11 | Miss Your Touch

104 16 0
                                    

Peringatan: ada adegan percumbuan suami istri, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Peringatan: ada adegan percumbuan suami istri, ya

-oOo-

Tangan Yori menangkup pipi kiri sedangkan yang satu lagi menekan punggung tanganku di sofa. Leher terasa kaku karena tidak berani bergerak. Aku tak mau Yori melepas bibirnya dariku. Aku kangen ini.

Tiba-tiba dia memiringkan kepala sekaligus mencondongkan badan. Mendesakku semakin rapat ke punggung sofa. Aku terhimpit, dadaku sesak, tapi tidak keberatan sama sekali. Jantungku bekerja keras dua kali lipat. Dan bibirnya - ya ampun, rasanya seluruh tubuhku berteriak memanggil untuk mengecup di sana-sini. Bahkan otakku, organ tubuh yang selalu menyempatkan diri untuk berpikir saat kami sedang bermesraan, kali ini tidak melakukan kebiasaannya. Dia lumpuh, tunduk pada gairah laki-laki yang saat ini sedang mengisap bibir bawahku.

Kuraih tengkuknya dan kutekan lembut. Tubuh kami makin rapat. Ciuman yang tadinya mesra menjadi penuh tuntutan. Tangannya turun ke pundak, lengan, lalu entah sengaja atau tidak, menyenggol sisi luar payudaraku.

Sentuh itu, Yori.

Namun tangan itu meluncur ke pinggang dan meremas di sana. Oke, nggak apa. Di situ juga enak. Ciumannya semakin dalam, tapi lidah yang kutunggu-tunggu tidak juga melesak ke dalam mulutku. Yori hanya mengisap bibir bawahku, dan aku mengisap bibir atasnya.

Begitu dan cukup lama. Kami saling mencari, memberi, menuntut. Badanku gemetar saking merindukannya. Aku melenguh. Tanganku lemas dan terjatuh.

Dan seketika itu juga Yori melepas ciuman kami, seperti disadarkan oleh sesuatu. Dengan kening saling menempel, kami bertatapan. Yori mengusap pipiku dengan buku jari pelan-pelan, berulang-ulang.

"Hei." Yori berbisik, satu sudut bibirnya terangkat, seperti menyeringai tapi dengan mulut tertutup.

Aku menatapnya malu-malu. Bayangkan. Malu-malu, padahal dia suamiku. Aneh nggak sih? Jadi aku menundukkan kepala. Malu betulan sekarang.

Yori menyugar rambutku perlahan. "Maaf."

What? "Maaf kenapa?"

"Karena menciummu."

"Nggak ngerti." Kedua alisku bertaut.

Yori mendesah, lalu menggigit bibir bawahnya. Tatapannya seperti merasa tidak enak hati, atau bersalah. Membuatku tambah penasaran. Apa aku terlalu agresif?

"Karena, Netta, yang tadi itu spontan. Karena kamu ... cantik." Yori mengelus pipiku. "Dan aku kan laki-laki normal." Dia memandangi tangannya, menghindari tatapanku.

Tiba-tiba aku mengerti.

"Jadi bukan karena Mas ingat aku ini siapa?"

"Bukan. Itu murni nafsu, Netta."

"Artinya kalaupun aku bukan istrimu, Mas bakal cium aku seperti itu juga?"

"Nggak tahu juga."

Aku mendesah. Jawabannya tidak memuaskan tapi aku mengerti dia pun sedang bingung.

Tingly Little ThingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang