14. Serenity

5.1K 895 78
                                    


23.50


"Aku hanya ingin merasakan ketenangan"

Kepulan asap menguar dari cangkir berisikan coklat hangat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kepulan asap menguar dari cangkir berisikan coklat hangat. Disorot kelambu malam dan remang rembulan, menghantar atmosfer dingin tatkala menyergap lapisan kulit. Birai masih enggan menyeruput pembatas cangkir, sebab iris kelam miliknya lebih berkenan menatap objek berkerlip menghiasi langit.

Beralaskan pondok kecil di sebuah desa terpencil, jauh dari hiruk pikuk padatnya ibu kota. Pikir mereka, memboyong si wanita fujihara ke wilayah sunyi dekat pegunungan, barangkali menjadi obat penawar rasa sakit, kendati untuk sementara waktu.

Fujihara [name] berhasil melarikan diri berkat bantuan si gadis penghuni apartemen bawah. Meski hanya sekadar mengantar ke kediaman yuzuha, ia sangat berterima kasih. Ah tidak, gadis bermarga mori pun ikut andil dalam menentukan tempat persembunyian.

Berlokasi di Tsuruoka, kota terpencil Prefektur Yamagata.

"[Name]? Masih betah duduk disini?"

Alunan vokal lembut milik yuzuha memecah lamunan. "Ini sudah hampir menuju tengah malam loh."

Yang hanya ditanggapi gumaman pelan. Menekuk kedua lutut, yuzuha mengambil posisi duduk tepat di samping [name]. Turut menggulirkan iris, menatap awang-awang malam sembari menyesap coklat hangat.

Dingin menyergap, ditambah hati berteriak kalap. 

[Name] tidak hanya serta-merta memindai bintang. Karena sedari ufuk usai menenggelamkan diri, ada begitu banyak hal yang menggaet pikirnya. Rasa getir tak berujung mencokol penuh pada sudut hati.

Kembali meletakkan cangkir di lantai, [name] mendekap erat tubuh ringkih. Obsidian miliknya turun menatap nanar ubin putih.

"Yuzu, mengapa aku selalu berpikir kalau hidupku akan berjalan baik-baik saja? Apakah aku memang terlampau naif?"

Berhenti sejenak. Yuzuha kontan menggeleng tidak setuju, "Kau tidak sepenuhnya salah [name]. Karena setiap orang pasti memiliki harapan seperti itu."

Wanita fujihara itu kian menunduk, "Rasanya menyakitkan, melihat kaa-san dan tou-san disiksa sampai meninggal. Dan jasadnya entah dibuat apa sekarang." Ditariknya oksigen dalam-dalam, seolah mengangkut beribu beban yang terpendam.

Baiklah, sudah saatnya yuzuha memasang rungu dengan seksama guna mendengarkan uneg-uneg yang segera terealisasikan. Secara, saat masih di kediaman shiba, [name] tidak kunjung angkat suara dan lebih memilih menutup rapat-rapat.

Jemari [name] kian erat merengkuh tubuh. Susah payah meneguk saliva kala mencoba menuturkan rangkaian peristiwa traumatis yang menimpa dirinya. Tidak apa, pelan-pelan saja.

"Malam itu, sangat mengerikan yuzu. Aku─bahkan sudah berkali-kali meminta ampun dan belas kasih padanya. Tetapi dia tidak mau mendengarkan aku. Sedikit saja pun─ tidak.."

Manik [name] berkaca-kaca, "Dia selalu menyiksaku. Dia melakukan hal kotor itu tidak hanya sekali, namun berulang-ulang. Walau aku menjerit kesakitan dia malah tertawa keras, dan terus memaksaku untuk melayani nafsu binatangnya. Yuzuha, aku─"

Nafas [name] tercekat. Tidak sanggup melanjutkan ucapan, ia beralih menggigit keras bibir bawah hingga mengakibatkan pendarahan kecil. Kontan yuzuha merengkuh tubuh [name] erat, mengusap pelan pungguh ringkih yang memikul penderitaan.

"Sudah [name], cukup, jangan dilanjutkan." Vokal yuzuha bergetar.

[name] mulai terisak, air mata turun dengan deras, "Aku lelah, yuzuha. Aku ingin bisa terlelap, tidur dengan nyenyak. Namun bayang-bayang pembunuhan dan peristiwa kotor itu selalu datang menghantuiku saat aku mulai menutup mata.."

"Kenapa dia begitu ingin membuatku menderita? A-aku bahkan tidak mengerti sama sekali yuzuha. Padahal aku hanya ingin mengambil keputusan untuk kebaikanku sendiri, tapi kenapa dia terus saja menyalahkanku?"

"Aku harus berbuat apa yuzuha... Tolong katakan sesuatu.."

Berbisik putus asa. Menangis hebat dalam rengkuhan yuzuha, menumpahkan semua rasa kesakitan yang mendera.

Kerongkongan yuzuha kontan sulit bersuara, seakan memupuk gumpalan pasir hingga berujung buntu. Walau hanya berperan sebagai pendengar, dia turut serta merasakan kepiluan yang terucap. Cukup, yuzuha tidak ingin [name] mengingatnya kembali. Sudah cukup ia menderita sebab kehilangan segalanya.

Sanzu banyak menorehkan luka pada batin [name], yang entah sampai kapan bisa pulih kembali.

Kian melirih, ucapan [name] hampir berbisik, "Ne Yuzuha.. Apakah suatu hari nanti aku bisa hidup tenang seperti dulu?"

Benda tak bertulang milik yuzuha sontak kelu kala mendapat pertanyaan retoris yang sulit ditanggapi. Lantas kelimpungan, berujung menggumamkan kata maaf berkali-kali.

"Tidak bisa ya..." Bisik [name] pilu.

Di bawah gumpalan kapas abu, semesta menjadi saksi bisu atas tangisan 2 gadis yang saling beradu.

Di bawah gumpalan kapas abu, semesta menjadi saksi bisu atas tangisan 2 gadis yang saling beradu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

 ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄

To be continue

Happy sadnight.

𝐑𝐞𝐬𝐭𝐫𝐢𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧 ─Sanzu Haruchiyo √ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang