Chapter 24: Abstract

374 50 10
                                    

"What's a forever mean,

when I couldn't even be with you in this lifetime?"

Tay Tawan membaca kalimat itu berulang kali. Sepertinya itu adalah sebuah prasa yang sengaja dibuat untuk membuat batinnya tertaut lama. Itu adalah kutipan naskah kalimat yang tertulis dalam naskah milik New yang tertinggal di apartemennya berbulan-bulan lalu. Jauh sebelum semua kekacauan ini menghilangkan New dari hidupnya.

Tay tak pernah menyangka akan tiba waktunya dia akan mengobrak-abrik barang-barang New yang ternyata banyak tertinggal di tempatnya. Dan dia menemukan naskah itu. Naskah terakhir yang seharusnya New hafalkan untuk sebuah series yang seharusnya tayang tepat awal tahun depan. Tay awalnya tak terlalu perduli. Lebih memilih mencari sesuatu yang lebih berguna untuk membuat rindunya pada New terobati. Tapi segaris warna hijau menyala yang muncul di atas kertas halaman yang terlipat aneh membuatnya ingin tahu.

Rupanya New menebalkan satu baris kalimat dialog yang seharusnya dia perankan itu dengan bold marker warna hijau neon. Hatinya tertohok seketika.

'Well that feels like a punch on the face.' Batinnya setelah memahami kenapa hanya kalimat itu yang New tonjolkan dari banyaknya dialog bermakna lainnya yang bisa dia tebalkan, jika hanya untuk sekedar dihafalkan.

He was fuckin' clueless. New was there leaving him all the hints he could ever get but never did.

'Damn, Tay Tawan. You really are an ignorant person.' Maki Tay lagi pada dirinya sendiri.

How could he never notice all the signs?

Every time New was coming over to his place, every sleepover they had, every time New asked him to practice the dialog with him. All those times, he didn't know.

Oh, God.

Bahkan sebuah tamparan pada dirinya sendiri tidak akan cukup sekarang. Tay jatuh terduduk di tepi ranjangnya. Hatinya terasa begitu nyeri. Dia tiba-tiba merasa mual. Tangannya gemetar tanpa sadar meremat naskah itu menjadi gulungan tak berbentuk.

Beginikah akhirnya?

Tay merasa putus asa saat ini. Haruskah dia kehilangan New begitu saja, setelah semua yang telah dia lewati untuk menyadari perasaannya pada sahabatnya itu? Haruskah berakhir dengan dirinya yang menyerah karena tak tahu arah kemana harus menemukan belahan jiwanya itu?

Gelisah, Tay melempar gulungan naskah itu ke ranjangnya. Tangannya mengusap wajahnya dengan kasar. Benar-benar kepalanya terasa akan pecah sebentar lagi.

Dan tepat saat dirinya hendak merebah, menyerah digerogoti lelah, suara bel pintu yang dibunyikan dengan tidak sabar membuat terfokus kembali.

Meski sanksi dia memiliki tamu disaat seperti ini, Tay tetep melangkah dengan gontai menuju pintu apartemennya. Ketika langkahnya sudah semakin dekat, Tay dapat mendengar suara gaduh dari balik pintu bercat hitam itu. Alisnya mengerjit tinggi.

'Apa lagi kali ini?' Tay membatin. Helaan nafas berat ia hembuskan sebelum kemudian memutuskan tetap menemui siapapun itu yang membuat keributan di depan kediamannya.

"Daddy!"

"Minggir! Biarkan aku masuk!"

"Hi, Dad!"

Tay diam membeku.

Sambutan yang diterimanya begitu membuka daun pintu itu sungguh tak terduga. Bibirnya menganga lebar. Tak percaya bahwa ada tiga orang pemuda yang baru saja melewatinya begitu saja setelah meneriakan sapaan random padanya. Yang satu bahkan tak mau repot menyapanya.

Behind The SceneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang