17. Nightmare

5.1K 872 248
                                    

20.00

"Karena luka tercipta dari seseorang yang kita anggap istimewa"

"Karena luka tercipta dari seseorang yang kita anggap istimewa"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bilamana waktu dapat dipinta, Seyogianya si rembulan dan sabit terlebih dahulu patuhi instuisi dari pemuda mitsuya. Lantas hiraukan lara yang mengecap atma.

Kini tidak ada celah guna melarikan diri lagi. Sebab, raga sang grim reaper tengah berpijak penuh di ambang pintu pondok. Begitu agung, kala diguyur pancaran sinar purnama. Terlebih lagi adanya sosok feminim mengikuti sang jejaka pada lini samping. Ini sungguh diluar dugaan.

Dia─Mori Yuka. Berdiri mengamit kedua jari, menatap penuh permohonan ampun pada sang fujihara.

"Maaf... Maafkan aku fujihara-san, shiba-san. Aku terpaksa melakukan ini karena dia mengancam keluargaku." Suara serak gemetar menjadi lantunan di ruang sunyi.

[name] tidak tahu harus berbuat apa lagi. Antara rasa kasihan dan kecewa saling timpa tindih. Yuka menolongnya, kemudian berbalik menghianatinya. Ia tidak bisa sembarangan menyalahkan. Sebab, jika ditempatkan di posisi yuka, sudah tentu ia melakukan hal yang sama.

Baik keadaan [name] dan yuka sama-sama tidak diuntungkan. Maka, si fujihara hanya bisa menguraikan beberapa kalimat sederhana saja.

"Jangan menangis mori-san. Tidak apa-apa, kau tidak bersalah. Aku sangat mengerti keadaanmu." Ucapnya gemetar.

Tangisan yuka semakin deras didengar, "Maafkan aku fujihara-san. Maaf..."

Kemenangan mutlak ada di genggaman. Ribuan kupu-kupu penuhi rongga dada, getarkan serpihan relung sukma. Sanzu sangat menikmati friksi yang mencuat pada labium para juwita.

Maka, dengan senang hati ia lesakkan ujung pistol pada pelipis mori yuka. Sebab, tugas si perempuan sudah selesai sampai di sini. "Oke, cukup."

"Karena kehadiranmu sudah tidak dibutuhkan lagi, lebih baik kau mati, tikus kecil."




Dor!

Desing peluru lepaskan tembakan kuat hingga menembus ke dalam bongkah tengkorak. Raga mungilnya pun ambruk, tergeletak bersimbah darah. Dan pada akhirnya, mori yuka tewas di tempat.

Cipratan darah segar tak serta-merta distraksi kesenangan sanzu. Namun berbeda dengan dua wanita yang tergagu di sudut ruang. Betis seakan terpaku pada inti bumi, rasa mual dan pening kian gerogoti diri. Sebab, indra pengelihatan baru saja dipaksa tuk mencerna hal mengerikan.

"Yuzuha.. Cepat masuk kamar.." Getaran kecil dari celah bibir memaksa tuk uraikan perintah. Insting diasah sedemikian rupa guna mempertahankan diri.

Baru saja mengais beberapa langkah, alunan vokal berat sanzu kembali mengusik rungu. Permata nila pusatkan atensi pada raut menggigil si fujihara.

"Hei, [name]. Sekarang pilih. Ikut denganku atau melihat yuzuha mati?"

𝐑𝐞𝐬𝐭𝐫𝐢𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧 ─Sanzu Haruchiyo √ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang