Siang hari yang terik itu membuat suasana kota Bangkok semakin memanas. Beberapa orang menggerutu karena kemacetan jalanan yang semakin hari semakin parah, sementara sisanya mengutuk kehidupan yang tidak pernah berjalan sesuai keinginan.
Gun Atthaphan melirik keluar kaca mobilnya. Terik matahari diluar sana tak mengurangi niatnya untuk tetap menunggu di lapangan parkir apartemen seseorang. Sounds creepy? Believe him, there is nothing more creepier than the feeling of slowly losing the person you love. It's awful.
To become a little creepy was nothing for Gun compare to how scary the image of losing the one he loves torturing his mind right now.
Gun tahu dia tidak seharusnya berada disana dan melakukan semua ini. Hanya saja keadaan yang memaksanya. Dia tidak bisa duduk diam, mengetahui bahwa dia bisa saja kehilangan segalanya dalam sekejap.
Gun menatap ponselnya lagi. Dia sudah mencoba menhubungi orang itu berkali-kali sejak beberapa hari terakhir. Tapi tidak ada satupun panggilannya yang terjawab dan tidak ada satupun pesannya yang berbalas.
Sejak semalam, Gun tidak tahan lagi. Pikirannya membuatnya semakin menggila dengan banyaknya bayangan hasil imajinasinya yang membuatnya seperti kehilangan arah. Banyangan-banyangan itu lama-lama terasa semakin nyata dan Gun pikir dia tidak sanggup lagi menahannya.
Jadilah dia berada disini sekarang. Tapi setelah menunggu selama berjam-jam seperti orang bodoh di dalam mobilnya. Gun akhirnya memutuskan untuk keluar dan menghampiri orang yang telah membuatnya hilang akal seperti ini.
Gun keluar dari mobil Merchedez putihnya. Ia berjalan cepat menuju lobby apartemen mewah itu. Jantungnya bertalu keras sekali hingga dadanya terasa sakit. Tapi Gun tak bisa menunjukan betapa kacaunya dia saat ini.
Dia berjalan menghampiri pos penjagaan dan mengatakan bahwa dia hendak menemui salah satu penghuni apartemen itu. Gun sudah sering berkunjung, jadi dia tidak mendapat kesulitan untuk masuk lebih jauh.
Langkah kakinya yang terburu membuatnya tidak sabar untuk menunggu lift yang tak kunjung terbuka. Gun memutuskan menggunakan tangga darurat.
Setiap langkah yang membawanya menaiki anak tangga, dadanya terasa semakin sesak. Ada perasaan khawatir dan gelisah yang membuatnya kesulitan bahkan sekedar untuk menelan udara dalam kerongkongannya.
Tempat yang dia tuju berada di lantai tujuh dan Gun sudah nyaris pingsan ketika kakinya menginjak tangga penguhubung di lantai empat. Tapi dia tidak bisa menyerah sekarang. Firasatnya mengatakan ia harus segera bertemu dengan orang itu.
Secepatnya.
"Gun?" Suara itu membuat Gun yang tengah menunduk mengambil nafas, dengan tangan bertumpu pada kedua lututnya, pun mendongak.
Ada perasaan lega luar biasa, hingga kakinya yang lemas terasa semakin seperti tak bertenaga. Hingga Gun hampir terjatuh, jika saja tangan itu tidak segera menangkap tubuh kecilnya.
Gun secara reflek mengalungkan kedua tangannya di leher pria itu. Dia mendesah penuh kelegaan. Diabaikannya tetesan keringat yang membasahi dahinya. Tiba-tiba Gun merasa ingin tertawa.
Lega sekali rasanya.
"P'Tay..." katanya di sela tarikan nafas yang masih berat.
Orang itu, Tay Tawan, hanya terdiam memeluknya.
Gun bisa mencium wangi parfum yang biasa Tay gunakan. Wangi yang sangat Gun senangi. Dia mendekap pria itu lebih erat.
"Gun, ada apa? Lepaskan dulu." Tay mencoba membuatnya melepaskan pelukan koala itu, tapi Gun bergeming. Dia ingin menikmati dekapan ini sedikit lebih lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Scene
FanficOnly they know what happened behind the scene. Pairing: ~Singto x Krist ~Tay x New ~Off x Gun Also Starring: ~Bright x Win ~Mike x Toptap ~Ohm ~Nanon ~Chimon ~Purim ~Fiat ~Oujun ~White ~First and many more