Berbeda dengan yang lainnya, mereka masih setia berada di kantin.
"Guys, gue ke kamar mandi bentar ya" ucap Rissa sambil berdiri dan berlari terburu-buru.
"Iya Ris, nanti langsung balik ke kelas aja ya!" Teriak Rion.
Rissa yang mendengar teriakan Rion menjawab dengan mengangkat ibu jarinya tinggi menunjukkan kalau iya mendengar ucapan Rion dan terus berlari menjauh menuju kamar mandi.
Bara yang melihat Rissa sudah menjauh langsung membuka suara.
"Guys, ada yang mau gue omongin nih sama kalian" ucap Bara dengan ekspresi serius."Mau ngomong apaan Bar? Serius amat ekspresi lu jadi curiga gue" sahut Lian sambil meledek Bara.
"Yehh lu malah bercanda ini serius tau" ucap Bara masih dengan ekspresi seriusnya.
"Udah cepetan lu kasih tau kita apa yang mau diomongin jangan dengerin Lian, dia lagi stress karena ditolak cewek" sahut Jevin diiringi dengan tawa kemudian meledek Lian.
"Lah kok lu bisa tau gua ditolak. Jangan-jangan lu ikutin gue ya kemarin? Ngaku lu Vin" tanya Lian.
"Baru kali ini gua liat seorang Julian Febluos ditolak seorang wanita hahaha" sahut Jevin lalu tertawa keras.
Lian mendengus pelan mendengar ucapan Jevin. Berarti benar Jevin mengikutinya kemarin saat ia menembak siswi dari kelas IPS di taman belakang sekolah dan sayangnya ia langsung ditolak mentah-mentah.
Melihat Bara yang hanya diam tidak melanjutkan pembicaraan, Rion pun mengetuk meja seperti sedang mengetuk pintu "udah, itu Bara kasihan mau ngomong ngga jadi-jadi" ucapnya tenang.
"Oh iya ya, sorry Bar. Maafkan daku yang teralihkan fokusnya karena Julian. Lu mau omongin apa Bar? Kasih tau kita" ucap Jevin dengan ekspresi serius.
Bara kembali memasang ekspresi serius, melipat kedua tangannya di atas meja dan mencondongkan tubuhnya ke arah teman-temannya seakan yang ingin ia bicarakan adalah sebuah rahasia besar.
"Sini mendekat" ucap Bara sambil mengajak yang lain mendekat kearahnya.
Mereka pun mendekati Bara untuk mendengar apa yang akan disampaikan Bara. Derren yang awalnya tak bergerak mendekat langsung mendapat lirikan tajam dari Jevin untuk ikut mendekat. Dengan terpaksa Derren mendekat tetapi tetap menjaga jaraknya dan menyembunyikan tangannya disaku jaket.
"Jadi gini hari Sabtu ini Rissa ulang tahun. Gimana kalau kita bikin kejutan buat dia? Kalian setuju ga?" Ucap Bara dengan serius sambil menatap satu persatu teman-temannya masih dengan posisi yang sama.
Rion kembali menegakkan duduknya "hmm.. gue sih setuju. Tapi kita mau bikin kejutannya dimana dan apa lu udah ada ide kejutannya?"
Jevin juga kembali menegakkan duduknya dan menganggukkan kepalanya tanda setuju "iya bener tuh, kita harus tentuin dulu tempatnya dan kita juga harus buat rencana yang matang".
"Nah, rencananya diadain di kafe yang pernah kita datangi itu loh, apa nama kafenya gue lupa" ucap Bara sambil mengetuk meja dengan jarinya berusaha mengingat nama kafe itu.
"Kafe Dream" jawab Rafi tenang.
"Iya, kafe Dream. Kita buat surprise di sana. Tapi siapa yang jadi perantara buat ajak Rissa ke sana. Engga mungkin diantara kita, nanti dia curiga kalo kita mau kasih kejutan" ucap Bara.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Choice
VampiroDingin. Itulah kesan pertama yang Nayya rasakan dari seorang Derren. "Mengapa kamu begitu dingin? Apakah kamu selalu seperti ini?" Tapi, entah mengapa Nayya yakin Derren pasti memiliki sisi yang lain selain dingin. Terpaku. Itu yang Derren rasakan...