03 | Our Deal

129 22 10
                                    

"Sayang, menurutmu, kita ke Singapura, Korea, Jepang, atau New Zealand?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sayang, menurutmu, kita ke Singapura, Korea, Jepang, atau New Zealand?"

Aku baru saja menutup pintu yang menghubungkan garasi dengan ruang tamu ketika Yori menyambutku dengan pertanyaan. Dia pasti sedang di ruang santai. Setelah menyimpan kunci mobil, kutaruh tas dan laptop di atas meja tinggi sebelum masuk ke toilet bergaya minimalis di sebelah pintu.

"Atau Lombok? Lombok juga bagus pemandangannya," seru Yori lagi, masih terdengar sayup dari jauh. Sambil mengguyur kaki, aku menarik napas panjang. Ini pasti usulan tempat bulan madu. Jadi dia masih tetap kepingin aku cuti, ya.

Aku membuka pintu kamar kecil yang tidak kututup rapat dan terkejut menemukannya sedang berdiri di ambang pintu.

"Raja Ampat? Atau Niagara Falls?" Yori mendekat. Matanya menatap bibirku. Ada tidak ya, ramuan atau ajian untuk menurunkan gairah seks? Masa setiap aku pulang dari kantor, dia mau menerkamku terus?

Masih berdiri di dalam kamar kecil, aku mendelik tajam padanya.

"Dapat jackpot, Mas? Duit dari mana, ngajak ke Niagara Falls? Atau jangan-jangan maksudmu Niagaragara?"

Sontak bibirnya mengerucut. "Memangnya kamu masih mau diajak kencan ke DuFan?"

Aku tersenyum miring. Kudorong dia ke samping lalu meloloskan diri dari jangkauan tangannya ke arah pinggang. Tak kuacuhkan decak sebalnya. Pokoknya aku selamat dari serangan! Buru-buru aku masuk ke kamar untuk mandi.

Sambil menikmati air hangat yang mengucur dari shower, aku memikirkan proyek Bali yang disinggung sepintas oleh Pak Albert dari Charitas beberapa hari lalu. Merancang restoran tepi laut! Aku belum pernah dapat proyek di tempat resort. Jadi pasti seru banget kalau bisa pergi. Kira-kira Yori keberatan nggak ya kalau aku dikirim ke Bali selama dua-tiga bulan? Soalnya kami belum pernah berpisah lebih dari tiga hari.

Kubungkus rambut yang basah dengan handuk kecil. Kemudian kutarik piyama kaus yang nyaman dari lemari. Beginilah outfit sehari-hariku di rumah: setelan piyama atau daster selutut. Bra-less, jelas. Rasanya plong aja, gitu, nggak ada yang mengikat tubuh.

Yori sedang berselonjor di sofa, kedua tangan memegang tengkuk. Biasanya kalau dalam posisi seperti itu, dia sedang memikirkan sesuatu. Pasti mikirin rencana bulan madu yang tak pernah kuacuhkan itu. Mendingan makan dulu supaya ada tenaga berdebat dengannya soal ini. Sumpah, aku nggak akan bisa pergi. Nggak ingin, tepatnya.

"Barusan Ibu telepon." Yori tetap menatap televisi ketika aku datang membawa dua piring makan malam. Kuberikan satu padanya.

"Barusan banget? Pas aku mandi?"

Yori mengangguk.

"Oh. Ada apa? Ibu sehat, kan?"

"Justru lagi sakit." Yori mengunyah perlahan. Kalau makannya sudah selambat itu, berarti dia sedang menimbang-nimbang sesuatu. "Tapi bukan karena itu Ibu nelepon."

Tingly Little ThingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang