Hari ini akan digelarnya proses siraman sebelum esok ia akan melangsungkan pernikahan, Lisa tak begitu mengerti rangkaian segala sesuatu tentang pernikahan yang menggunakan adat istiadat seperti ini, ia hanya mengikuti segalanya dengan patuh meski rasanya cukup lelah.
Banyak larangan, terutama tentang tidak diperbolehkannya ia untuk bertemu dengan sang calon suami kalau kata lainnya yaitu, dipingit atau pingitan.
Ia cukup sering mendengar hal tersebut, namun soal ia yang tinggal dan tumbuh besar di kota modern hal-hal tersebut sudah mulai terlupakan. Kenyataannya, ia cukup menikmati prosesnya. Rasanya begitu terasa sangat berdebar setiap ia melakukan satu persatu dari setiap proses yang ada.
Saat ini Lisa tengah duduk menunggu dengan jantung berdebar didalam kamarnya. Acara siraman memang diadakan dirumah sang calon pengantin putri, menggunakan halaman belakang rumahnya yang telah disulap sedemikian rupa untuk acara hari ini. Tak banyak tamu yang datang, karena memang acara ini dikhususkan untuk orang terdekatnya saja. Lisa ingin suasana kekeluargaan yang intim untuk hari ini.
Ketika namanya dipanggil, ia dengan dibantu para sahabatnya mulai memasuki halaman, menuju dimana kedua orangtuanya kini duduk berada. Ia memulai acara sungkeman untuk meminta restu dan mendapatkan doa serta nasihat dari keduanya. Ia bahkan hampir menangis ketika melihat kedua manik ayahnya berkaca-kaca sambil memandang dirinya.
Kemudian Lisa diantar ketempat siraman, duduk diatas bangku yang beralaskan tikar bangka atau tikar pandan. Proses siraman dimulai terlebih dahulu oleh sang kakek, kemudian disusul neneknya kemudian kedua orangtuanya (aku nggak tau pasti urutannya kek mana). Ayahnya tersenyum lembut sebelum siraman pertamanya berhasil membuat tangis Lisa pecah. Gadis itu menangis namun masih berusaha agar tetap tersenyum. Apalagi saat ayahnya mengucapkan kata-kata yang begitu membuat haru.
"Putri ayah udah besar, sebentar lagi ayah bakal bagi tugas untuk jaga Lisa dengan laki-laki lain. Lisa masih jadi putri ayah, Lisa masih boleh bergantung sama ayah. Tapi tetap harus mengutamakan tugas Lisa sebagai seorang istri. Lisa boleh pergi ke ayah kalau Lisa capek, dan ingin istirahat. Tapi jangan membawa emosi berlebih untuk semua masalah didalam rumah tangga ya nak. Sikapi semua dengan kepala dingin, apalagi Lisa ini seorang istri. Tugas Lisa bukan cuman sebagai nyonya rumah, tapi juga menjadi pilar-pilar dirumah agar rumah itu tidak gampang rubuh."
"Lisa, putri ayah, denger ya nak! Ayah ngga lepas tanggung jawab gitu aja meski Lisa sudah menikah, tugas ayah sebagai orangtua itu sampai akhir hayat ayah. Tidak berhenti meski Lisa sudah menikah dan berkeluarga. Lisa ayah besarkan dengan penuh kasih dan didikan, ayah tidak akan pernah ridho jikalau Lisa disakiti oleh lelaki lain. Karena ayah bahkan tidak pernah sanggup untuk melihat anak-anak ayah sakit. Jadi, jangan khawatir atau berpikir kalau Lisa udah gabisa mengandalkan ayah, ya?"
Setelah proses siraman selesai, Lisa digendong sang ayah menuju kembali ke kamarnya untuk dikerik rambut bulu halus diatas dahi.
Kemudian ia kembali ke halaman dengan diantar juru rias untuk menghadap tamu undangan yang hadir guna meminta doa restu.
Segala proses rangkaian siraman diakhiri setelah sesepuh dalam keluarganya mengantarkan air siraman kepada sang calon pengantin putra dan proses jual dawet yang dilakukan oleh Lisa dengan dibantu ibu dan juru rias.
.
.
.
"Gimana Sa?" Rosè bertanya sembari tangannya mencoba untuk membuka toples berisi keripik kentang. Saat ini rumah Lisa sudah sangat ramai karena kedatangan para kerabatnya serta sahabat-sahabatnya. Kecuali Mina yang baru bisa datang esok hari saat akad dan resepsi.
"Pertanyaan lo itu menjurus kearah yang mana dulu, bego!" Jihyo menyambar kesal sembari melempari Rosè dengan bantal. Namun bukannya kesal Rosè hanya acuh dan melanjutkan acara mengemilnya.
"Apa aja sih, tergantung Lisa mau jawab yang mana."
Lisa memutar bola matanya malas, "ya ngga gimana-gimana, cuman emang agak nervous aja buat besok."
"Gue jadi pengen nikah juga deh, keknya seru tuh pas gue liat acara lo dan Mina." Kali ini lemparan bantal beralih menuju Yuju, gadis itu mengatakan seakan-akan menikah itu seperti bermain di wahana permainan. Meski memang banyak mengatakan pernikahan itu ibarat menaiki sebuah wahana. Dimana, tak selamanya permainan itu seru, menarik dan membahagiakan. Akan ada fase dimana permainan itu terasa membosankan, menakutkan hingga membuat kita menangis karenanya.
"Elo pikir, nikah cuman bisa lo buat seru-seruan doang? Kalau mau seru noh ke ragunan atau kebun raya, biar lo bisa main seru-seruan sambil ketemu spesies lo disana!" ngegas Jihyo. Hari ini emosi gadis itu terasa ditarik ulur, apalagi ketika ia tadi tidak sengaja bertemu mantannya yang ternyata kerabat dari calon suami Lisa.
"Cih, sensian mulu lo kek beruang hibernasi!" decih sinis Rosè.
***
Halo, sorry buat lamanya waktu buat update ini. Kemarin-kemarin sempet bingung dan wp beberapa kali sempet eror juga.
Maaf juga kalau chapternya agak kurang sreg dihati kalian, tolong koreksi juga kalau ada beberapa yang ngga falid atau kurang ya!
See you next chapter!
Lova♪
KAMU SEDANG MEMBACA
Mudik
FanficBercerita tentang keluarga Lisa yang mudik kekampung halaman sang ayah.