Sepanjang malam pikiran Derren terus berkelana. Pikirannya tertuju pada kata-kata Clair dan satu nama yang terlintas dibenaknya. Ada perasaan yakin dan ragu bercampur saat Derren memikirkan nama itu. Antara yakin dan tidak bahwa orang yang dimaksud Clair adalah orang yang saat ini ia bayangkan.
Derren mengacak rambutnya kasar. Kepalanya serasa akan pecah, karena setiap hari ada saja yang membuatnya berpikir keras. Permasalahan Oliv belum terselesaikan, sekarang sudah ditambah lagi dengan orang yang dimaksud Clair mulai mengusai pikirannya juga.
Derren takut Jason kembali. Membayangkan Jason akan kembali ke kehidupannnya seperti menarik kembali malapetaka yang pernah dirasakannya dulu dan ia takut malapetaka itu terjadi lagi. Ia takut merasakan malapetaka itu untuk kedua kalinya. Ia tak akan sanggup bertahan jika malapetaka itu benar-benar terjadi lagi.
Derren menghirup udara dan menghela nafas panjang. Ia mencoba tenang dan berusaha menghilangkan pikiran buruknya. Berusaha tak membayangkan hal buruk yang terlintas dipikirannya, walau tak bisa dipungkiri pikiran buruk pasti akan hadir kembali. Tapi, untuk saat ini ia harus menghilangkan pikiran buruk itu.
Terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri, Derren sampai tidak menyadari matahari mulai menampakkan sinarnya dan baru tersadar kalau ia harus ke sekolah dan menjaga Nayya. Derren pun melesat pulang dan segera bersiap.
Nayya berdiri di depan gerbang rumahnya, melirik kearah sekitarnya. Biasanya Derren sudah menunggu tepat di depan pintu pagar rumahnya. Tapi, ia tidak melihat keberadaan Derren.
Jam dipergelangan tangannya menunjukkan kalau ia harus segera berangkat kalau tidak mau terlambat. Nayya menghela nafas pelan lalu menutup pintu gerbang rumahnya dan saat badannya berbalik.
"Astaga!" ucap Nayya terlonjak kaget karena Derren berdiri tepat dibelakangnya.
"Bikin kaget aja. Sejak kapan udah di sini?" tanya Nayya sambil menenangkan jantungnya yang berdebar.
"Baru aja. Ayo berangkat" ucap Derren datar.
Nayya tak menjawab, ia berjalan mendahului Derren. Melihat wajah Derren membuat Nayya teringat dengan kejadian kemarin malam. Dimana Derren tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Itu membuat Nayya sedikit kesal.
Sepanjang perjalanan menuju sekolah Nayya diam tak mengucapkan satu kata pun. Bahkan terlihat jelas ekspresinya tak bersahabat.
"Ada apa sih dengannya tidak biasanya seperti itu" batin Derren bertanya melihat sikap dan ekspresi Nayya yang seperti itu. Sampai di kelas pun Nayya masih diam, lebih tepatnya mendiamkan Derren. Karena Nayya masih menyapa yang lain.
Di tempatnya Nayya melamun, pikirannya berkelana dan ia teringat kejadian di depan rumahnya tadi. Nayya merasa ada yang aneh dengan Derren. Dalam pikirannya ia merasa bingung dan ada yang janggal, kenapa Derren selalu datang secara tiba-tiba dan cepat menghilang juga.
Tadi saat keluar rumah Nayya yakin ia sudah melihat sekelilingnya dan tidak tampak ada sosok Derren dari sejauh ia menatap jalan. Jalan di depan rumah Nayya yang lurus dan panjang, seharusnya dapat melihat orang yang berlalu lalang dari kejauhan. Sebelum Derren berdiri dibelakangnya harusnya ia sudah bisa melihat keberadaan Derren dari jauh. Tapi, tadi ia tidak melihat siapa pun. Bila Derren berlari cepat, logikanya harusnya ada guratan lelah diwajahnya karena habis berlari atau nafas yang terengah. Tapi, tadi Derren tidak menunjukkan ekspresi lelah dan nafasnya sangat tenang.
Sebenarnya Derren itu apa? Kenapa terasa banyak hal yang janggal tentang dia. Batin Nayya memikirkan semua tentang Derren. Pikirannya terus berkelana sampai tidak menyadari bel berbunyi menandakan pekan ujian sekolah telah dimulai.
Nayya tersadar setelah melihat guru masuk ke kelas membawa amplop besar pertanda ujian segera dimulai. Ia pun berusaha memfokuskan pikirannya. Saat ini ujian lebih penting dari pada memikirkan keanehan dan siapa sebenarnya Derren. Ungkapnya dalam hati berusaha fokus pada ujian hari ini.
#
Bel tanda istirahat berbunyi Ravi menutup dan merapikan alat tulis yang berada di atas mejanya sedangkan Rissa yang melihat itu langsung mengeluarkan kotak makan dari dalam tasnya.
"Emm, Rav ini buat kamu. Semalam aku buat kue, cobain ya" ucap Rissa sambil memberikan kotak makannya ke Ravi.
"Makasih Ris, tapi dalam rangka apa tumben buat kue gini" tanya Ravi lalu menerima kotak makan yang diberikan Rissa.
"Harus dimakan dan dihabiskan ya"
"Engga dalam rangka apa-apa sih cuma lagi mau buat aja" jawab Rissa tersenyum malu.
Ravi tersenyum tipis melihat Rissa tersenyum malu seperti itu. Dengan Rissa duduk disebelahnya membuat Ravi dengan mudah dapat melihat semua ekspresi Rissa. Entah mengapa setelah mendengar pertanyaan Rion mengenai perasaannya yang sesungguhnya pada Rissa membuat setiap melihat senyum itu jantung Ravi berdetak lebih cepat dari biasanya. Dan ia baru menyadari perasaaan ini, ia merasa senang bisa melihat Rissa tersenyum.
Ravi masih tetap setia memandang setiap ekspresi yang tercetak diwajah Rissa. Sampai Bara yang mendengar pembicaraan Ravi dan Rissa memutar tubuhnya menghadap ke belakang.
Bara melihat kotak makanan digenggaman Ravi membuatnya penasaran.
"Ravi doang yang dapat Ris? Aku engga?" Tanya Bara sambil mengulurkan tangannya dan memasang ekspresi memelas.
"Engga ada" jawab Rissa singkat lalu memeletkan lidahnya meledek Bara.
"Dih, curang. Emang apa sih isinya sampai aku ga dibagi? Pelit banget" ucap Bara dengan ekspresi merajuk.
Melihat tingkah Bara, Rissa langsung mengeluarkan satu kotak makan lagi.
"Nih buat lu berdua sama Deka ya" ucap Rissa sambil menyerahkannya pada Bara.
Bara langsung membuka kotak makan itu dan melihat beberapa potong kue brownies tertata rapi lalu menutup kotak makan itu.
"Loh masa berdua Deka sih. Ini isinya cuma dikit" protes Bara.
"Ish ga dikasih bawel, udah dikasih masih bawel juga. Apa susahnya sih Bar berbagi sama Deka" jawab Rissa kesal dengan sikap Bara.
"Kuenya ga ada lagi. Berbagi Bar sama Deka" ucap Rissa lagi.
"Iya deh nanti aku berbagi sama Deka" jawab Bara.
"Nanti kalau gue buat lagi, gue bagi lagi Bar" ucap Rissa lembut karena merasa tidak enak sudah marah dengan Bara.
"Benar ya. Janji harus ditepati Ris" ucap Bara semangat. Rissa mengangguk mengiyakan ucapan Bara.
Semua pembicaraan Rissa dan Bara tak luput dari pandangan Ravi. Ada perasaan aneh hinggap dihatinya saat Rissa berbicara dengan nada lembut pada Bara. Ia terbiasa melihat Rissa bersikap galak pada Bara hingga ia tak terlalu memikirkan tindakan Bara pada Rissa. Tapi setiap melihat Rissa bersikap lembut pada Bara membuat hati Ravi tidak nyaman.
Merasakan itu semua membuat Ravi kembali berpikir apa perasaan gue yang sebenarnya buat Rissa? Gue harus cari tahu sebelum terlambat.
Bersambung...
Terima kasih teman-teman yang sudah baca. Jangan lupa tinggalkan jejak komen dan vote ya..
KAMU SEDANG MEMBACA
My Choice
VampirDingin. Itulah kesan pertama yang Nayya rasakan dari seorang Derren. "Mengapa kamu begitu dingin? Apakah kamu selalu seperti ini?" Tapi, entah mengapa Nayya yakin Derren pasti memiliki sisi yang lain selain dingin. Terpaku. Itu yang Derren rasakan...