19. Kawan lama

7 9 3
                                    

Sekarang masih pagi tapi Jeno sudah mengetuk-ngetuk pintu kamar Xander.

"Ck, kenapa sih?!" ucap Xander menahan kesal.

Jeno membungkuk hormat, "Selamat pagi, tuan. Maaf mengganggu, tapi Raja memanggil anda."

Ini sudah hari ketiga sejak Xander dan keluarganya mulai tinggal di istana besar ini.

Xander hanya mengangguk malas lalu kembali menutup pintu kamarnya. Meninggalkan Jeno yang masih setia berdiri di depan pintu.

Setelah 15 menit, pintu kayu tersebut kembali terbuka menampilkan sosok Xander dengan tampilan rapinya.

Tanpa bicara, Xander mengikuti langkah Jeno.

Mereka masuk ke ruang kerja Raja dimana sang empunya sudah duduk dengan segala berkas di hadapannya.

Sang Raja tersenyum memperhatikan dua laki-laki di depannya.

Xander dan Jeno duduk berhadapan dengan Raja.

Sebuah meja kaca menjadi pemisah di antara mereka.

Pria bersurai panjang itu berdeham sebelum mulai berbicara.

"Xander, saya yakin kamu tau alasan saya memanggilmu kesini." ucap Sang Raja.

Xander hanya mengangguk dan menaikkan alis sebagai jawaban.

"Berapa ratus tentara yang kamu butuhkan?" tanya si pemegang kekuasaan.

Xander kembali menaikkan sebelah alisnya, "Kau ini mau perang, hah? Cukup 3 orang saja."

Sang Raja tampak ragu dengan jawaban Xander.

"Tiga? Kau yakin?"

"Ck, kalau bawa ratusan tentara itu ngajak perang namanya! Toh, yang akan bicara kan aku saja. Sebenarnya datang sendiri pun tak masalah. Justru lebih baik karena tidak repot." 

Perlu diakui itu adalah kalimat terpanjang yang diucapkan Xander sejak tiba disini.

Dia ada benarnya. Perjalanan dari sini ke hutan tempat tinggal para rogue sangatlah jauh. Untuk kesana mereka akan memerlukan identitas palsu agar dapat naik pesawat melintas antar benua.

Gila saja jika tiba-tiba ratusan pria bergerombol datang ke bandara untuk naik pesawat. Bisa-bisa keburu dikira teroris yang mau menyerang.

Sang Raja hanya mengangguk pasrah, "Baiklah, semua akan disiapkan. Kau berangkat besok."

Xander tersenyum puas. 'Nah, kalau gini kan enak. Jika mau bantuanku, ya ikuti caraku dong.' batinnya.

"Sudah itu saja kan?" tanya Xander berniat kembali ke ruangannya.

"Ah, ada satu lagi." Sang Raja menyodorkan sebuah map yang langsung diterima oleh Xander.

"Itu semacam surat perjanjian yang resmi. Tolong kau berikan pada Taeyong. Isinya mengenai janji jabatan pemimpin pasukan jika dia setuju untuk membawa kelompoknya kesini."

Xander menatap remeh map di tangannya, "Sebenarnya Taeyong bukan tipe yang tergoda jabatan tapi baiklah aku akan kasih." ia mengedikkan bahu.

Setelahnya ia meninggalkan ruangan itu dan pergi ke perpustakaan.

Ia membaca sebuah buku catatan pemerintahan negara manusia. Sebuah negara maju dengan sistem pemerintahan presidensial. 

Penulisnya adalah seorang presiden yang pernah memimpin negara itu secara langsung.

Setelah beberapa jam, buku tersebut selesai dibaca.

Xander berpindah menyalakan komputer yang tersedia di perpustakaan tersebut.

ʙʟᴏᴏᴅ ꜱᴜᴄᴋᴇʀꜱ || 𝓣𝓱𝓮 𝓛𝓸𝓻𝓮𝔃 | ᴸᵉᵉ ᵀᵃᵉʸᵒⁿᵍTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang