EPISODE 8

139 57 118
                                    

Happy reading pren

•••

Sesuai dengan janjinya, Aletta menceritakan semua yang Adrian lakukan terhadapnya tanpa terkecuali kepada Valin. Lalu dilanjutkan dengan menonton drakor yang bertema horror. Sehingga mereka baru tidur pada pukul empat dinihari, dan sekarang kedua sahabat itu bangun kesiangan. Padahal mereka harus sekolah. Bangun jam tujuh dan sampai di sekolah pada pukul delapan. Mereka menatap gerbang SMA Garuda yang sudah tertutup rapat.

"Harus manjat tembok belakang, Lin."

"Gas aja gue, mah."

Keduanya berlari ke arah belakang sekolah. Tidak ada cara lain untuk masuk selain memanjat. Untung saja kedua remaja perempuan itu memakai celana panjang.

"Lo duluan, atau gue?" Aletta bertanya seraya mendongak menatap tembok yang memiliki tinggi dua meter itu.

"Gue aja dulu." Valin bersiap-siap memanjat dari pohon mangga untuk naik ke atas tembok. Setelah sampai di atas ia melompat dan mendarat sempurna di rerumputan. Ia melihat kanan dan kiri memastikan tidak ada guru BK yang lewat. "Aman, Let. Gak ada Pak kumis. Lo lompat aja."

"Apanya yang aman?"

"Ya aman, lah. Kalo ada Pak kumis mampus kita, kadang gue pengen banget narik kumisnya sampai lepas."

"Ooh jadi begitu?"

Valin terperanjat kaget sembari menutup mulutnya dengan tangan, ketika menyadari suara itu bukan suara Aletta. Ia menatap Aletta yang mematung di atas tembok. Lalu beralih menoleh ke belakang. "Eh, ada paduka Raja sentosa." Valin menyengir memperlihatkan giginya yang rapi. Pak Raja, menatapnya tajam. Lantas menjewer telinga muridnya itu. Mengundang pekikan kesakitan dari si empu.

"Aletta, turun kamu!"

"Maaf, paduka Raja sentosa. Saya lupa gimana cara melompat." Aletta memaksakan senyumnya. Tidak ada berniat untuk turun. Ia malah duduk bersila dengan memegang dahan pohon agar tidak terjatuh.

"Baiklah, kalau begitu. Saya akan memanggil Alvanza sama Kevin untuk mengurusi kalian."

Kedua mata gadis itu membola. Mengundang senyum miring dari guru BK berkumis tebal itu. Ia tahu betul kalau kedua gadis nakal milik SMA Garuda itu takut dengan kedua murid kesayangannya. Setiap gadis-gadis nakal ini berulah ia selalu memanggil Alvanza dan Kevin yang merupakan pawang masing-masing dari keduanya.

Aletta melompat dengan tak pikir panjang. Kalau pak Raja sudah membawa nama Alvanza dan Kevin mereka tidak akan bisa lagi berkutik. "Seketika saya ingat cara lompat, Pak. Karena denger nama pangeran berkuda putih dari kayangannya, saya," ujar Aletta menyengir. Cengiran itu berganti menjadi pekikan ketika telinganya juga di jewer oleh pak Raja.

Pria paruh baya itu menyeret kedua murid nakal itu. Dengan tangan sebelah kanan menjewer telinga Valin dan sebelah kiri menjewer telinga Aletta menuju lapangan utama. Ia heran, biasanya di setiap sekolah laki-laki yang nakal. Namun, di sekolah ini kebalikannya. Meskipun ada murid laki-laki yang nakal, tetapi tidak ada yang bisa menandingi kedua gadis ini.

"Hormat tiang bendera sampai jam istirahat berbunyi!"

"Siap laksanakan, paduka Raja sentosa." Hormat keduanya lantang. Seolah-olah mereka adalah pasukan tentara yang patuh dengan atasannya.

"Kalau kalian kabur, saya serahkan hukuman kalian sama kedua murid kesayangan saya."

Kedua gadis itu merengut kesal. Gagal sudah rencana mereka untuk kabur. Bahaya kalau ketua OSIS dan ketua gengnya tahu kalau mereka kena hukum, bisa-bisa mereka di suruh menghapal perkalian satu sampai dua puluh yang membuat otak mereka overdosis sebagai hukuman tambahan. Dan mereka tidak ingin hal itu terjadi. Jangankan menghapal, melihat angka saja sudah membuat matanya perih.

•••

Terik matahari terasa membakar kulit. Keringat sudah membasahi wajah dan juga seragam yang di kenakan. Jam istirahat akan berbunyi lima belas menit lagi. Namun, rasanya Aletta dan Valin sudah tak sanggup untuk menjalani hukumannya. Wajahnya yang putih sudah memerah karena terpapar sinar matahari selama mereka menjalani hukuman. Tenggorokannya pun sudah kering karena kehausan.

"Panas banget," keluh Valin tetap dengan posisi hormat. Wajahnya basah akan keringat. Begitupun dengan Aletta yang berdiri di sampingnya.

"Awas aja Pak kumis, gue suruh Chucky sama Annabelle buat gentayangin dia. Tunggu pembalasan gue." Aletta menggebu-gebu. Tak lama setelah ia menyelesaikan kalimatnya. Ia memekik kaget lantaran merasakan dingin di pipinya. Segera ia menoleh ke belakang. Di sana Alvanza tertawa karena berhasil mengerjainya.

"Lo bikin gue kaget, Za." Aletta meninju bahu cowok itu sedikit keras. Sehingga si empu mengaduh sakit.

"Kevin mana?" tanya Valin. Kenapa pacarnya itu tidak kelihatan? Biasanya Kevin selalu bersama Alvanza.

"Ke kantin beli roti sama air mineral buat, lo." Alvanza membuka tutup botol mineral di tangannya, setelah itu memberinya kepada Aletta. Aletta meneguk air itu hingga tandas tak tersisa.

"Aah, segarnya." Gadis itu mengelus lehernya setelah menghabiskan air itu. Alvanza tersenyum mengacak surai coklat milik Aletta gemas. Mengabaikan Valin yang mengoceh karena Kevin tak kunjung datang.

"Kalo mau ngebucin pergi sana," semburnya. "Gaya kek orang pacaran, tapi gak ada ikatan. Bukan maen."

"Gak usah iri. Nih minum," ujar Kevin menyodorkan sebotol air mineral ke arah sang pacar. Kedatangannya yang tiba-tiba membuat Valin terperanjat, dan reflek menampar pipinya.

"By, aku ke sini ngasih minum, loh. Kok di tampar sih? Bukannya makasih." Kevin mengelus pipinya yang terasa panas dan nyeri bersamaan. Valin benar-benar tidak main-main dengan tamparannya. Bahkan kelima jari gadis itu membekas di pipinya.

"Salah lo sendiri bikin gue kaget." Valin merampas botol di tangan Kevin dan meneguknya hingga tandas. Kevin yang menyaksikannya menggeleng-gelengkan kepala. Kenapa dirinya bisa cinta dengan orang seperti Valin? Apa ia di pelet? Sepertinya iya. Kevin memukul pelan kepalanya mengusir pikiran aneh itu.

"Kok, kalian keluar kelas? Bel, kan, belum bunyi."

"Tadi lagi free makanya kita cepet keluar, By."

"Ke kantin, yuk. Bel udah bunyi tuh," ujar Alvanza ketika bunyi bel terdengar di seantero SMA Garuda. Cowok itu berjongkok di depan Aletta, dan menepuk punggungnya, isyarat agar Aletta naik. Dengan senang hati Aletta menurutinya. Ia memeluk leher cowok itu dan membenamkan wajahnya di leher Alvanza. Menghirup aroma mint favoritnya. Mata Alvanza terpejam. Jujur saja, itu adalah titik sensitif nya.

"Al." Cowok itu memperingati dengan suara rendahnya.

"Hehe. Maaf, habisnya lo wangi, sih."

Alvanza menggeleng-gelengkan kepala. Lalu melangkah menuju kantin. Meninggalkan Valin dan juga Kevin disana. Wajah pasangan itu datar menatap kepergian mereka.

"Yang pacaran itu mereka atau kita? Kok, lebih romantisan mereka, sih?"

"Bilang aja mau di gendong juga." Kevin tertawa mengacak rambut pacarnya itu gemas. Mengundang protesan dari cewek itu.

"Kevin!! Rambut gue berantakan!!"

Kevin tertawa, lalu menyubit pipi Valin cukup kencang sebelum berlari menghindari amukan sang pacar.

"Kevin!! Sialan, lo." Valin mengejar sang ketua Osis dengan sepatu ditangannya. Ia membuka sepatunya untuk di lemparkan kepada cowok itu.

•••

Hai apa kabar kalian?
Semoga kalian sehat selalu ya

Jangan lupa tinggalkan jejak ya🥰

Bye bye sampai jumpa di chapter depan👋

ALVANTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang