Selamat membaca
"Kamu tidak keberatan kan, aku mengajakmu bertemu di waktu liburmu." ucap Mayang saat Alina sudah tiba di Kafe.
"Tidak apa apa bu. Ada hal penting apa sampai Bu Mayang memanggil saya?" tanya Alina kemudian duduk di kursi di depan bu Mayang.
"Saya sudah pesan minuman. Silakan kamu juga pesan. Tidak terlalu penting memang. Aku hanya mau memastikan." ucap Mayang pada Alina. Mayang sengaja mengajak Alina bertemu di hari minggu.
"Baik bu." Alina melihat menu kemudian memanggil seorang pelayan untuk memberikan pesanannya.
"Aku hanya ingin bertanya. Tujuan kamu mendekati Robin itu untuk apa? Aku tidak senang karena Robin memilih kamu daripada calon calon yang sudah aku sodorkan." tanya Mayang terus terang.
"Apakah calon calon yang sudah Bu Mayang sodorkan itu mengenal baik Robin lebih lama dari saya yang mengenal Robin?" tanya Alina dengan tersenyum.
Mayang menatap Alina dengan tatapan tajam dan mengintimidasi. Sambil mengetukkan jarinya di atas meja.
"Pandai bicara kamu."
"Terima kasih bu Mayang atas pujiannya. Saya yakin Robin memiliki pertimbangannya sendiri. Bu Mayang bisa langsung menanyakan kepada Robin."
"Jawab pertanyaanku."
"Saya dan Robin sudah dekat cukup lama. Saya tidak ada tujuan buruk saat mendekati Robin. Kami memiliki perasaan yang sama dan tujuan hidup yang sama." jelas Alina.
"Bukannya kamu mendekati Robin untuk motif tertentu?"
"Maaf apa yang bu Mayang maksud, saya mendekati Robin karena dia anak orang kaya yang punya banyak harta?"
"Iya semacam cewek matre." ucap Mayang.
"Maaf jika saya tidak sopan. Saya memang memiliki banyak kebutuhan dalam hidup dan bersosialisasi. Namun dari dulu sampai saat ini, saya masih bisa bertahan dengan penghasilan saya sendiri tanpa ada campur tangan dari Robin. Apakah itu sudah menjawab rasa penasaran Bu Mayang?"
"Bagaimana bisa wanita biasa sepertimu bisa melangkah di pergaulan sosialita yang hanya bisa dihadiri oleh keluarga konglomerat?" lagi lagi bu Mayang melemparkan pertanyaan dengan maksud meremehkan Alina.
"Saya tidak mengerti dengan yang bu Mayang maksud. Seingat saya, sudah jarang saya melakukan perkumpulan jika tidak berhubungan dengan kegiatan amal. Dan ternyata banyak juga konglomerat yang tidak saya duga memiliki jiwa sosial yang tinggi sehingga dengan senang hati mereka berkenan untuk hadir dan juga terlibat. Apakah Bu Mayang tertarik untuk mengikuti kegiatan lelang amal juga? Saya akan berikan undangan jika Bu Mayang berkenan." ucap Alina dengan senyum dan tetap tenang.
Mayang lagi lagi merasa terpojok. Tujuan awalnya hanyalah untuk membuat semua yang dilakukan Alina itu tampak remeh dihadapannya, nyatanya tidak juga membuat perempuan pilihan anaknya itu gentar. Malahan menjadi blunder bagi dirinya sendiri. Kembali menyesap secangkir teh dihadapannya, Mayang terus menatap tajam pada Alina yang tak sedikitpun memalingkan pandangan dan terus menunjukkan senyuman yang menyebalkan.
"Boleh. Saya juga punya jiwa sosial kok. Hanya belum sempat saja karena saya terlalu sibuk." ucap Mayang.
"Baik bu Mayang, akan saya kirimkan hari ini juga ke rumah." ucap Alina dengan ramah.
"Tidak usah. Titipkan pada Robin saja. Saya masih ada pertemuan lain, saya pulang dulu." ucap Mayang yang langsung berdiri dan melewati Alina tanpa menoleh ke arah Alina lagi dan berjalan menuju pintu keluar.
"Bu Mayang. Saya akan mendampingi dan menyayangi putra ibu dengan segenap hati saya. Itulah ketulusan saya yang mencintai putra ibu. Saya harap ibu bisa menerima saya." ucap Alina. Mayang berhenti sejenak saat mendengar ucapan Alina. Mayang tidak merespon ucapan Alina. Dengan lesu Alina memandang punggung Mayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Can't Move On {Completed}
RomanceWarning 18+ Seorang lelaki memendam perasaan pada seorang wanita namun tidak punya keberanian untuk mengungkapkan. Seorang wanita mencintai seorang lelaki tanpa diketahui oleh lelaki itu. Selama berada di sisi lelaki pujaannya saja sudah membuatnya...