"Pagi pangeran!!"
Aletta tertawa terbahak- bahak ketika Alvanza berjingkrak kaget karenanya.
"Lo bisa gak, sehari aja jangan ngeganggu gue?"
"Gak bisa," ujar Aletta. "Soalnya gangguin lo itu sebuah kebahagiaan buat gue."
Alvanza memutar bola matanya malas. Ia sudah menebak jawaban itu yang akan ia dapatkan. Ia menaiki motor sport nya, berniat meninggalkan Aletta. Namun, gadis di hadapannya ini lebih dulu menaiki kuda besi itu dan memeluk pinggangnya dari belakang.
"Ayo pak jalan," ujar Aletta. Seolah-olah Alvanza seorang tukang ojek.
"Siapa yang nyuruh lo naik?"
"Gak ada sih. Cuma insitif takut lo tinggal."
"Inisiatif, Al." Koreksi Alvanza.
"Sama aja."
Alvanza tidak lagi membalas perkataan Aletta. Karena itu tidak akan berakhir dengan cepat. Ia mengendarai motornya dengan kecepatan rata-rata. Membelah jalanan. Sesekali ia melirik kaca spion, dan terkekeh pelan karena ulah absurt Aletta memelototi anak-anak SD yang berdiri di tepi jalan.
"Mereka bisa trauma ngelihat lo, Al."
"Biarin. Gue kesel sama mereka. Masa kemaren gue di teriakin maling," Aletta sedikit berteriak. Supaya Alvanza mendengar suaranya.
"Lo ngelakuin kesalahan apa lagi sih? Gak mungkin mereka neriakin lo gitu aja, kalau lo gak bikin masalah."
Aletta bungkam. Yang di katakan Alvanza seratus persen benar. Anak-anak itu tidak akan meneriakinya maling kalau ia tidak mengambil cilok mereka. Namun, bukan Aletta namanya kalau mengakui kesalahannya sendiri.
"Bodo. Lo ngeselin." Aletta turun dari motor. Ketika sampai di parkiran sekolah. Ia menyempatkan menendang tulang kering Alvanza sebelum meninggalkan cowok itu.
"Gadis nakal," gumam Alvanza. Sahabatnya itu memang tidak punya akhlak. Membuatnya harus ekstra sabar untuk menghadapi Aletta.
*
*
*"Pagi semuanya princess datang!!" Aletta berteriak memasuki kelas. Mengundang tatapan tajam dari teman sekelasnya. Walaupun mereka selalu mendengar teriakkan Aletta setiap pagi, tetapi mereka tetap tidak bisa beradaptasi dengan suara melengking itu yang memekakkan gendang telinga.
Aletta melangkah melewati teman-temannya begitu saja. Cewek itu pergi ke bangkunya, dan menyimpan tas di kolong meja. Ia kembali keluar kelas.
"Lo mau kemana?"
Aletta memegang jantung nya yang berdegup kencang. "Lo bikin gue kaget, Valin!!"
Valin... sahabat dekat Aletta. Ia tertawa melihat ekspresi Aletta yang merupakan aib baginya. "Lo mau bolos, ya?" selidik Valin.
"Awas aja lo bilang ke Kevin sama Vanza kalo gue bolos. Gue cekik lo sampai mampus," ancam Aletta. sembari membuat gestur mencekik dirinya sendiri.
"Gue gak bakalan bilang ke mereka. Kalo gue juga ikutan bolos." Valin berlari ke bangkunya. Menyimpan tasnya di kolong meja, dan menarik tangan Aletta ke luar kelas.
Valin membuka pintu gudang tak terpakai, yang berada di belakang sekolah, menjadi tempat pelarian mereka. Tempat itu sudah di sulap menjadi ruangan yang nyaman di tempati. Gudang itu juga merupakan markas Geng ALVEROZ yang di pimpin oleh Alvanza. Biasanya, enam dari sepuluh anggota inti Alveroz akan ke sini untuk menghindari pelajaran-pelajaran yang membosankan. Kenapa hanya enam? Karena, empat orang dari mereka merupakan murid teladan yang tidak suka membolos. Aletta merebahkan tubuhnya di sofa. Sementara Valin mengunci pintunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVANTA
Teen FictionJatuh cinta dengan sahabat sendiri itu tidak enak, ya? Tapi mau bagaimana lagi. Ia tidak bisa menyangkal ketika rasa itu tumbuh secara perlahan. Aletta Regina Agustin namanya. gadis yang mencintai sahabatnya sendiri. Akankah cintanya terbalas? Atau...