~ 9 ~

648 75 7
                                    

Happy reading.

"Alina kamu kerjakan diruangan saya aja supaya komunikasi kita lebih mudah." ucap Robin.

"Baik pak."

"Kita mulai dari proposal dari selebriti yang akan mengadakan event. Kamu yang ketik, saya yang akan kasih poin poin perjanjian yang perlu ditambahakn setelah mendapat revisi dari tim legal kita."

"Baik pak." ucap Alina dan meletakkan laptop dimeja sofa.

"Kerjakan di meja saya saja."

"Loh nanti bapak dimana?"

"Saya sambil berdiri dan jalan aja. Capek duduk terus."

"Baik pak." Alina memindahkan laptopnya ke atas meja kerja Robin.

"Ok. Saya mulai ya."

Dengan cekatan Alina mengetik semua yang dikatakan Robin. Telinganya fokus untuk mendengarkan suara Robin.

"Coba saya lihat sampai dimana tadi." ucap Robin yang sudah berada di dekat Alina. Posisi tubuh Robin condong melihat ke laptop. Tangan kiri Robin berada diatas meja. Tangan kanannya memegang mouse dengan melewati tubuh Alina.

Alina merasa terjebak dengan posisi ini. Wajah Robin begitu dekat disamping wajahnya. Dan Alina bisa merasakan hawa panas yang terpancar dari tubuh Robin.

"Kita lanjutkan lagi pak." ucap Alina untuk mencairkan suasana yang tiba tiba hening.

"Rambut kamu wangi banget lin. Aku suka." ucap Robin dengan lembut.

"Bin. Bisa fokus lagi ke kerjaan?"

"Aku selalu fokus kok. Kayaknya kamu yang engga fokus."

"Ehem. Bisa mundur sedikit ga?"

"Kenapa? Gantengku kelewatan ya?" ucap Robin sambil terkekeh.

"Bin. Ini sudah malam. Lebih baik segera kita selesaikan dan gue mau pulang." ucap Alina dengan ketus.

"Ga bisa kayak gini dulu sebentar Lin?" tanya Robin yang kemudian memeluk Alina dan mencium puncak kepala Alina.

Tubuh Alina menegang. Otak dan hatinya bertarung. Saat sang otak berusaha menyadarkannya untuk melepaskan diri dari pelukan Robin. Tetapi sang hati berkeinginan sebaliknya.

"Bin. Gue tau ini berat buat lo. Gue akan terima perasaan lo. Tapi gue ga bisa membalas perasaan lo." ucap Alina berusaha untuk tetap bertahan.

"Alina." Robin melepaskan pelukan dan menatap wajah Alina.

"Bin. Jangan terlalu dekat." ucap Alina saat wajah Robin sangat dekat dengan wajahnya. Alina berusaha untuk menjauhkan tubuhnya tetapi ditahan oleh Robin.

"I try so hard to hold myself. But may I kiss you?" bisik Robin di depan bibir Alina. Robin menatap bibir itu, menanti jawaban dengan penuh harap.

"Don't. Don't kiss me." ucap Alina sambil menatap tajam pada Robin. Alina berusaha keras untuk tidak terbuai dengan asmara yang membelenggunya dan hampir menarik semua akal sehatnya.

"Can you feel it?" Robin meraih tangan kiri Alina dan metakkan di dada kirinya.

"My heart beat so fast because of you." ucap Robin dengan tatapan yang tak lepas dari mata Alina.

Alina menelan ludah. Sekuat tenaga ia berusaha menahan dirinya. Ia ingin sekali menarik wajah Robin dan mencium pria ini dengan menggebu agar Robin bisa merasakan gairah dalam dirinya. Alina mengalihkan pandangan dari tatapan Robin.

"Bin jangan membuat semuanya menjadi rumit."

"Gue sayang dan cinta sama lo Lin."

"Tapi itu udah ga ada artinya Bin. Karena yang akan lo nikahi tu bukan gue. Jadi lupakan saja." ucap Alina dengan tatapan sedih. Robin menarik diri dan mengacak rambutnya. Bersama dengan Alina terlalu lama bisa membuat rasionalitasnya tak berjalan.

We Can't Move On {Completed}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang