Selamat membaca
"Astaga Robin! Lo apa apaan sih. Lepasin gue. Lo kan ada rapat." karena kesal dengan sikap Robin, Alina sampai menjatuhkan formalitasnya kepada Robin.
"Lo janji ga pergi kemana mana. Lo disini sampe gue selesai rapat." ucap Robin melepaskan pelukannya dari pinggang Alina.
"Ehem. Pak Robin silakan. Kita harus segera ke ruang rapat." ucap Yuda.
"Tapi Alina..." Robin masih merengek sambil melihat ke arah Alina yang sudah berdiri menjauhinya.
"Emangnya gue mau kemana lagi. Gue kan juga ikut rapat Bin." ucap Alina dengan nada tinggi.
"Ok. Yuda. Lead the way." ucap Robin yang sudah kembali menjadi bos yang penuh karisma.
"After you bos." ucap Yuda.
Alina meraih Ipadnya sambil memutar bola matanya kesal. Dan berjalan mengikuti dua pria itu. Siapa seharusnya yang merasa kesal dan marah disini, pikir Alina.
Yuda sekilas melirik ke arah Alina dan hendak menyampaikan sesuatu secara diam diam. Namun diurungkan niatnya karena merasa merinding melihat wajah jutek Alina. Yuda pun hanya mencibir dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia merasa serba salah berada diantara dua orang ini.
Yuda memperhatikan Robin yang lebih sering memandangi Alina daripada menyimak meeting. Sedangkan Alina sama sekali tidak terusik dengan tingkah Robin yang mulai gelisah karena Alina sama sekali tidak melihat ke arah Robin. Tatapan Alina hanya fokus dilaptop untuk mengetik dan sesekali melihat ke arah presenter. Yuda hanya menggelengkan kepala dan menahan tawa gelinya.
Setelah selesai meeting bukannya segera keluar dari ruang meeting, Alina malah tampak berbicara dengan ketua tim perencanaan dan berdiskusi. Membuat Robin kesal. Seharusnya sih Robin tidak kesal. Toh perbincangan mereka kan wajar menyangkut pekerjaan. Akhirnya Robin mengambil ininsiatif untuk keluar dari ruang meeting dengan harapan Alina menyadari dan segera menyusulnya.
Dan dugaan Robin benar. Dari sudut matanya ia bisa melihat Alina yang berjalan cepat dan setengah berlari untuk menyusulnya. Robin tidak bisa lagi menahan untuk tidak tersenyum. Namun Robin kembali dibuat bingung saat Alina tetap berlari kecil melewatinya dan berdiri di samping lift. Robin berpikir mungkin Alina akan memencetkan tombol lift untuknya, dan Robin mengulum senyumnya.
Tetapi semua harapan itu pupus saat Alina tampak membungkuk dan memberi hormat pada beberapa orang yang keluar dati lift. Senyuman sirna dari wajah Robin. Ia mengeraskan wajahnya dan meyipitkan pandangannya tatkala ia menyadari ternyata orang tuanya datang lengkap dengan orang tua Valencia, dan jangan lupakan Valencia yang juga ikut dalam rombongan itu.
.....
Robin tampak ogah ogahan duduk diruangan meeting khusus di sebelah ruangannya. Ia hanya terdiam dan menatap acuh pada orang tuanya. Para orang tua kedua belah pihak tampak berbincang dengan akrab.
Sangat berbeda dengan dua orang yang sebentar lagi akan menjadi suami istri ini tampak membeku, seakan waktu tak mampu membuat keduanya untuk berbaur.
Robin menoleh pada sosok Alina yang tampak mendorong troli kecil berisi minuman dan beberapa camilan. Dengan sopan dan Ramah, Alina menyajikannya di meja. Kemudian dengan tenang Alina meletakkan laptop dimeja depan dan berdiri di depan layar dan memulai presentasinya.
"Terima kasih sudah menunggu Bapak dan Ibu. Saya akan langsung saja menjelaskan konsep pertunangan yang akan dilaksanakan tiga hari lagi."
Robin menghela napas cukup keras hingga mengundang perhatian dari semua orang yang diruangan itu. Tetapi Robin tetap abai walaupun mendapat tatapan tajam dari orang tuanya atas sikap tidak sopannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Can't Move On {Completed}
RomanceWarning 18+ Seorang lelaki memendam perasaan pada seorang wanita namun tidak punya keberanian untuk mengungkapkan. Seorang wanita mencintai seorang lelaki tanpa diketahui oleh lelaki itu. Selama berada di sisi lelaki pujaannya saja sudah membuatnya...