_13_ Tetangga

182 36 0
                                    

Yedam meregangkan tubuhnya setelah satu setengah jam duduk diam menatap sang dosen menyampaikan materi.

Jujur, sedikit bosan tapi mau bagaimana lagi ini sudah tugasnya menjadi mahasiswa.

"Yedam." Panggil temannya. "Kenapa?"

"Boleh pinjam catatan gak? You know, the lecturer's explanation was too fast and I didn't really understanding." Yedam mengangguk.

Kadang ia merasa kasihan kepada Jake, temannya yang merupakan orang luar negeri dan belum begitu paham bahasa lokal sini harus mendengarkan penjelasan dosen yang terbilang cukup cepat.

Yedam pun memberikan buku catatannya kepada Jake. "Makasih."

"Kalo gitu aku duluan, kamu bisa kembalikan catatan ku besok." Jake mengangguk dan Yedam pun pergi meninggalkan Jake.

🍊🍊🍊

"Gak enak juga ya ngantin sendiri, si Jay kemana sih?" Gumamnya sambil celingak celinguk menatap seluruh penjuru kantin.

"YEDAM!" Teriak seseorang dari pintu kantin. Yedam menoleh dan mendapati Sunghoon, salah satu temannya terengah engah mendekati nya.

"Kenapa sih lu lari lari kek dikejar setan gitu, terus si Jay mana?" Mata Yedam terbelalak.

Sunghoon meminum jus nya yang tadinya masih utuh kini hanya tersisa es didalam gelas.

"Bangsat banget lu, Hoon." Sunghoon tak peduli dan mulai menatap Yedam.

"Jay masuk rumah sakit gegara keracunan makanan, jangan kaget dulu gue denger dari Jungwon juga si Haruto gak masuk sekolah hari ini." Yedam bungkam.

Sebenarnya ia tak begitu peduli pada Jay yang keracunan makanan hanya saja dia sedikit khawatir akan Haruto.

"Entar gue mau jenguk dia habis balik elu ikutan gak?" Tak ada jawaban. Sang empu masih tenggelam dalam pikirannya.

"Eh, iya iya nanti gue ikut tapi mungkin agak telat." Sunghoon mengangguk dan asal pergi dari kantin entah kemana.

"Lah si pinguin malah asal ninggalin mana udah ngabisin jus gue lagi, sialan banget tuh bocah."

🍊🍊🍊

"Aku tinggal sendiri pa?" Tanya Hyunsuk bingung. Sang ayah tersenyum lalu mengangguk.

"Dulu kamu mau hidup mandiri tapi tetep gak mau jauh dari mama papa jadi papa kasih kamu rumah sendiri tapi kamu tetep sering pulang." Hyunsuk membulatkan bibirnya tanda mengerti.

"Yaudah, kamu istirahat aja sana nanti malem papa sama mama kesini lagi sekalian anter makan malem." Lagi, lagi Hyunsuk mengangguk.

Mobil ayahnya mulai menghilang dari pandangan.

"Besar juga rumahnya." Ucapnya sendiri melihat rumahnya.

"Oh? Lo penghuni baru ya? Kenalin nama gue Yoon Habin, baru pindah dua hari yang lalu." Ucap seorang lelaki dengan senyum manisnya.

"Gue udah lama tinggal disini, baru balik dari rumah sakit hehe btw nama gue Choi Hyunsuk salam kenal ya, Bin." Jawab Hyunsuk.

"Mau gue bantuin gak? Gue lagi gabut semua barang gue udah ketata dari kemarin mau nyoba bergaul sama tetangga lain tapi timing gue selalu salah." Hyunsuk berpikir dan melihat perawakan Habin.

Kalau dilihat, Habin bukanlah orang jahat jadi Hyunsuk bisa mempercayai nya kan?

"Boleh kok maaf ngerepotin, gue traktir makanan deh habis beres beres." Ucap Hyunsuk semangat.

"Setuju!"

🍊🍊🍊

Piip~ piip~ piip~

Suara mesin ekg selalu menjadi pemecah keheningan di ruang ini.

Seseorang tengah berbaring lemah di ranjang pasien dengan banyak selang yang menempel ditubuhnya sebagai alat bantu.

Wajah pucat namun terlihat damai. Seperti menginginkan kehidupan yang lebih tenang daripada terus menerus berbaring dan mencium bau khas rumah sakit.

PIPIPIPIPIPIPIP!!

Suara mesin ekg yang mempercepat secara tiba tiba membuat beberapa perawat dan seorang dokter berbondong bondong menuju kamar itu.

Alat kejut jantung diambil oleh sang dokter. Dari ketegangan seratus sama seratus lima puluh di cobanya.

Naasnya monitor disebelah ranjang kini hanya menunjukkan garis lurus.

Para perawat dan dokter itu menunduk tanda rasa bersalah dan berduka.

"Yoon Habin, tanggal lima Juli tahun dua ribu dua puluh lima pukul empat lima puluh, dinyatakan meninggal dunia." Sebuah kain putih pun menutupi seluruh tubuhnya.

THIRTHEEN - DAY • END ✓ [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang