PART 17

4K 477 4
                                    

Suasana kota di sore hari nampak sepi untuk hari ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suasana kota di sore hari nampak sepi untuk hari ini. Kendaraan yang berlalu lalang pun dapat Nalen hitung dengan jari. Setelah turun dari bus yang ia naiki, Nalen pergi ke alfamart terlebih dahulu untuk membeli susu kotak ultra milk. Yah kemarin Nalen belum sempat membelinya karena Jendra yang terus saja mengikutinya.

Mengambil beberapa kotak susu dengan berbagai rasa, Nalen memasukannya kedalam keranjang. Di rak lain nampak seorang wanita berparas cantik yang tengah memilih peralatan ibu hamil. Padahal kalau di pikir-pikir umurnya tak jauh berbeda dengan Nalen.

Menepis segala perasaan yang mengganjal di hati, Nalen pergi ke arah kasir untuk membayar belanjaannya.

Wanita berambut ikal itu nampak malu-malu, mengusap perutnya yang memang sudah sedikit membucit.

"Dia, hamil??"

"Terimakasih mba" seru Nalen, mengambil kantung plastik yang berisi susu kotak kemudian keluar dari alfamart.

Sebelum memutuskan untuk pergi dari sana, Nalen membenarkan kedua tali sepatunya terbuka. Mendesis pelan karena kecerobohannya, bisa saja nanti dia tersandung dan masuk ke got depan rumah orang. Kan malu.

"Udah beli nya?" tanya seorang laki-laki yang berperawakan tinggi.

Wanita itu mengangguk antusias. "Udah ka" sahutnya.

"Yaudah dek, kita pulang" mengusap perut wanita buncit tersebut kemudian keduanya pergi meninggalkan area alfamart.

Nalen menukikkan alisnya, memang benar apa yang di pikirkan oleh nya, wanita itu hamil. Ah. . apakah dia harus menyebutnya wanita hamil, atau gadis yang tengah hamil? Pasalnya dia terbilang sangat muda untuk mengandung bayi dalam perutnya.

Masa bodoh dengan apa yang ia lihat barusan, Nalen berdiri setelah selesai membenarkan tali sepatunya.

"Ngapain bocah?" seru Geovano yang juga hendak membeli sesuatu di alfamart. Nalen mendelik ke arahnya.

"Bocah bocah, gw udah gede ya!!" mendengus kasar.

Geovano menyunggingkan bibirnya, menatap Nalen dengan alis mengerut. "Gede apanya?"

"Y-yaa gede intinya!!"

Mencondongkan badannya ke arah Nalen, kemudian berbisik di telinganya. "Pantat lo gede, makannya si Jendra demen sama lo. HAHAHA!!" sebelum mendapatkan pukulan dari Nalen, Geovano langsung berlari masuk kedalam alfamart meninggalkan Nalen yang beremosi.

"SIALAN LO GEOVANO!!! SINI LO!!!"

"Berapa kali Regan bilang, Regan gak mau nikah muda. Nikahin aja dia ke orang lain, ngapain harus Regan yang tanggung jawab" sarkasnya. Tidak peduli dengan siapa ia berbicara.

PLAKKKK

Wajahnya menoleh ke sisi lain, merasakan pipinya yang mulai memanas karena Ayah yang menamparnya. Senyum pahit nampak dari bibir mungilnya, mengusap bekas tamparan sang Ayah dengan ibu jarinya. "Cih"

"Kalau kamu mau terus-terusan jadi anak pembangkang. Silahkan akan kaki dari rumah ini!!" timpal Ayahnya tak kalah sarkas.

Matanya melebar, memanas dan berair. Menatap ke arah kedua orang tuanya tidak percaya. "Oh, jadi karena Regan nolak menikah dengan Sasha, Ayah ngusir Regan? Oke. Regan bakalan pergi jauh dari rumah ini, daripada harus menanggung aib yang bukan perbuatan Regan sendiri" dengan lantang dia berbicara, berjalan dengan cepat kedalam kamarnya.

Mengambil beberapa kepentingan miliknya dan memasukannya kedalam tas ransel, baju seragam yang tergantung ia lipat tak beraturan. Mengambil dompet miliknya yang tersimpan di atas nakas.

"Ayah, kok ngomongnya gitu sih?? Nanti Regan beneran pergi gimana???" mama Mira mulai histeris.

"Ayah yakin anak itu gak bakalan berani pergi dari rumah ini. Mau bertahan bagaimana jika hidup tanpa pasilitas dari ayah" dengan yakin dia berbicara.

Regan menyeringai, menenteng tas ransel di punggungnya. Melemparkan dompet beserta isinya ke atas meja yang berada di ruang tamu. "Gw gak butuh uang kalian" tukasnya kemudian benar-benar pergi meninggalkan rumah mewahnya.

"AYAH! ANAK KITA BENERAN PERGI!"

"Anak kurang ajar" decak nya sembari meremat rambutnya frustasi.

Derai air mata nampak terurai deras dari pelupuk matanya, hidungnya yang sudah memerah sempurna sangat menonjol di kulit wajahnya yang putih. Regan menghela napas panjang, menyeka jejak air mata yang terus saja membasahi pipinya.

Duduk sendirian di bawah naungan pohon rindang yang berada di sekitar taman. Memeluk erat lututnya yang bergetar hebat. Dengan kaki ini ia melangkah meninggalkan rumah yang telah membesarkannya bertahun-tahun. Apakah dia telah membuat kesalahan?

Tidak .  . yang keputusan yang di ambilnya adalah jalan yang benar.

"Regan?" suara yang selalu saja mengusiknya akhir-akhir ini. Geovano.

"Apa?" sahutnya dingin, tanpa mendongakkan kepalanya.

Geovano meneguk habis botol minuman nya, membuangnya langsung ke tempat sampah yang ada di sekitaran sana.

Memegang pundak lawan bicaranya, Geovano tau kalau anak ini sedang menangis. Atau lelah, mungkin.

"Apasih! Lo mending pergi aja!!" bentaknya sambil terisak, menepis kasar tangan Geovano yang berada di pundaknya.

"Kalau pun gw pergi emang bakalan merubah sana? Nggak kan! Plis lo jangan egois, lo butuh gw dan juga orang orang ada di sekitar lo. Sampai kapan lo diem aja hm? Semua masalah nggak bakalan pernah selesai kalau lo terus diem aja selama ini. Lo bodoh Re, lo bodoh"

Tangisnya pecah, matanya semakin memerah. Yah dia memang bodoh, dan egois. Tapi keadaan yang memaksanya melakukan itu semua.

"Lo butuh gw Regan . ." memelankan suaranya, menarik tubuh rapuh Regan kedalam pelukannya. "Lo butuh gw" katanya lagi.

Regan balas memeluk tubuh Geovano dengan erat, menangis di pelukan orang asing. Dia sangat malu pada dirinya sendiri. Hanya karena ego, Regan kehilangan semuanya. Tapi dia harus memilih.

Antara hidup bergelimang harta bersama gadis asing, atau hidup sengsara dan menerima dukungan dari teman teman nya. Kalau saja.

Tangisnya memelan, wajahnya sangat sembab. Geovano terus memberikan ketenangan pada dirinya, mendekapnya erat dan sesekali mencium keningnya.

"Gw sayang lo" ujarnya pelan.

Mendongakkan kepalanya ke arah Geovano, menatap keseriusan yang ada padanya. "K-kenapa? Kenapa lo sayang gw?"

Menarik sudut bibirnya, senyum Geovano nampak untuk yang pertama kalinya. Yah Regan belum pernah melihat Geovano tersenyum. "Karena jatuh cinta, nggak butuh alasan Re"


 "Karena jatuh cinta, nggak butuh alasan Re"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


—tbc—
Jngn lupa votment yah!!

[ ✔ ] Rajendra - nominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang