Semangkuk besar popcorn, sebotol minuman soda dingin kesukaan Yori, dan dua gelas daur ulang dengan motif batik warna coklat tua sudah terhidang di meja di depan sofabed. Tivi pintar yang menempel di dinding menayangkan beberapa film aksi. Dan sofabed itu kututupi dengan selimut beludru warna marun.
Selama mempersiapkan semua ini, aku tidak membolehkan Yori keluar dari kamar. Kututupi matanya dengan selendang. Dia penasaran, tapi menurut saja. Duduk di tempat tidur dengan kepala terikat, dia menungguku selesai berpakaian. Dia sendiri sudah memakai kaus berkerah dan celana jins yang membalut kakinya dengan pas.
"Istimewa banget kayaknya malam ini, Net?" tanyanya sementara aku mengancingkan resleting jins selututku.
"Iya dong. Anggap aja ini kencan nonton pertama kita."
"Jadi dulu kita suka nonton di bioskop?"
"Lumayan sering. Tapi nggak tiap malam mingguan juga. Tergantung film yang lagi rame aja."
"Dan sekarang film kita apa?"
"Mas yang pilih, ya?" Aku ingin tahu apakah dia ingat genre film kesukaannya. Selesai berpakaian, kuraih tangannya. "Biasanya kita nonton midnite, tapi malam ini yang jam setengah delapan saja, ya."
Yori tidak menjawab. Lucu banget dia dengan selendang menutupi mata. Dengan patuh, dia berdiri dan menggenggam tanganku.
"Kapan kamu buka mataku?" tanyanya saat kami menuju sofabed yang sudah kupasang. Dia agak kaget waktu duduk dan merasakan kain lembut di telapak tangannya. "Diapain nih sofa kita?"
"Nanti juga tahu. Bentar ya."
Aku berjalan cepat untuk mematikan lampu. Bukan cuma lampu di ruang keluarga, tapi juga di dapur, kamar, dan ruang tamu. Cahaya hanya datang dari ventilasi di atas jendela dan pintu. Sudah cukup miriplah dengan suasana di dalam theater.
"Oke. Udah siap, Mas?" Kuempas bokong di sampingnya. Tanganku terulur untuk membuka selendang. Dengan gerakan perlahan kutarik kain lembut itu lepas dari kepalanya sambil berbisik, "Enjoy our midnite."
Yori mengedarkan pandang ke sekeliling. Mengamati camilan di atas meja di depan kami. Kemudian tangannya membelai sofa yang lembut. Bibirnya tersenyum waktu menemukan wajahku.
"Ini mirip bioskop. Velvet class, mungkin?"
"Bolehlah," kataku. "Mau nonton apa? Mas pilih aja." Kusodorkan pengendali jarak jauh padanya.
Yori menekan beberapa kali, membaca judul-judul yang disarankan dari jenis film aksi. Kemudian dia mengubah pilihan.
"Roman?" tanyaku dengan kening berkerut. "Seriously, Mas?"
"Serius." Diletakkannya benda hitam itu di sudut sofa. Tangannya meraih pundakku. "Aku jadi kepingin nonton yang manis-manis malam ini."
Aduh, aduh. Ini di luar rencana. Maksudku, nonton film aksi saja supaya dia ingat kesukaannya. Kalau film roman – apa yang diingat? Kami tak punya film favorit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tingly Little Things
RomanceMenurut Netta, pernikahannya dengan Yori sudah cukup bahagia tanpa harus ada anak. Apalagi keduanya bekerja. Kalau ada anak, sudah pasti dia yang harus berhenti kerja. Netta tidak mau. Dia cinta pekerjaannya. Tidak ada yang harus berubah selama mere...