Chapter 1: Calon

1.4K 45 0
                                    


Dong Winwin merapikan blouse off shoulders-nya sambil berjalan di koridor perusahaan dengan langkah tegap. Hari ini sang ayah yang diktator, Mr. Dong memanggi Winwin ke perusahaannya. Apakah itu hal aneh? Tidak juga, tapi Winwin tidak pernah suka berurusan dengan pria itu. Termasuk datang ke perusahaan wilayah kekuasaannya. Pegawai-pegawai yang berpapasan dengan Winwin berkali-kali menunduk atau berusaha menyapa. Tidak perlu repot. Winwin toh tidak peduli dan tidak pernah suka ada di tempat ini.

"Oh, Miss Dong. Anda sudah tiba. Silahkan langsung masuk saja."

Ucapan Wendy, sekretaris paling loyal ayah, menarik atensi Winwin. Gadis itu melempar senyum kecil. Ia memang jarang datang ke kantor itu tanpa palsaan. Kata-kata Wendy baginya hanya formalitas karena Winwin selalu langsung masuk ke ruang kerja Mr. Dong sesampai di sana. Ia tidak mau berbasa-basi, apalagi menunggu pria itu selesai dengan apapun pekerjaannya.

Winwin masuk ke ruangan dan disambut Mr. Dong yang sibuk berbicara melalui airpod. Pria itu menyuruh sang puteri duduk lewat gestur sebelum kembali sibuk di telepon entah membicarakan apa. Winwin tudak mau tahu sama sekali.

Sepuluh menit berlalu, Mr. Dong akhirnya melepas airpod itu, mengarahkan pandangan ke anak tunggalnya. Winwin yang tidak suka menunggu sedari tadi menghabiskan waktu dengan scrolling random di media sosial tanpa tujuan.

"Winwin sayang. Bagaimana kabarmu?" Huh sayang apanya. Sang puteri memutar mata menatap pria itu.

"To the point deh. Ayah mau apa?"

"Ayah cuma mau ketemu kamu. Kapan terakhir kali kita ketemu? Bulan lalu? Ayah suka kamu hidup mandiri, tapi sekali-kali kamu harus pulang ke..."

"Rumah? Rumah ayah?" Winwin memotong ucapan ayah. "Aku sudah bilang, aku tidak mau pulang ke rumah ayah. Jangan susah payah membuatku ke sini hanya untuk membicarakan itu."

Mr. Dong menghela napas. Ia jelas tahu dari mana kekeraskepalaan Winwin berasal. Sampai kapanpun puterinya tidak akan lengah dan terpengaruh oleh bujukannya.

Winwin keluar dari rumah sejak 5-6 bulan lalu. Kenapa? Oh ceritanya panjang. Tapi pasti ini berhubungan dengan ayah yang tidak mempercayai anak perempuannya dan seorang gadis pemberontak.

Winwin hidup bertahun-tahun berdua dengan ayah. Ibunya meninggal saat ia kecil. Walau kadang rindu dan iri dengan anak lain yang punya ibu, Winwin tidak pernah depresi karena itu. Tidak punya ibu adalah kesedihan, bukan halangan. Tapi ketika tidak punya ibu dan ayah menganggapnya sebagai perempuan lemah dan bebas diatur, maka itu adalah halangan besar.

Setelah ibu meninggal, Winwin sempat merasa sangat terpuruk. Ia akhirnya berhasil kembali beraktivitas terlepas dari masa berkabung yang tidak sebentar. Sangat berbeda dari ayah. Mr. Dong adalah pengusaha ulung dengan otak bisnis yang cemerlang. Tapi selamanya Winwin tidak akan paham pada pria pebisnis yang tetap bekerja seharian tanpa beban kala sang isteri tiada. Kalau dipikir-pikir sekarang, mungkin itu kekecewaan pertama Winwin sekaligus penyebab pemberontakannya di tahun-tahun kemudian.

Mrs. Dong adalah 100% ibu rumah tangga. Sangat berdedikasi untuk suami dan anaknya. Winwin pernah protes? Tidak. Waktu itu, ia hanya cukup kecil untuk sadar mereka sangat berbeda. Ibu penurut, ia pembangkang. Ketika si penurut pergi, barulah si pembangkang merasakan perubahan perlakuan ayah. Semakin lama, ia merasa sering diatur dan terganggu karena itu.

Winwin kecil suka belajar banyak hal. Ia tidak pintar atau rajin, hanya penuh rasa ingin tahu. Hal ini membuatnya selalu dapat peringkat di kelas. Waktu itu, orang menganggap Winwin belajar keras agar nanti mampu menggantikan posisi Mr. Dong selaku pemimpin salah satu perusahaan konstruksi ternama se-Asia Pasifik. Winwin kecil tidak paham. Ia belajar saja karena itu yang ia tahu. Mr. Dong juga tidak membantah anggapan orang-orang. Lambat laun, Winwin benar merasa seperti puteri mahkota. Ayah menyekolahkan di tempat terbaik, membawanya ke pertemuan penting tidak peduli bahkan walau ia masih berseragam sekolah. Winwin yang tidak paham perkara bisnis, arsitektur, dan obrolan orang-orang tua di sekelilingnya hanya diam mengikuti ayah. Semua berujung ketika ia hampir kuliah.

Dari kecil, Winwin sering memakai baju cantik. Entah pengaruh ibu atau penata busana profesional undangan ayah sebelum ke pesta. Kebiasaan ini terus melekat hingga bangku SMA. Karena suka berdandan, sekolah model atau desain pakaian adalah pilihan jurusan yang ia inginkan. Winwin yang sejak kecil menuruti keinginan ayah mendadak punya ambisi baru. Sayang, percik itu bahkan belum membakar ketika ayah mematikan sumbunya. Ia harus belajar bisnis. Orang-orang berkata itu karena ia penerus Mr. Dong. Ayah pun tak mengelak. Winwin akhirnya mengubur pakaian-pakaian indah itu jadi setelan hitam dan kemeja. Kesukaan pada belajar membuat nilainya terjamin.

Tapi percaya dirinya runtuh ketika mendengar ayah yang selalu ia percaya menertawakan itu.

"Anak perempuanku jadi direktur? Omong kosong."

Kalimat itu masih membekas hingga sekarang. Mulai itu juga, sebulan usai lulus, Winwin kehilangan rasa percaya pada pria itu dan kabur dari rumah. Lulusan terbaik sekolah bisnis itu tidak mau mendengar sebutan 'omong kosong' bagi dirinya.

"Oke oke kalau itu maumu." Mr. Dong mengambil jeda lalu berkata, "Kamu sudah 26 tahun. Ini waktunya kamu menikah."

Dugdugdug cklek. Winwin belum sempat memprotes ucapan pria itu ketika pintu ruangan terbuka. Menampilkan pria bidang berambut klimis rapi dan jas yang melekat pas di tubuhnya.

"Ah nice timing." Laki-laki itu berjalan mendekat. "Ini Jung Jaehyun calon suamimu."

Make Your Day || YuwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang