~ 10 ~

706 78 7
                                    

Selamat membaca

Alina merasakan kehangatan ditangannya. Suara yang ia kenali tersirat penuh kecemasan terus terdengar dialam bawah sadarnya.

Alina mengerjapkan mata dan menyadari ada sosok yang ia kenali tengah duduk disamping ranjangnya dan tampak tertidur dengan masih menggenggam tangan Alina.

Melihat keberadaan pria ini saat Alina membuka mata membuatnya senang sekaligus miris. Alina menyadari jika pria ini bukanlah takdirnya membuatnya menelan kembali kebahagiaannya.

Alina mengamati sekeliling dan mengetahui bahwa ia berada di IGD. Selang infus nampak terpasang disalah satu tangannya. Ia ingat saat terakhir sebelum kegelapan mendatanginya.

"Robin bangun." Alina mengusap rambut Robin untuk membangunkannya. Alina tidak tega melihat Robin tertidur dalam posisi yang tidak nyaman.

"Bin. Bangun, nanti lo sakit kalo tidur kayak gini." ucap Alina sambil sedikit mengguncang tubuh Robin.

"Alina. Udah lama bangunnya? Maaf gue ketiduran. Sebentar ya gue panggil dokter."

Seorang perawat wanita masuk dan memeriksa kondisi Alina.

"Anda boleh pulang setelah infusnya habis." ucap perawat tersebut.

"Terima kasih Sus."

"Berapa lama gue disini?"

"Hampir seharian. Kamu butuh banyak istirahat Lin. Dokter bilang tekanan darahmu sangat rendah dan asam lambungmu naik. Kamu kelelahan. Sekarang makan ya, setelah itu kamu istirahat." ucap Robin dengan lembut dan penuh perhatian.

"Makasih Bin." Alina mengambil makanan yang sudah ditata oleh Robin dimeja kecil yang diletakkan di atas tempat tidur.

"Anytime."

"Lo udah makan?"

"Belum. Bagaiman aku bisa makan kalo aku kuatir ama kondisi kamu." ucap Robin. Alina menghela napas.

"Maaf ya dah bikin lo kuatir." ucap Alina. Robin menggelengkan kepala.

"Yang penting sekarang kamu udah bangun. Makannya diabisin." ucap Robin lagi sambil tersenyum. Alina senang melihat senyum di wajah Robin.

Alina mulai memakan makanannya dan segera menghabiskannya. Kemudian kembali berbaring.

"Bin. Lo makan sana. Jangan sampe lo ikutan tumbang."

"Oke. Aku pergi dulu ya." Robin mengecup kening Alina. Sementara Alina terkejut dan hanya diam dengan pandangan kosong. Robin tersenyum melihat reaksi Alina.

.....

"Bin. Jangan terlalu perhatian sama Alina. Orang bisa salah paham. Kamu kan udah mau nikah sama Valencia." ucap mamamya.

Robin baru saja sampai dirumah dan merebahkan tubuhnya di sofa ruang keluarga saat mamanya keluar dari kamar.

"Mama Robin mau tanya nih ya. Siapa yang bilang kalo Robin tu tertarik sama Alina? Dan kalo misalnya Robin sama Alina kenapa mama sama papa gak merestui?"

"Pertama, mama sama papa bisa lihat bagaimana cara kamu menatap Alina itu tatapan orang jatuh cinta. Dan yang kedua, keluarga Alina itu biasa aja there nothing spesial. Ga ada saling menguntungkan untuk keluarga kita. Paham kamu."

"Whatever. Emang segitu butuhnya perusahaan kita ama dana dari mereka?"

"Its a long life investment kalo kita besanan ama mereka. Mama tau kamu sama Cia itu udah ada chemistry. Kalian saling membutuhkan. Dan mama senang lihatnya."

We Can't Move On {Completed}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang