Pagi datang untuk jiwa yang tak menginginkannya. Mengutuk pagi hari yang terus memupuskan harapan untuk tak membuka mata lagi.
Suara dering ponsel memenuhi sebuah kamar gelap yang sunyi. Berdering, mati, berdering lagi lalu mati kembali. Kerasnya suara benda pipih itu tak sedikitpun mengusik seorang gadis yang meringkuk dalam tidurnya.
Hingga terdengar suara pintu dibuka dari luar diikuti suara langkah kaki yang mendekat, membuat tidur Shenna semakin gelisah. Setiap ketukan sepatu memantulkan bunyi khas yang membuat jantung gadis itu memompa lebih cepat. Keringat mulai membanjiri kening juga pelipisnya.
Mata tajam orang itu mengedar ke sekeliling kamar yang gelap, sebelum pandangannya terpaku pada tubuh yang tengah meringkuk di atas lantai dingin. Lalu matanya kembali menjelajahi isi kamar sampai pandangannya kembali menemukan butiran obat yang berceceran di lantai depan nakas. Helaan nafas berat terdengar sebelum ia berjalan mendekat, tangannya terulur meraih satu demi satu butir obat dan memasukkan ke dalam wadah.
Beralih mendekati si gadis, membawa kepala penuh peluh itu ke atas pangkuan.
Kekhawatiran tak mampu disembunyikan saat melihat wajah pasi gadis itu. Ia menepuk-nepuk pelan pipi dingin yang telah kehilangan ronanya.
"Nona.."
"Tolong jangan seperti ini.."
"Nona.. bangun."
Shenna masih belum membuka mata, ia semakin gelisah sampai tak sadar menggigit bibir bawahnya hingga berdarah.
Melihat itu orang yang tengah memangku kepada Shenna semakin khawatir. Tangannya bergerak semakin cepat mengguncang tubuh Shenna, berusaha menyadarkan dari mimpi buruk yang menghantui.
"Nona!" teriaknya semakin diliputi ketakutan, pikiran buruk terus menghampiri.
Namun tak lama kemudian hembusan nafas lega ia keluarkan saat kelopak mata Shenna perlahan terbuka. Pandangan matanya tampak kosong, nafasnya terdengar tak beraturan. Dadanya naik turun seperti telah melewati berkilo-kilo meter jauhnya pelarian.
Netra hitam itu mengerjap, masih mencoba mencerna situasi.
"Saya ambilkan air putih di bawah." Inisiatif orang itu seraya ingin beranjak namun tangan Shenna lebih dulu menahannya.
"Nggak usah.. kenapa Paman bisa ada di sini?" tanyanya setelah sedikit lebih tenang.
"Saya khawatir. Karena setelah keributan tadi sore, Nona tidak terlihat keluar kamar," pria paruh baya yang menjabat sebagai kepala pengawal Martinez itu terlihat berfikir. "Apa sesuatu yang buruk telah terjadi?"
"Nggak perlu sampai khawatir begini.. aku nggak papa. Lagian apa Paman nggak takut kalau ada yang lihat Paman disini?" tanya Shenna memaksakan tersenyum yang terlihat kaku.
"Nona, apa tidak sebaiknya--"
"Paman, aku baik-baik aja." Shenna terkekeh pelan. "Mimpi buruk nggak akan buat aku mati. Shenna ini nggak takut apapun, bahkan kalau itu pasukan milik Martinez." Bohong! Selain mimpi, ketakutannya ada pada hujan.. meski trauma itu tidak lagi separah sebelumnya.
Jika saja Tuhan mengizinkan, Shenna tidak ingin lagi membuka mata. Ia ingin mimpi-mimpi itu menyeretnya hingga alam baka. Ia hanya terlalu lelah merasakan sakit sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
GETIR
General FictionBisakah kau ulangi sekali lagi? Patahkan hatiku lebih keras, agar harapan itu mati dengan pantas... _Sheena Bayanaka_ . . WARNING!! Mohon bijak dalam memilih bacaan. Cerita ini terdapat beberapa adegan kekerasan yang tidak patut ditiru!!