~ 11 ~

674 77 11
                                    

Mari kita baca

Setelah Robin meninggalkan kamar presiden suite, ia menuju basemant dimana mobilnya diparkirkan. Robin berganti baju dengan baju yang sering disiapkan di mobil. Kemudian ia juga memakai topi untuk menyamarkan wajahnya.

Robin mengunci mobil dan kembali menaiki lift untuk menuju lantai parkiran motor. Setelah menemukan motor Duccati milik Yuda, Robin melesat menuju mansion orang tua Alina.

Sejak orang tua Alina meninggal dan Alina pindah ke apartemen, mansion itu kosong, tidak ada seorangpun disana. Hanya satu bulan sekali ada seseorang yang Alina pekerjakan untuk membersihkan mansion.

Robin merasa kuatir dengan Alina. Karena selama pesta berlangsung, Robin menangkap sesuatu yang berbeda dengan ekspresi Alina. Robin memergoki Alina beberapa kali melamun dan menatap Robin dengan tatapan yang tidak bisa ia artikan.

Robin merasa ada yang ditutupi oleh Alina. Sesampainya di mansion, Robin dengan segera melangkah ke depan pintu mansion dan memencet bel. Tak lama kemudian sosok Alina muncul dari balik pintu.

Robin menangkap keterkejutan di wajah Alina. Dengan muka yang sembab dan bau alkohol yang samar sama tertangkap indera penciumannya.

"Robin. Kamu ngapain kesini?" tanya Alina sambil menunduk menyembunyikan wajahnya. Robin tidak menjawab, ia hanya terus menatap Alina dan memilih jawaban apa yang harus ia berikan pada wanita ini.

Tidak mendengar jawaban dari Robin. Alina melangkah masuk dan meninggalkan Robin yang masih terdiam dipintu. Seolah Alina sudah lelah dan memilih untuk abai dengan keberadaan Robin yang tidak seharusnya disini saat malam pengantinnya.

"Aku kesini karena kuatir. Tidak biasanya kamu menginap di mansion." ucap Robin yang berjalan dibelakang Alina. Alina berjalan kembali ke meja minibar di dekat dapur.

"Kamu bisa kuatir dilain hari, tapi tidak malam ini. Seharusnya kamu tidak membiarkan Valencia sendirian malam ini. Mau minum apa?"

"Aku tidak membiarkan dia sendirian. Ada Yuda yang akan menemaninya malam ini. Aku boleh minta Brandy?" ucap Robin. Alina menggelengkan kepala. Ia sama sekali tidak mengerti dengan pikiran Robin dan Valencia.

"Kamu harus segera kembali. Jangan minum alkohol." ucap Alina sambil mengulurkan segelas air putih pada Robin.

"Kalo aku kembali sekarang justru aku akan mengganggu mereka. Biarkan aku disini."

Alina menuju ke ruang tengah dan menyalakan tivi. Robin mengikuti Alina dan duduk disofa.

"Lin kenapa kamu diam aja sih?

"Aku capek Bin. Kalian bertiga udah ga waras. Jadi lebih baik aku tetap menjaga kewarasanku. Lagipula aku mau ngomong apapun juga percuma. Gak akan kamu demgerin. Lakukan sesukamu." ucap Alina dengan pandangan yang tertuju pada layar.

Alina harus menghindari kontak mata dengan Robin. Ia takut semua perasaannya saat ini bisa terbaca. Dan ia juga takut jika ia akan goyah hanya karena tatapan mata Robin.

Robin menghela napas. Perlahan ia mulai mengelus puncak kepala Alina dan memainkan rambutnya.

"Aku ingin melakukan semua hal yang dilakukan oleh sepasang kekasih sama kamu Lin."

"Bin. Kita bukan sepasang kekasih. Aku masih bertahan karena menghargai kamu sebagai sahabat yang baik. Kalo kamu mau tetap aku berada disisimu, jangan pernah melewati batas. Mau status kamu palsu atau apapun itu, yang seluruh dunia tau itu kamu adalah pria sudah menikah. Dan untuk apa pria yang sudah menikah melakukan hal yang dilakukan sepasang kekasih tapi bukan dengan pasangan yang diberkati bersamanya. Aku takut karma Bin. Belajarlah menerima status barumu sekarang. Tanggungjawabmu itu besar. Gak cuma buat diri kamu sendiri tapi juga buat anak buahmu. Semuanya mendukung kamu. Lalu apa kamu akan menghianati kepercayaan mereka hanya karena alasan pribadi yang egois." Alina lelah. Ia segera beranjak dari ruang tengah dan menuju ke kamar. Robin segera mengikuti Alina namun kalah cepat. Pintu kamar Alina sudah tertutup dan terkunci.

We Can't Move On {Completed}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang