa kamu bisa menilai pantas tidaknya seseorang?

"Aku Jung Jaehyun. Salam kenal." Bawahan ayah itu, Winwin menolak menganggapnya sekadar pegawai, menyodorkan tangan. Ck Winwin mendecak.

"For God shake! Ayah sadar aku udah 26 tahun, bukan anak 6 tahun yang main rumah-rumahan. Lima tahun aku pergi dari rumah ayah. Aku sekarang punya rumah dan perusahaan sendiri bukan untuk kembali dikurung sangkar yang ayah buat!" Winwin setengah berteriak. Tapi pria tua itu tetap tenang tanpa emosi ataupun rasa simpati. Hanya Jaehyun yang agak terkejut mendengar ucapan keras puteri tunggal bosnya.

"Aku pergi." Winwin berjalan keluar ruangan tak lupa membanting pintu. Di luar, tatapan pegawai ayahnya langsung menyambut. Masa bodoh. Ia terus berjalan menjauh.

Tiba di depan lift, kesadaran menghantam. Sedih, marah, kecewa memenuhi kesadarannya. Winwin berlari kecil menuju pintu darurat. Ia terduduk lemah di lantai dan menangis. Kapan terakhir kali ia menangis sehisteris ini? Saat ibu meninggal, Winwin hanya menangis sekali itupun diam-diam. Saat keluar dari rumah dan berjuang membangun kehidupan, ia juga tidak bersedih. Tapi ketika ayah menggerakkannya bagai boneka, menjualnya pada orang asing, pertahanan Winwin hancur. Ia tahu Mr. Dong bukan orang yang benar-benar baik. Di otak orang itu hanya ada keuntungan. Ketika pegawai Jung datang, Winwin sadar perjodohan ini ada demi bisnis. Dan ia diharapkan setuju tanpa debat.

Langkah kaki terdengar dari tangga bawah mengarah ke Winwin. Gadis itu tidak peduli. Air matanya tak kunjung berhenti. Hidungnya basah dan tenggorokan sakit. Ia terlihat sangat buruk. Langkah kaki itu tiba di dekatnya. Hanya berdiri diam. Winwin yang masih menangis tentu tidak mempedulikan orang lain apalagi menyempatkan diri melihat laki-laki office boy berdiri menatapnya. Bukan tatapan ingin tahu atau jijik, tapi sedih. Laki-laki itu berdiri diam. Walau begitu, keberadaannya tidak mengganggu Winwin.

Lima belas menit kemudian, tangisan Dong Winwin tersisa isakan kecil. Kepalanya mendongkak saat sapu tangan terulur di hadapannya. Orang yang dari tadi diam itu, Winwin baru sadar dia OB, memberikan sapu tangan itu. Winwin mengusap wajah. Ia pasti terlihat sangat buruk. Bagaimana bisa keluar dari kantor ini?

***

Bucket hat hitam terulur ke arah Winwin. Laki-laki OB itu pelakunya. Kali ini, Winwin menatapnya lebih lama. Orang itu berambut hitam agak gondrong dengan sedikit semburat kemerahan terbakar matahari.

"Pakai topi ini. Lalu turun dengan tangga darurat sampai lobi. Sekarang belum jam makan siang jadi kantor belum ramai."

"Apa... aku.. umm." Winwin menatap bingung.

"Ayo berdiri." Laki-laki tadi mengulurkan tangan sambil tersenyum. Winwin mengikutinya berdiri, masing linglung. OB di depannya tertawa kecil. Ia mengambil bucket hat dari genggaman Winwin dan memakaikannya hingga menutup rambut panjang bergelombang dan setengah wajah gadis iu.

"Hati-hati pulangnya. Kadang saat kita kesusahan, menangis itu melegakan. Tapi terus berjalan adalah keharusan."

Senyum orang itu terus melekat di pikiran Winwin saat ia berjalan mundur mempersilahkan Winwin menuruni tangga darurat.

"Terima kasih." Winwin berbisik pelan.

Make Your Day || YuwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang