9. Real Devil

6.7K 1K 382
                                    


22.00




Sayup-sayup iris gadis fujihara perlahan terbuka, mencoba menggapai objek kesadaran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sayup-sayup iris gadis fujihara perlahan terbuka, mencoba menggapai objek kesadaran. Sinar dari lampu membuatnya menyipitkan mata, ditambah rasa pening tengah mendera hebat kepala.

Maniknya menatap awan-awan bangunan, merasa asing dengan tempat ia terduduk. Lantas ia mencoba berdiri dari kursi kayu, namun terhambat oleh tali tambang yang mengikat tubuhnya.

Sanzu sialan.

"Wah, sudah sadar ternyata." Sanzu bergerak ke arah [name], "bagaimana tidurmu sweetie? Apa kau memimpikan diriku?"

Alih-alih menjawab, ia lebih tertarik untuk menatap tajam sanzu dan 3 orang yang terduduk di sofa. Jadi ini anggota bonten yang diceritakan mitsuya? Sial, hawa yang mereka keluarkan begitu mengerikan, sungguh.

Terlebih lagi obsidian sanzu yang masih setia menatapnya intens.

Dan juga dimana yuzuha? Apa pria itu ikut menyekapnya? Sejemang maniknya bergulir kesana-kemari, tetapi nihil. Tidak ada presensi gadis bermarga shiba di sekitar.

Ah, syukurlah kalau yuzuha tidak ikut terlibat dalam masalahnya. Jadi, setidaknya ia bisa bernapas lega sejenak.

Kokonoi menyeringai setelah menilai keseluruhan [name], "Kau memiliki barang bagus sanzu. Daripada disimpan, mending jual saja dia di distrik merah. Tentunya kita mendapat banyak cuan kan? Haha!"

Sanzu memutar bola mata jengah, "Berisik, dia asetku. Jangan menyentuhnya sejengkal pun, atau kubunuh kau kokonoi."

Lantas tungkai sanzu melangkah lebih dekat. ia membungkuk, mencondongkan diri ke arah wajah si gadis. Jemarinya mulai aktif mengusap pelan pipi [name], menatap lekat figur nirmala yang kerap mengunjungi mimpi.

Sudah lama ia tidak menyentuh gadisnya sedekat ini. Irisnya saling menatap, begitu hangat ketika sepasang obsidian saling bersinggungan.

"Aku merindukanmu, sungguh."

Ia menatap lembut, "Pahamilah. Karena hanya aku yang tulus mencintaimu selama ini."

"Aku bahkan selalu berada di sisimu, memberimu kasih sayang. Aku juga tidak pernah meninggalkanmu [name]. Jadi tolong jangan pergi dariku. Kau mengerti?"

Hening. Tidak ada balasan sepatah kata dari [name]

Sanzu berdecih sinis karena [name] tak kunjung angkat suara. Gadis itu memilih bungkam dan membuang muka ke samping, menghiraukan keberadaan sanzu.

"Kono onna..."

Hilang sudah kesabaran sanzu. Ungkapan cinta kasih yang ia berikan tidak disambut baik oleh sang gadis.

Plak!

"Perhatikan aku sialan!"

Tangan besar sanzu mendarat keras di pipi [name], membuat bingkai ayu miliknya terlempar hingga mengeluarkan noda darah di sudut bibir. Jemarinya kembali menghantam pelipis [name] dengan gagang pistol hingga berakibat lecet.

Tak urung, setetes darah keluar secara perlahan.

Walau begitu [name] masih saja diam tidak menggubris. Malah ia menatap sanzu datar seolah menantang. Tetapi diam-diam ia menahan rasa takut sekaligus sakit setelah mendapat kekerasan dari sanzu.

"Yare-yare. Sepertinya aku harus memaksamu untuk bersuara ya?" Tanya sanzu sinis.

Dagu sudah ia angkat, memerintah rindou untuk memberikan sebuah kejutan.

Dasarnya [name] adalah pribadi yang kepo. Jadinya ia menurut saja ketika sanzu mengarahkan kepalanya untuk menatap layar laptop. Mengatakan, bahwa ada suatu pertunjukkan yang harus ia saksikan.

"Kau harus melihatnya [name]. Ini adalah hadiah kejutan dariku." Ujar sanzu hampir berbisik. Ia menarik kursi guna duduk di samping [name].

Sebuah video sudah terputar. Namun suasana yang tercipta di dalam layar sedikit remang, sehingga ia tidak bisa melihat secara jelas apa yang terjadi. Sesaat kemudian, rungunya mulai mendengar suara tangisan dan jeritan meminta ampun.

Ia meneguk saliva ngeri karena sanzu menyajikan sebuah video penyiksaan.

Manik [name] sontak membelalak lebar. Jantungnya terpacu kencang saat melihat korban kekerasan dalam video tersebut. Tak ayal liquid bening mulai membanjiri pipi [name], mengalir begitu deras.

Uso, ini pasti hanya mimpi kan?

Karena korban penyiksaan yang ada di video tersebut tak lain adalah kedua orang tua [name].

"... Hentikan." Suara [name] bergetar pelan. Ia tercekat saat mendengar suara rintihan ayah dan ibunya yang begitu memilukan. Deru nafasnya tidak kondusif saat melihat tubuh ringkih mereka dihantam berkali-kali menggunakan benda tumpul.

"AKU BILANG HENTIKAN BANGSAT!"

[Name] berteriak kencang, tubuhnya menggelinjang ingin berlari mematikan video tidak beradab itu. Mengapa? dan kapan hal ini terjadi? seharusnya orang tua [name] tengah dinas di Kyoto saat ini, bukan malah menjadi korban penyiksaan.

Dan puncaknya adalah ketika sebuah katana mulai menebas tubuh mereka hingga mengucurkan banyak darah. Membuat [name] kembali berteriak histeris saat mendapati tubuh orang tuanya berhenti bergerak.

Pada akhirnya, video penyiksaan itu ditutup dengan kematian tragis orang tua [name].

Dan berita besarnya, si pemeran pelaku pembunuhan tersebut tak lain adalah Sanzu haruchiyo itu sendiri.

"Woo! Pertunjukkan bagus bukan?" Sanzu bertepuk tangan seraya tertawa keras. "Bagaimana [name]? Kau menyukainya tidak? Ugh, melihat seseorang berteriak kesakitan serta mendengar tangisan meminta ampunan itu rasanya..."

"Tanoshī desu ne? Hahaha!"

Gadis fujihara kontan bergeming, ia menunduk menatap kosong lantai bangunan disertai air mata yang mengalir. Rasa pening kembali menggerogoti kepalanya. Mengapa? Mengapa orang tuanya harus mati? Padahal mereka tidak ada kaitannya sedikitpun dengan hal ini.

Dada [name] bagai dihantam batu besar. Begitu sesak karena mengingat bahwa kemarin adalah hari terakhir ia berinteraksi dengan orang tuanya.

"...Kenapa?" Kerongkongannya tercekat, Ia mendongak, menatap nanar sanzu, "kenapa kau membunuh orang tuaku sanzu? Apa salah mereka?" Bisiknya putus asa.

Sanzu menyengir lebar, "Hanya ingin hehe. Habisnya seru sekali sih."

Mendengar jawaban sanzu, tak ayal ekspresi [name] berubah menggelap. Ia lantas berteriak kesetanan seraya menendang-nendang angin, birainya tidak absen untuk memberi sumpah serapah terhadap sanzu.

Tubuhnya kembali mencoba berontak namun ikatan yang menjeratnya begitu kuat.

"Biadap! Ringan sekali mulutmu mengucapkan kalimat itu. Dimana nuranimu bajingan!?" Teriak [name] begitu keras, wajahnya memerah kentara tengah marah besar.

"DASAR IBLIS! TIDAK BISA DIMAAFKAN!"

"Maa maa, tenang dulu [name]-chan, jangan bergerak liar seperti itu. Nanti tubuhmu sakit semua loh."

"Aku tidak peduli sialan!" [Name] kembali berteriak, rasa-rasanya urat lehernya sudah diambang batas. Namun sekarang ini ia hanya ingin bertemu dengan jasad orang tuanya. Setidaknya ia ingin melihat pusar makam mereka untuk terakhir kali.

"Aku hanya ingin melihat jasad orang tuaku! Dimana kau mengubur mereka sanzu!? Cepat katakan!"

Sanzu mengernyitkan dahi, menggaruk pelipis yang tidak gatal, "Hm? Tidak [name]. Aku tidak mengubur mereka."

"... Tapi, sebagai gantinya aku menjual organ-organ mereka di pasar gelap. Sayang sekali tahu jika tidak dimanfaatkan dengan baik. Iya kan?"

Dan dunia [name] runtuh begitu saja.

 ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄

To be continue

𝐑𝐞𝐬𝐭𝐫𝐢𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧 ─Sanzu Haruchiyo √ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang