15 | A Long Road

37 4 0
                                    

Penuh semangat aku menceritakan kabar terbaru tentang suamiku kepada Dokter Wira, sementara sang pasien kuminta menunggu di ruang tunggu setelah selesai pemeriksaan fisik.

"Ingatan yang kembali secara berangsur-angsur adalah salah satu tanda kondisi Pak Yori membaik. Tapi, itu belum memastikan bahwa semuanya sudah benar-benar kembali seperti semula."

Sekejap, asaku menguap.

"Maksud Dokter, Mas Yori belum pulih betul? Berapa lama lagi kira-kira?"

"Tergantung, Bu. Ada banyak faktor, Bu. Usia, kesehatan suami Ibu secara umum, seberapa parah cederanya."

"Jadi masih tetap harus minum obat?"

Dokter Wira mengangguk sambil menuliskan beberapa kalimat di selembar kertas resep. "Masih sama ya, Bu. Anti-depresan, anti nyeri, anti kejang, obat tidur."

Aku diam saja. Bukannya anti obat, tapi aku nggak tega memberikan obat sebanyak itu setiap hari ke Yori.

"Saya lihat tadi, bicara Bapak sudah lancar. Jadi tidak perlu lagi terapi wicara, ya."

Kali ini aku mengangguk. Itu salah satu hal yang aku syukuri.

"Saran saya, coba perhatikan kalau Pak Yori sedang mempelajari hal baru. Ibu bisa tes beliau, ajari sesuatu. Perhatikan apakah Bapak bisa mengingat atau enggak."

Aku mengangguk, biarpun sebenarnya masih bingung. Hal baru apa yang bisa aku kenalin ke Mas Yori? Aku nggak suka main musik, nggak suka berkebun. Nggak sempat, tepatnya. Gimana bisa mengajari Yori kalau aku saja nggak menguasai?

Lelaki berjas putih di seberang meja itu mengangsurkan lembar resep yang sudah dilipat, lalu memanggil suster yang sejak tadi bersiaga di meja belakangku.

"Kalau ada kemajuan baru, atau ingin tanya, Ibu bisa langsung hubungi saya."

Kuucapkan terima kasih, lalu mengikuti perawat berseragam hijau keluar. Di ruang tunggu segera kutemukan Yori sedang termenung. Mendadak aku iba. Kasihan sekali suamiku ini. Kira-kira, apa yang sedang dia pikirkan, ya? Bagaimana rasanya, tidak ingat banyak tentang masa lalu? Apa dia merasa asing juga dengan dirinya sendiri?

Yori menoleh tepat saat aku berdiri di sebelahnya. Wajahnya tenang, kalem. Aura kesabaran terpancar di wajahnya yang tampan.

"Gimana kondisiku, Ta?"

Aku tersenyum kecil. "Baik. Dokter bilang, ada bagusnya kalau Mas belajar hal baru, loh." Kujelaskan dengan singkat hasil pembicaraanku dengan Dokter Wira.

"Berarti, aku sudah boleh kerja lagi?"

"Kerja?" Alisku bertaut. "Kamu mau coba?"

Yori mengangguk mantap. "Aku ingin ingat-ingat lagi apa yang dulu aku kerjakan tiap hari."

"Oke. Tapi, kalau Mas merasa pekerjaannya berat, janji harus serahin lagi ke staf."

Yori setuju.

Aku menelepon Beny saat Yori mandi,

"Proyek yang lagi kami kerjakan waktu Bapak kecelakaan, udah selesai, Mbak. Ini sedang nunggu keputusan klien." Beny menjawabku. "Untuk sekarang ini ada dua proyek skala menengah. Renovasi rumah seorang pengusaha dan proyek sepuluh ruko di kawasan niaga."

Aku legaa banget. Itu tuh salah satu proyek besar yang diharapkan Yori sejak awal rilis. Kuminta Beny mengirimkan file existing site plan kedua proyek baru itu.

"Saya nggak janji Bapak bisa ngerjain sebaik dulu ya, Ben. Apalagi, ini cuma buat latihan konsentrasi aja."

"Baik, Mbak, paham." Beny menyampaikan salam untuk Yori sebelum aku menutup telepon.

Aku naik ke tempat tidur, ke sisi Yori. Kelopak matanya terbuka sedikit. Kupeluk dia dari samping, kakiku menyilang di atas pahanya.

"Kapan, katamu, seharusnya kita pergi berbulan madu?" Yori mengusap kepalaku perlahan.

"Minggu depan. Korea. Tapi, nggak apa kok kalau batal." Aku menengadah, tersenyum.

"Kenapa batal? Aku bisa kok jalan-jalan. Kan, ada kamu."

Tapi aku kan nggak mau berbulan madu dalam kondisi dia belum ingat banget siapa aku, siapa dirinya, dan hal-hal kecil yang jadi memori kami? Gimana cara ngomongnya, ya, tanpa harus menyinggung perasaan Yori?

Tapi aku kan nggak mau berbulan madu dalam kondisi dia belum ingat banget siapa aku, siapa dirinya, dan hal-hal kecil yang jadi memori kami? Gimana cara ngomongnya, ya, tanpa harus menyinggung perasaan Yori?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tingly Little ThingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang