~ 6 ~

657 81 10
                                    

Mari kita baca

Bagaikan disadarkan dari mimpi, Alina masih mencerna informasi yang baru ia dengar. Alina termangu dibalkon sambil memandang sebagian kota Sydney yang bisa ia lihat. Alina mulai mengingat perkataan Tania kembaran Tasya yang juga orang kepercayaan Alina untuk mengelola bisnis kulinernya. Pada beberapa hari yang lalu Tania memberitahu Alina jika keluarga Robin dan Kelurga dari Mahardika makan malam bersama di ruang VIP di salah satu restoran yang dimiliki Alina.

Padahal Alina terus menerus berkomunikasi sejak Robin kembali ke Jakarta, tapi tidak ada satupun pembicaraan yang mengarah pada hasil pertemuan dua keluarga itu selama Robin berkomunikasi dengannya.

Lantas apakah ucapan Robin saat itu tidak ada artinya. Haruskah perasaannya layu sebelum berkembang, batin Alina. Dan apa maksud dari pesan Robin waktu itu ada hubungannya dengan ini. Alina menghela napas.

"Alina masuklah, diluar sangat dingin. Kamu bisa sakit jika berdiri diluar terlalu lama hanya dengan pakaian tipis itu." ucap Auntynya yang membuyarkan lamunannya.

"Ia aunty, sebentar lagi Alina masuk."

Setelah menenangkan diri, Alina berusaha menutupi perasaannya dan harus menunjukkan keadaan yang baik baik saja pada semua orang supaya mereka tidak khawatir.

"Apa yang kamu pikirkan begitu dalam setelah menerima telpon, kamu hanya berdiri disana dan berpikir keras. Seolah kamu diutus untuk ikut perang dan kemudian memikirkan strategi rumit." ucap sang kakek.

"Benar kek. Alina akan pergi berperang. Ada sebuah perusahaan besar ingin memakai jasa wedding organizer milik Alina. Sepertinya Alina harus segera berangkat ke Jakarta sebelum waktu cuti Alina habis. Maaf ya kek." ucap Alina sambil memasang muka lucu dan berhasil membuat kakeknya tersenyum.

"Syukurlah. Kakek mengira kamu akan mengurus pemakaman seseorang."

"Sepertinya itu juga ide yang bagus. Alina juga akan membuka usaha untuk mengurus orang yang meninggal. Jadi mereka akan punya kenangan terakhir yang memorable tentang keluarga yang mereka sayangi yang telah pergi meninggalkan mereka. Terima kasih kek."

"Alina. Kamu ni ada ada aja." ucap uncle Darma.

"Uncle akan berinvestasi kan?" kekeh Alina.

"Tentu saja. Ide jualanmu tuh. Selalu tidak terduga."

"Sip. Makasih uncle. Kalo gitu Alina ke kamar dulu ya. Alina mau pesan tiket pesawat dan packing."

"Hah. Itulah yang membuat aku cemas. Ia selalu berusaha tampak baik baik saja supaya kita tidak kuatir. Sejak mama meninggal, kemudian kakakku juga meninggal, ia berusaha tidak menangis. Tapi disaat kita semua tidak memperhatikannya, ia menangis dalam diam." ucap uncle setelah Alina masuk ke dalam kamar.

"Begitulah Alina, ia selalu berusaha tampak kuat dan mandiri. Padahal mungkin hatinya rapuh. Aku gak tau apa yang terjadi selama ia menerima telepon. Yang jelas hal itu sedikit membuatnya terguncang. "

"Mungkin sekarang ia sedang menahan tangis sambil membereskan barang barangnya. Dan kalo ditanya, dia akan menjawab matanya kemasukan debu. Atau dia merasa mengantuk hingga terus menguap."

Ketiga orang dewasa yang berada diruang tamu sama sama menghela napas sambil memandang pintu kamar Alina.

.....

Sesampainya di Jakarta, Alina langsung menuju ke sebuah ruko memiliki 4 lantai yang ia gunakan sebagai kantor keduanya. Lantai 1 ruko itu ia sewakan kepada seorang teman yang memiliki bisnis mengelola sebuah cafe sedangkan lantai 2, 3 dan lantai 4 adalah kantor dimana Alina mengelola bisnis wedding organizernya.

We Can't Move On {Completed}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang